Dibawah langit yang mendung dan gelap, seperti hujan akan segera turun, namun beberapa orang yang ada di atas kapal kecil itu masih belum ingin pergi dari sana. Di atas kapal tersebut terdapat tiga orang dewasa yang merupakan turis asing yang datang hanya untuk berkeliling daerah yang jarang di jamah manusia. Salah satunya selalu memegang kamera sebagai sarana dokumentasi, ia terus merekam dan kamera satunya lagi ia gunakan untuk memotret.
Saat kapal mereka melaju dengan sangat pelan, ia menyuruh kedua lainnya untuk berhenti karena ia mendapat pemandangan yang sangat unik. Jauh di depan sana, ia dapat melihat beberapa manusia yang sedang berjalan dengan sempoyongan, bajunya sangat lusuh dan compang-camping, rambutnya juga tidak tertata dengan rapi, mereka seperti manusia yang sangat aneh. Awalnya ia meragukannya dan menganggapnya hanya penduduk biasa penghuni pulau itu atau suku tertentu. Namun jika dilihat semakin jelas lagi, perilaku mereka benar-benar tidak mencerminkan sebagai manusia.
"Who are they?" Tanya rekannya yang juga menyadari kemana arah pandangnya. Saat itu juga ia lekas merekam video demi video untuk mendokumentasikan apa yang sedang mereka lihat depan mata. "I think I should upload it to social media" ujarnya kemudian yang diangguki oleh kedua rekannya yang lain. Saat pertama kali video itu diunggah namun ia mengetik pesan panjang agar orang-orang yang melihat postingannya tidak menganggap dirinya adalah pengganggu dan menjelaskan semuanya dari awal, ia juga menulis bahwa ia bertanya tentang siapa orang-orang yang ada di sana, siapa tahu ia mendapat jawaban atas rasa penasarannya.
Satu bulan kemudian, video yang diunggah nya menjadi sangat populer dan menjadi topik hangat, juga masuk banyak sekali berita dan di tulis dalam artikel-artikel nasional. Hal itu menggugah rasa penasaran orang-orang yang merupakan peneliti dan sebagian lagi hanyalah manusia yang hanya diisi oleh rasa penasaran untuk mendatangi tempat tersebut. Setelah video itu viral, akses menuju pulau dan sekitarnya ditutup agar mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Namun pada tanggal 28 Maret 2012 ada agenda yang berupa orang-orang yang mengisi pendaftaran untuk terlibat dalam penelitian langsung ke pulau tersebut.
Di sisi lain, di sebuah sekolah yang terletak di pesisir pantai, sekolah menengah atas yang begitu populer di kota tersebut yang merupakan SMA yang paling diminati karena sistem pendidikan dan popularitas, terdapat lima orang pemuda yang selalu update tentang isi sosial yang ada di sekeliling mereka. Di suatu pagi di tanggal 28 Maret 2012, kelas yang sudah diisi oleh kurang lebih 30 orang itu sudah ribut sekali dengan aktivitas masing-masing.
"Tentang video di pulau yang udah menyebar kemana-mana itu, menurut Lo itu apa sih?" Tanya Aldrin yang memang sejak tadi hanya duduk di bangku sebelah Deehan, pemuda yang ada di sampingnya mendengarnya dengan seksama, "zombie?" Balasnya namun terdengar kalau Deehan tidak sedang menjawab, melainkan melempar pertanyaan juga. Aldrin hanya menganggukkan kepalanya pelan, "gue takut kalau mereka bermutasi ke kota, peradaban manusia akan terancam" ucapnya, ia ia menaruh ponselnya ke meja, ia melihat Abyan tengah berjalan kearah bangku mereka berdua, nampaknya Abyan baru saja keluar, ah dasar pemuda social butterfly itu.
"Kalian tahu nggak? Hari ini, lebih tepatnya nanti siang bakal ada aksi turun ke pulau tersebut, petisi tersebut sudah di tandatangani oleh 100 orang. Kita tunggu saja berita baiknya, semoga saja tidak terjadi suatu hal yang buruk ya. Oh ya-" ucapnya terpotong karena mereka, orang-orang yang ada di kelas tersebut sama-sama kagetnya saat mereka melihat tubuh Panji terlempar ke belakang sampai meja dan kursi yang ada di sana berantakan akibat tubuhnya. "Apa Lo?! Udah berani ngelawan ya sekarang?!" Teriaknya setelah ia bangkit dengan cepat dari posisi sebelumnya, kini ia mulai berjalan dengan amarah yang menggebu-gebu. Hal itu membuat Abyan yang posisinya dekat dengan Panji segera menahannya.
