Beberapa hari lalu, aku menemui seseorang dengan binar mata yang hangat. Suaranya teduh, namun sedikit parau.
Selama beberapa hari, kita bertemu dan sedikit berbincang mengenai beberapa hal, bahkan hal yang cukup deep diceritakan, mengapa? Karena hari itu kita bertemu dengan kondisi yang sama. Dalam kepayahan dunia yang sulit digenggam apalagi ditaklukan, padahal dunia bukan untuk hal itu hanya saja kami terlalu banyak berambisi untuk tetap menjalani dunia dengan damai dan bahagia dengan cara yang penuh usaha.
Ketika setiap kata keluar, dia ternyata mempunyai luka yang sama. Luka menjalani hari-hari beratnya di setiap kepayahannya. Aku seperti sedang berkaca dengan diriku sendiri, yang suka berlari disetiap letih. Bukan untuk menghindar, melainkan untuk mengerti sedikit apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang salah dalam diri.
Dia berkisah, bahwasannya dia membenci dirinya yang suka payah jika melihat kerumitan dan pindah mencari kemudahan. Tapi kini dia berhasil untuk tetap bertahan sampai sekarang.
Tapi ini bukan hanya tentang dia. Ini tentang seseorang yang selanjutnya ku jumpai. Dia sosok yang menyenangkan sekali, penuh tawa dan elemen positif vibes dalam diri. Tawanya selalu menjadi pelukan hangat jiwa yang setengah mati hampir mati untuk bisa terus menjalani, dia sepalu menjadi alasan orang untuk bertahan dan bahagia. Padahal nyatanya, ternyata dia bercerita "Aku berbuat seperti ini agar aku bisa mendapatkan kebahagiaan yang sama dari orang lain." Seketika aku diam, betapa sakitnya jadi dia, betapa lelahnya dia dalam kesepiannya.
Dia seseorang yang kehilangan pegangan hidupnya, kasih dan cintanya hilang dirampas keegoisan yang diapun tak mengerti salahnya dimana. Dia berjalan sendirian, tidak menjumpai kasih sejak dia bertumbuh menjadi seseorang yang beranjak dewasa. Dia selalu bertumbuh mencari celah bahagia dengan selalu bahagia dan tawa dengan sekelilingnya.
Aku masih diam :') betapa dunia ini kejam diluaran.
Mereka terus menghabiskan waktu dengan tipuan untuk tetap bertahan dengan cara paling baik dan membahagiakan baginya.
Esoknya lagi, aku menjumpai yang patah lagi hatinya. Dia yang tumbuh menjadi monster tanpa kata. Terlihat tidak perduli ternyata banyak mengamati. Ternyata dia juga penuh duri.
Pegangannya menghancurkannya, menjadi serpihan kaca yang sulit kembali dirangkai menjadi utuh sedia kala. Lukanya tetap ada sampai akhirnya, dia tidak perduli seburuk apa dirinya, baginya dia akan selalu menyayangi orang-orang yang sama sepertinya tanpa luka dan menyembuhkan lukanya, dia ingin memeluk orang yang dengan luka kapanpun orang itu mau untuknya ada.