(Catatan: Cerita ini adalah karya fiksi yang menggunakan karakter dari dunia Harry Potter untuk tujuan hiburan semata. Cerita, alur, dan karakteristik para tokoh tidak berhubungan dengan alur cerita resmi.)
Di pagi yang cerah, Yn terbangun dengan sinar matahari yang menyusup masuk melalui celah gorden, langsung menerpa wajahnya. Ia mengerjapkan matanya, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya, sebelum akhirnya menyadari ada sesuatu yang berat melingkari pinggangnya.
"Draco, udah pagi, ih! Bangun, sana mandi," ujar Yn sambil mencoba melepaskan tangan Draco yang melingkari pinggangnya erat. Namun, bukannya bangun, Draco malah semakin memeluk Yn, menenggelamkan wajahnya di leher istrinya itu.
"Nggak mau, dingin," gumam Draco serak.
Yn yang gemas akhirnya mencubit perut suaminya itu, membuat Draco menjerit kecil dan melepaskan pelukannya. Ia langsung duduk dan menatap Yn dengan wajah cemberut.
"Kok dicubit, sih?" tanya Draco dengan nada merajuk.
Yn terkekeh melihat tingkah suaminya itu. "Habisnya kamu susah banget dibangunin. Udah sana, buruan mandi. Aku mau siapin sarapan."
"Sarapan apa?" tanya Draco lagi.
"Nasi goreng," jawab Yn singkat.
Mata Draco langsung berbinar. "Asyik! Masak yang banyak, ya! Aku laper banget!" ucapnya penuh semangat.
Yn hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Draco yang seperti anak kecil. "Iya, iya, bawel banget, sih! Buruan mandi, sana!"
Setelah Draco masuk ke kamar mandi, Yn langsung bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Ia mengambil beberapa bahan dari kulkas dan mulai memasak nasi goreng. Saat sedang asyik mengaduk nasi, tiba-tiba sebuah tangan kekar melingkari pinggangnya dari belakang.
"Wangi banget," bisik Draco yang baru selesai mandi.
Yn tersentak kaget. "Ih! Kebiasaan, deh! Bikin kaget aja!"
Draco tertawa. "Hehe, maaf. Aku cuma nggak sabar pengen makan nasi goreng buatan istriku yang paling cantik ini."
Yn tersenyum malu. "Gombal! Udah sana, tunggu di meja makan. Nanti aku bawain."
Setelah selesai memasak, Yn langsung membawa nasi goreng ke meja makan. Ia melihat Draco sudah duduk manis sambil membolak-balik majalah.
"Nih, sarapannya," ucap Yn sambil meletakkan piring di depan Draco.
Draco langsung meletakkan majalahnya dan menatap nasi goreng di depannya dengan mata berbinar. "Wah, banyak banget! Makasih, Sayang!"
Mereka pun sarapan bersama sambil sesekali bercanda dan tertawa. Di tengah sarapan, tiba-tiba Draco bertanya, "Sayang, nanti kita jalan-jalan, yuk!"
Yn menatap suaminya dengan bingung. "Ke mana?"
"Ke mana aja, yang penting sama kamu," jawab Draco sambil tersenyum manis.
Yn yang gemas langsung mencubit pipi Draco. "Ih! Gombal lagi, deh!"
Draco terkekeh. "Hehe. Gimana? Mau, ya?"
Yn mengangguk setuju. "Oke, deh! Tapi nanti kamu yang bayar semuanya, ya!"
Draco mengangguk. "Siap, Bos!"
Mereka pun melanjutkan sarapan dengan penuh canda tawa, merencanakan kencan dadakan mereka. Meskipun sudah menikah, romansa dan kehangatan di antara mereka tidak pernah pudar, malah semakin kuat setiap harinya.
"Sayang, udah siap?" Draco berteriak dari ruang tamu, suaranya menggema di seluruh rumah.
Yn keluar dari kamar dengan gaun musim panas berwarna krem yang dipadukan dengan topi lebar. Topi itu adalah salah satu karya terbarunya, dihiasi pita satin berwarna senada. "Udah! Gimana, bagus nggak?" tanyanya, berputar pelan di depan Draco.
Mata Draco langsung berbinar. Ia berjalan mendekat dan memeluk pinggang Yn. "Cantik banget, Yn Sweetie Eirlys," bisiknya, mengecup lembut kening Yn. "Topinya juga bagus. Aku suka."
Yn tersenyum malu. "Makasih. Ini topi khusus buat kencan kita."