Dan Kael yang masih berdiri dengan napas yang memburu, ia sudah muak dirundung selama ini oleh Panji yang sangat menginginkan posisi Kael turun. Panji hanya ingin menyingkirkan Kael dari rank 2, Kael yang begitu berambisi dalam belajar membuat Panji ingin sekali menyingkirkannya. Selama ini Kael hanya diam saat dirundung, namun kali ini Panji keterlaluan, bisa-bisanya Panji menghancurkan tablet miliknya. Menurut Kael, Panji sangat ketara jika ia ingin sekali menyingkirkannya.
Karena keributan tersebut, yang bersangkutan, Panji Arnawama dipanggil ke ruang BK sampai sore. Sedangkan Abyan, Aldrin, Deehan, dan Kael masih menjalankan piket kelas karena hari ternyata berakhir sangat lama. Bahkan saat mereka selesai pun Panji masih belum mengambil tasnya yang masih berada di kelas. Saat mereka berjalan di lorong untuk keluar, pintu ruang BK terbuka dengan lebar, menampakkan Panji dengan wajah datar namun terlihat sangat mengenaskan itu sangat menyedihkan.
Abyan memberikan senyuman pada seorang guru yang terlihat sudah berusia empat puluhan tahun itu yang sudah pergi mendahului mereka berempat setelah mengunci ruangan. Keempat pemuda itu lantas mengikutinya dari belakang. Di baris belakang, ada Deehan yang berjalan perlahan karena ia ingin menunggu Panji, walaupun mereka berdua memang tidak dekat, namun Deehan tidak ingin membuat hari Panji semakin buruk. Mereka kembali berkumpul di parkiran sekolah, sedangkan guru tadi sudah berjalan entah ke mana karena ternyata masih ada beberapa mobil kendaraan pribadi guru yang masih terparkir di parkiran guru.
Beberapa saat kemudian mereka berlima mendengar teriakan yang begitu keras terdengar dari arah parkiran guru, setahu mereka yang ada di sana hanya guru BK tadi. Suara teriakan tadi membuat kelimanya berhenti dan terpaku di tempat mereka berdiri. Langit yang gelap membuat suasana menjadi semakin mencekam, bahkan suara gagak yang belum pernah mereka dengar sebelumnya mulai menghantui indra pendengaran. Langkah Panji mundur beberapa langkah ke belakang, ia merasakan sesuatu yang aneh, Panji adalah tipe yang sangat waspada terhadap semuanya.
Namun Aldrin dengan rasa penasaran yang tinggi, ia melangkah maju dan mencoba mengecek ke sana guna mengetahui apa yang sedang terjadi, ia ingin menyelamatkan jika memang masih ada kemungkinan. Namun ternyata Aldrin berlari terbirit-birit ke kebalang setelah maju beberapa langkah, "teman-teman cepat masuk ke dalam! Bahaya, bahaya!" Teriaknya seraya berlari masuk kembali ke dalam gedung sekolah. "Sepertinya... Huh... Itu zombie yang ada di pulau itu.. sial, mereka sudah sampai kota ini" ucap Aldrin dengan napas yang berantakan.
"Tempat ini menjadi tempat yang paling aman untuk saat ini, jadi lebih baik kita tutup semua akses masuk ke dalam gedung ini secepatnya. Lalu kita pergi ke lantai atas" ujar Abyan yang dengan sangat cepat langsung menjadi leader yang mengambil alih posisi. Setelah semua pintu dan akses masuk di tutup, mereka berlima segera bergegas pergi ke lantai atas untuk mengamankan diri, sebagain juga pergi ke rooftop untuk melihat kondisi kota saat ini.
