Ardi adalah anak tunggal dari Bu Sari, seorang ibu yang telah berjuang sendirian membesarkannya sejak kecil. Sejak pagi buta, Bu Sari sudah sibuk mengelola warung kecil di pinggir jalan. Dengan tangan kasar dan tubuh yang lelah, ia melayani pembeli dengan senyum walau hatinya kadang berat memikirkan masa depan Ardi.
Ardi yang kini berusia 18 tahun mulai sering mengeluh. Ia merasa hidupnya berat dan iri dengan teman-temannya yang bisa hidup lebih mudah dan bebas. Ia lebih suka menghabiskan waktu bermain gadget dan berkumpul dengan teman-temannya daripada membantu ibunya atau belajar serius.
Suatu hari, datang kabar dari sekolah bahwa Ardi mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di kota besar. Ini adalah kesempatan emas yang sudah lama diimpikan Bu Sari. Tapi Ardi malah menolak. Ia merasa tak siap dan lebih memilih tinggal di kota kecilnya, bermain dan bersenang-senang tanpa tujuan.
Hari-hari berlalu, Ardi mulai kehilangan arah. Teman-temannya pergi meninggalkan kota untuk mengejar impian mereka, sementara ia tetap di tempat yang sama, hidup tanpa rencana. Ia mulai merasakan betapa sulitnya hidup tanpa usaha dan tujuan yang jelas.
Pada suatu malam, saat Ardi duduk di depan warung yang mulai sepi, ia melihat ibunya membersihkan meja dengan tangan yang penuh luka dan lelah. Air mata tak bisa dibendung. Ia baru sadar betapa besar pengorbanan dan perjuangan ibunya selama ini, yang selama ini ia abaikan.
Ardi berdiri dan memeluk ibunya erat. "Ma, maafkan aku yang selama ini hanya menyusahkanmu. Aku janji akan berubah dan berjuang untuk masa depan kita."
Bu Sari tersenyum, menghapus air mata Ardi. "Nak, perjuangan ibu tidak sia-sia selama kamu sadar dan mau berusaha. Mari kita jalani bersama."
---