Draco mengusap pipi Yn dengan lembut. "Ayo kita pergi. Aku udah pesen meja di restoran favoritmu."
Mereka ber-apparate ke sebuah restoran Italia yang terletak di pusat kota London. Restoran itu adalah tempat makan muggle kesukaan Yn. Draco, meskipun seorang penyihir berdarah murni, selalu berusaha menyesuaikan diri dengan dunia muggle demi istrinya.
Saat makan malam, Yn bercerita tentang pekerjaannya. "Tadi aku dapet pesenan dari seorang sosialita. Dia mau topi yang unik, kayak di film-film vintage gitu."
Draco mendengarkan dengan penuh perhatian. "Keren! Kamu emang paling jago bikin topi."
"Eh, nanti mampir ke toko aku, ya? Aku mau tunjukin topi-topi yang baru aku bikin," pinta Yn.
Draco mengangguk. "Tentu. Tapi, setelah itu kita ke toko buku di Diagon Alley, ya? Ada buku ramuan baru yang aku pengen beli."
Yn tertawa. "Penyihir kok kerjaannya cuma baca buku ramuan? Kamu nggak mau coba bikin topi kayak aku?"
"Nggak, ah. Topi itu rumit," jawab Draco sambil menggeleng. "Lagipula, aku lebih suka pake topi buatanku sendiri," tambahnya sambil melirik topi Yn yang tergeletak di atas meja.
Meskipun berasal dari dunia yang berbeda, mereka berdua selalu bisa menemukan cara untuk menyatukan dua dunia mereka. Yn dengan senang hati mendengarkan cerita Draco tentang sihir, dan Draco selalu antusias dengan cerita Yn tentang topi. Dua dunia yang berbeda, tapi saling melengkapi. Cinta mereka adalah sihir terkuat yang menyatukan mereka berdua.
Pagi itu, Yn dan Draco memutuskan untuk sarapan di sebuah kafe kecil di London. Draco yang mengenakan kemeja biru muda terlihat santai, sementara Yn mengenakan gaun putih sederhana dengan jaket denim. Mereka duduk di sudut kafe yang tenang, menikmati kopi dan croissant hangat.
"Aku senang kita bisa menghabiskan waktu berdua kayak gini," kata Draco sambil menggenggam tangan Yn.
Yn tersenyum, "Iya, aku juga. Capek juga kerja terus. Udah lama juga kita nggak jalan berdua."
Saat sedang asyik berbincang, tiba-tiba seorang wanita dengan rambut bob hitam dan setelan blazer merah cerah menghampiri meja mereka.
"Draco, Yn! Oh my God, ini beneran kalian?" serunya heboh.
Yn menoleh dan matanya langsung membulat. "Pansy?! OMG, ya ampun!" Ia langsung berdiri dan memeluk Pansy erat. Draco ikut tersenyum dan memeluk sahabat lamanya itu.
"Apa kabar? Kok bisa di sini?" tanya Pansy tak percaya.
"Baik, Pans. Kita lagi sarapan. Kamu sendiri?" jawab Yn.
"Aku baru selesai meeting sama klien. Tadi aku kira salah lihat, ternyata beneran kalian," kata Pansy sambil tertawa.
"Duduk sini, gabung aja," ajak Draco.
Pansy dengan senang hati langsung duduk di samping Yn. Mereka bertiga pun mulai mengobrol, bernostalgia tentang masa-masa sekolah. Pansy yang dulunya selalu memuja Draco, kini sudah berubah. Ia terlihat lebih dewasa dan santai, dan ia sangat menyayangi Yn sebagai sahabatnya.
"Aku seneng banget kalian akhirnya menikah," kata Pansy sambil menatap Yn dan Draco bergantian. "Draco jadi lebih human sekarang. Kamu yang ngubah dia, Yn."
Draco pura-pura cemberut, "Aku emang selalu human, ya!"
Pansy dan Yn tertawa. "Enggak, Draco. Dulu kamu kan dingin banget, kayak kulkas," ledek Pansy.
"Enak aja! By the way, kamu kapan nyusul? Masa single terus?" tanya Draco, mencoba mengalihkan pembicaraan.
Pansy hanya tersenyum simpul, "Nanti, deh. Aku lagi fokus sama karier dulu."
Mereka melanjutkan obrolan dengan hangat, mengenang masa lalu dan berbagi cerita tentang kehidupan mereka sekarang. Meskipun sudah lama tidak bertemu, persahabatan mereka tidak pernah pudar. Pansy sangat bahagia melihat dua sahabatnya itu bersatu dalam ikatan pernikahan yang hangat dan penuh cinta.