Sekolah mereka yang terletak tak jauh dari laut pun bisa melihat beberapa zombie yang berenang di laut, itu sangat mengerikan. Apakah mereka bisa tiba ke sini dengan cara yang seperti itu? Deehan jadi berpikir seberapa cerdas para zombie itu untuk mencari makan alias menyerang manusia untuk makan, ia pernah belajar tentang zombie kalau zombie itu terus-menerus merasa haus, bahkan sekalipun sudah meminum air ber liter liter pun mereka masih akan tetap merasa kehausan.
Abyan sedari tadi hanya duduk di kursi dengan ponsel yang ada di genggaman tangannya, alisnya menukik dan ia sama sekali tidak memalingkan wajahnya dari ponselnya. Ia masih sibuk sekali mencari informasi tentang pulau aneh, sampai keadaan 100 orang yang siang tadi turun ke pulau tersebut untuk penelitian. Jika sekarang saja para zombie sudah menyebar, maka jelas usaha mereka ke sana adalah momen paling mengerikan dan sudah dipastikan penelitian itu gagal karena seperbanyak peneliti yang ikut di sana sudah pasti telah meninggal dan berubah menjadi zombie.
Abyan mengusap wajahnya dengan kasar, "100 orang yang siang tadi turun tidak dapat kembali karena kapal yang mereka tumpangi tidak dapat digunakan, jadi mereka terjebak di pulau aneh itu. Saat ini belum ada informasi yang mereka terima lagi" baca Abyan dengan nada keras, artikel yang ia baca terbit hari ini pukul 13.28. Kael yang daritadi menyimak pun mendongakkan kepalanya, "mereka pasti gagal, para zombie sudah menyebar ke kota. Ah andai tidak ada hal seperti tadi itu, pasti mereka hidup di pulau itu selamanya" ucapnya sebal.
"Terus sekarang kita harus apa? Berhari-hari di sini sama halnya mati berangsur-angsur. Kita nggak bisa hidup tanpa makanan dan minuman. Argh, jadwal ujian Nasional udah Deket lagi" timpal Kael yang sejak tadi terlihat begitu sangat tertekan dan mikir kemana-mana, membuatnya lelah sendiri. "Jangan mikirin ujian Nasional deh, kita aja belum tentu bisa selamat" timpal Abyan yang sudah muak mendengar penuturan Kael yang sejak tadi banyak sekali berbicara.
Dibawah lampu remang-remang, lorong yang senantiasa sepi dan tidak obrolan yang dibangun. Sedangkan di luar semakin gelap, dan mereka hanya mendengar suara sirine dan erangan dari luar, ungin sekali kepala mereka meledak saking frustasinya dengan keadaan. Di saat yang lainnya hanya diam di posisi masing-masing, Deehan bangkit dari duduknya, ia tanpa berbicara langsung pergi keluar kelas. Abyan yang tidak tahu apa yang ada di kepala Deehan pun lantas mengikutinya. Abyan melihat Deehan sedang sibuk di tumpukan sampah kaleng dan plastik, "sedang apa?"
Deehan menunjukkan sebuah kaleng, lalu ia mengisi kaleng tersebut dengan batu kecil. Deehan berjalan dengan santai di lorong menuju depan, Abyan panik, ingin apa sebenarnya anak itu malam-malam begini? Saat sudah tiba di depan, lebih tepatnya di pagar pintu keluar gedung, Deehan bermain dengan kaleng berisi batunya untuk menarik perhatian zombie yang ada di sana. "Gue lagi coba narik perhatian mereka, pengen tahu aja mereka peka atau tidak dengan suara. Gue bakal melakukan tes di sini, jadi pantau gue terus ya Abyan" ucap Deehan yang wajahnya sudah menyentuh pagar pun masih saja mencoba melihat ke keluar ke kanan dan ke kiri.
Atensi keduanya menangkap kehadiran dua zombie yang mendengar suara kaleng Deehan, membuat kedua pemuda yang berada di baik pagar pintu itu semakin serius dengan keadaan yang sedang mereka jalani. Abyan sudah berkali-kali mengingatkan kalau Deehan tidak boleh mengeluarkan tangannya ke luar, namun pemuda itu nampaknya tuli dan tetap saja mengeluarkan tangannya untuk menarik perhatian zombie. Suara dari kaleng itu sangat nyaring, dan suara erangan zombie semakin dekat.
Abyan terkesiap saat satu zombie muncul tepat di hadapannya dari sisi kiri, hal itu juga membuat Deehan menarik tangannya, kaleng yang sebelumnya ia gunakan untuk diam. "Mereka jelas sensitif terhadap suara, tingkat kepekaan mereka sangat tajam" gumam Deehan yang kini mulai berjalan mundur dan menjauhi pagar pintu itu, disusul oleh Abyan yang nampaknya masih sangat syok tentang apa yang ia lihat barusan. "Membuat suara yang tinggi sama halnya dengan bunuh diri" tambahnya seraya berjalan menyusuri lorong yang remang-remang.
Saat keduanya sampai di satu kelas di mana terdapat Kael, Panji, dan Aldrin berada, pintu ditutup sekaligus di kuncir oleh Abyan yang berada di paling belakang. "Lo tadi ngapain di bawah?" Tanya Panji yang sejak tadi sudah sangat merasa bosan karena sejak tadi ia hanya memainkan ujung seragamnya yang ia keluarkan. "Mengecek tingkat sensitivitas zombie. Teman-teman, sepertinya kita bisa pergi dari sini malam ini juga" sahut Deehan yang tiba-tiba mengajak mereka untuk pergi dari sini secepat mungkin, hal itu membuat Panji mendongakkan kepalanya sambil menukikkan alisnya.
"Pertanyaannya, kita mau pergi ke mana? Gedung ini udah paling aman untuk saat ini Han. Lo mau kita semua mati digigit zombie apa?" Sanggah Panji yang sudah seperti telah meledak, ia bahkan kini bangkit dari tempat duduknya hanya untuk mengutarakan hal tersebut. "Terlepas dari tujuan kemana kita akan pergi, kita harus tetap pergi dan ambil risiko itu Nji kalau Lo masih pengen hidup lama. Kita harus berjuang untuk hidup" timpal Abyan yang seakan sudah tersambar api perdebatan.
Perdebatan itu berhasil di hentikan oleh Aldrin yang ganti menyuruh mereka untuk segera berkemas untuk pergi dari tempat ini, namun ternyata masih ada satu pemuda yang sejak tadi hanya duduk diam di atas lantai kelas yang dingin sembari memeluk tasnya dengan pandangan mata yang kosong. Abyan kembali menghampirinya, menyenggol bahu Panji yang membuatnya menekuk mulutnya. "Lo nggak berkemas?" Tanyanya dengan nada seramah mungkin karena sebelumnya ia dan Panji sempat beradu argumen yang panas.
"Lebih baik gue tetap tinggal di sini daripada mati konyol sok berjuang di luar sana" sahutnya asal ceplos yang membuat Abyan hanya mengangkat bahunya tidak peduli, jujur saja ia sudah muak dengan betapa keras kepalanya seorang Panji Arnawama. "Lo nggak mau untuk berjuang agar tetap hidup? Payah banget" sindir Kael yang entah darimana asalnya tiba-tiba berjalan melalui mereka berdua.
Tiba-tiba saja Abyan berjalan mengelilingi satu kelas untuk menyuruh dan menyerukan bahwa mereka semua harus berkemas saat ini juga dan akan pergi secepat mungkin, sebelumnya Deehan juga bilang kalau zombie yang ada di bawah sana itu buta terhadap sekitar, terkecuali jika ada penerangan seperti lampu atau semacamnya. Mereka bisa pergi malam ini juga karena seperti yang dikatakan di awal, zombie itu buta, dan sensitif terhadap suara. Mereka bisa pergi dengan senyap malam ini, daripada pergi pagi dengan banyak sekali risiko.
Panji mendecak kesal kemudian ia beranjak dari duduknya, dengan sangat kasar ia memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan berjalan pergi mencari sesuatu yang mungkin berguna baginya jika pergi bersama yang lainnya. Sedangkan Aldrin yang sudah selesai berkemas pun kini menatap jam yang ada didinding yang menunjukkan angka 11. Ia kini berjalan ke arah jendela, ia buka dan menelisik sesuatu yang ada di hadapannya. Sangat sunyi, namun ia yakin bahwa para zombie itu sedang berkerumum di suatu tempat yang memiliki cahaya yang terang.
Udara malam ini sangat berbeda dengan saat di mana mereka pergi dari gedung sore tadi, kali ini mereka berlima sudah memantapkan diri untuk pergi, meskipun dari lubuk hati yang paling dalam mereka tentunya ingin terus bersembunyi dengan kurun waktu yang tidak dapat ditentukan. Abyan membuka jalan sebagai orang yang berada di barisan paling depan, ia memegang satu buku paket yang tebal sebagai alat jika terjadi sesuatu, ah bahkan hampir semua yang ada di dalam tasnya adalah buku-buku tebal yang ia dapat dari perpustakaan sekolah.
Mereka berjalan berurutan seperti semut, sebagai pertahanan sekaligus keamanan jika terjadi sesuatu. Saat pertama kali keluar dari lingkungan sekolah, di sekitar sekolah mereka ada banyak sekali rumah yang memiliki banyak sekali tanaman tepat di depan rumah mereka masing-masing. Kini kelima pemuda itu berjalan di trotoar yang sepi, dan berdempetan, seolah tidak ada ruang lain yang bisa membuat mereka bebas berjalan.
Kael terus-menerus bergumam dan bertanya dengan lirih apakah rumah-rumah yang ada di sekitar sini ada penghuninya atau tidak, namun ia tidak pernah mendapat jawaban dari keempat yang lain atas pertanyaannya. Saat ini, kelimanya sedang berjalan melewati sebuah pekarangan belakang rumah yang sepi, tidak ada tanda-tanda kehadiran zombie di sekitar sini, membuat mereka sedikit leluasa berjalan. Namun Kael yang berada di barisan tengah merasa kalau ada sesuatu lain yang ada di sekitar mereka.
Kael berhenti, membuat Deehan yang ada tepat di belakangnya ikut brhenti juga. Deehan bertanya kenapa Kael berhenti, bahkan sebelum Kael menjawab, Kael lebih dulu berlari keluar barisan, membuat Deehan langsung meremang dan membeku di tempat. "Cepat kabur! Ada zombie di sisi kiri!" Teriak Kael yang membuat suasana menjadi semakin berisik, alhasil zombie yang ada di dekat mereka segera bereaksi.
"Deehan Lo ngapain?!" Teriak Aldrin yang masih berhenti, ia hendak menghampiri Deehan, namun ia lebih dulu melihat pemandangan yang begitu menakutkan, di depan matanya sendiri, ia melihat satu zombie itu dengan cepat melompat kearah Deehan dan langsung menyerangnya dengan sangat brutal. Aldrin terpaku di tempat, dan dengan sangat cepat Panji segera meraih pergelangan tangan Aldrin lalu menariknya untuk pergi dari tempat itu sesegera mungkin.
Mereka berempat berlari dengan kencang, dengan Aldrin yang sepertinya tidak mampu berlari dengan cepat di belakang sana. Panji sudah berusaha untuk membantunya agar cepat pergi dari tempat itu sesegera mungkin, namun kini hambatannya ada di Aldrin. "Lepasin gue Nji, gue nggak bisa hidup begini.." ucap Aldrin seraya mencoba melepas genggaman tangan Panji dengan kasar, ia mulai menangis atas kejadian yang baru saja ia lihat. Bagaimana tidak, Deehan adalah sahabat baiknya, dan ia kehilangannya secepat ini, di depan matanya. Walaupun masih ada teman-teman lain yang bersamanya, Aldrin tidak bisa menerimanya.
"Ayo buktikan ke Deehan kalau kita hebat Drin, Lo harus hidup lama apapun yang terjadi! Tunggu apa lagi ayo cepat pergi.."ujar Abyan dari paling depan menengok ke paling belakang, berusaha untuk meyakinkan Aldrin bahwa mereka bisa berjuang dengan hebat meskipun Deehan tidak lagi bersama dengan mereka. "Gue pengen mati.. tinggalin gue sendiri.." ucap Aldrin yang justru kakinya melemas, membuat Panji melepaskan genggaman tangannya. Panji sendiri memang anaknya spontan dan tidak terlalu pikir panjang, jadi ia melepaskannya dengan cepat, ia menuruti permintaan Aldrin.
"Kita nggak bisa sama dia, udahlah mending kita pergi. Aldrin hanya jadi beban di kelompok ini kalau dia masih begini, kita nggak bakal bisa maju kedepan kalau Aldrin masih di sini" kata Kael yang sedari tadi berjalan mondar-mandir di sekitar tempat mereka berdiri hanya untuk menyaksikan Aldrin menangis. Abyan sudah banyak sekali berbicara, namun nampaknya ia tidak bisa meyakinkan Aldrin, jadi langkah mereka mulai menjauh dari tempat di mana Aldrin terduduk.
Mereka tiba di sebuah gedung yang terbuka, nampaknya aman, jadi mereka mempergunakannya sebagai tempat beristirahat semalaman. Terdapat lantai 2 jadi mereka memutuskan untuk tinggal sementara di sana. Di sini, Abyan membaringkan tubuhnya di atas lantai yang berdebu, ia lepas tas punggungnya yang berat itu sejenak. Mulai berpikir bagaimana caranya agar tetap hidup di dunia yang sudah mati. Di tengah kesunyian, tiba-tiba mereka mendengar suara berisik dari arah bawah, Panji dan Kael berjalan turun menuruni anak tangga berbekal kayu pendek yang Panji temukan di gedung ini.
Abyan yang tidak ingin ditinggal sendirian pun segera menggendong tasnya dan mengambil satu buku paling tebal yang ada di dalam tasnya sebagai senjata. Saat mereka betulan turun, ternyata mereka sudah di sambut oleh enam zombie yang letaknya sangat dekat dengan tempat mereka berdiri. Panji sudah mengisyaratkan kalau tidak boleh ada yang berisik agar mereka dapat berjalan perlahan menuju pintu keluar dari gedung terbuka ini. Datang kemari memang ide yang buruk.
Saat mereka sudah nyaris keluar, tiba-tiba kaki Kael dicengkeram dari belakang membuatnya jatuh tersungkur. "Teman-teman cepat lari! Jangan pedulikan gue!" Teriaknya pasrah, karena Kael merasakan kulitnya digigit dengan kencang, ia tidak bisa denial untuk tetap pergi bersama mereka berdua. Sedangkan Panji dan Abyan segera melarikan diri dari gedung terbuka itu dengan cepat, walaupun pasti ada rasa bersalah dan kesedihan yang tidak bisa diungkapkan.
Langkah mereka berdua membawa ke sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi dan masih lumayan rendah, kedua pemuda itu begitu kelelahan sampai tiduran di atas rumput yang luas, ternyata hanya di sini mereka aman, para zombie itu tidak bisa menjamah daerah tinggi seperti ini. Abyan jadi merasa bersalah dan berhutang nyawa dengan Kael, membuatnya merasa gelisah terus-menerus. "Jadi kita harus pergi ke mana Abyan? Lo beneran mau kita semua mati ya?! Aldrin, Deehan, dan Kael sudah gugur gara-gara kita pergi keluar. Terus Lo mau gue mati gitu?!" Sungut Panji dengan posisi duduk.
Abyan yang sejak tadi memang merutuki dirinya sendiri pun makin tenggelam dalam rasa bersalah, Abyan mengusak rambutnya frustasi alih-alih menjawab pertanyaan dari Panji yang sudah menusuk sampai relung hati yang paling dalam. "Lo mau kita semua mati Abyan. Lo bukan pemimpin yang baik. Bahkan kita semua nggak ada yang setuju Lo jadi pemimpin kami! Kalau begini, sama halnya Lo bunuh ketiga teman kami" timpal Panji yang marah, ia akan menjadi orang paling tidak berperasaan jika sedang marah.
Abyan menggeleng dengan kuat, ia sama sekali tidak menginginkan ini semua terjadi. Ia hanya mengisi posisi yang kosong, lagipula ia yakin bahwa teman-temannya tidak keberatan dengan hal itu. "Terus, sekarang Lo mau apa? Pergi sendiri, kayak Aldrin? Lo mau bikin gue sengsara ya Panji? Setelah banyaknya pengorbanan dari teman-teman kita sebelum ini?" Lontar Abyan dengan air mata yang sudah membasi pipinya dalam gelap. Panji sendiri sudah bangkit dari duduknya, "nggak, kata siapa. Kata Lo sendiri kan kita harus berjuang dengan hebat. Abyan Lo lupa ya? Kita bakal tetap berjuang bersama-sama sampai akhir. Dan kita, hanya punya satu sama lain sekarang ini" tutur Panji. Kini tangan kanannya terulur kebawah, seakan meminta Abyan untuk meraihnya agar mereka dapat berdiri bersama.
Setelah mereka berdua memutuskan untuk tetap bersama dan selaras tujuannya untuk berjuang bersama-sama, langkah mereka membawa ke sebuah hamparan luas yang sepi, dengan Abyan yang berada di barisan depan, lagi-lagi begitu. Panji sudah bilang kalau mereka harus pergi dari kota ini, berharap dapat mengungsi dan mendapat lingkungan baru yang bisa menampung mereka dengan baik.
Keinginan untuk tetap hidup memang selalu membuat mereka bersemangat untuk tetap berjuang melewati kehidupan yang kelam saat ini. Panji kini memegang sebuah kayu yang lumayan besar sebagai persenjataan, dan Abyan yang memegang sebuah buku tebal yang selalu berada di tangannya sejak tadi. Udara dini hari ini membuat mereka semakin bersemangat untuk berjalan, rasanya mereka akan datang ke sebuah surga.
Mereka pergi ke kota, lagi, tujuan kali ini untuk menemukan sebuah kendaraan yang bisa membawa mereka ke sebuah perbatasan kota atau pergi ke kota lain yang sekiranya aman. Panji yang sudah menemukan sebuah mobil pun dengan kuat mencoba untuk membukanya, "buruan, ada zombie di belakang. Mereka banyak, kita bisa habis" gumam Abyan yang berada tepat di belakangnya. Namun Panji tidak kunjung dapat membuka pintu mobil itu, alhasil Abyan harus menghadapi serangan.
"Kalau nggak bisa dibuka, mending kita buruan lari!" Teriak Abyan yang sedang menghadapi serangan zombie yang brutal, ia tidak bisa terus-menerus begini. Panji merasa kalau ia gagal pun segera menggeret pergelangan tangan Abyan, namun Abyan justru marah karena dengan Panji memegangi tangannya, ia justru tidak bisa leluasa membuat pertahanan. Abyan mengerang dengan keras saat pertahanannya melonggar, tangan kirinya berhasil di gigit oleh salah satu zombie, di tengah keadaannya yang panik, Abyan tidak bisa bergerak bebas karena masih syok, alhasil ia dengan cepat diserang oleh beberapa zombie yang ada di sekitarnya.
Panji tidak bisa berbuat banyak, air matanya membanjiri pipinya, kemudian dengan sekuat tenaga ia melangkah pergi dari tempat itu. Dengan rasa bersalah yang begitu memuncak, Panji berlari dengan sangat kencang ke sebuah bangunan kecil yang tertutup. Setelah itu ia mulai berjongkok dan mulai menangis dengan hebat, ia sudah bermimpi akan berjuang bersama dengan Abyan, namun ia yang justru membunuhnya.
Tidak kuasa menahan suara Isak tangis yang begitu menyiksa, Panji dengan kesadaran penuh membuka pintu itu dengan lebar, langkahnya membawanya ke luar. Dan dengan kesadaran penuh juga ia berteriak dengan keras, "gue egois! Gue egois... Gue bunuh Abyan, gue bunuh temen-temen gue sendiri!" Teriaknya dengan lantang, mengundang zombie yang ada di sekelilingnya untuk datang.
Situasi kota begitu berantakan, bahkan populasi manusia yang masih sehat pun sangat kecil, karena kini sebagian besar penduduk kota adalah zombie. Keputusan Panji untuk menyerah bukanlah hal yang buruk, karena ia hanya seorang diri di kota penuh wabah zombie ini, bagaimana ia bisa hidup dan dibayang-bayangi oleh rasa bersalah atas meninggalnya teman-teman yang berjuang bersama dengannya selama ini. Selama 48 jam setelah virus zombie mulai menyebar, sudah menewaskan ribuan manusia. Tidak ada masa depan yang bisa diukir bersama. In another life.