Swastamita telah usai. Tapi aku masih di sini.
Masih menyimpan sisa hangatmu di dalam dadaku yang dingin.
Masih berharap suatu sore nanti, kamu pulang— walau hanya sebagai bayangan.
"Karena meski swastamita telah usai, aku.... masih disini"
Aku kembali lagi dengan menikmati sorenya langit yang kupandangi, tetapi tidak bersama dengan dia. Berbeda seperti dahulu, ditempat yang sama dengan separuh diriku. Separuh diriku kembali lagi dibawa olehnya. Dulu aku selalu menikmati sorenya langit yang indah dengan warna jingganya tak kala juga menikmati indahnya dirinya secara bersamaan, tetapi sekarang yang kunikmati hanya kesendirianku, hanya langit sore tanpa dia, hanya ombak yang dilaut bukan lagi ombak tentangnya.
Swastamita yang selalu ku pandangi, sekarang tidak ada lagi. Swastamita yang selalu kuabadikan didalam ceritaku, sekarang telah usai. Swastamita yang dikara, sekarang telah tiada.
Aku selalu melihatnya dari jauh, memandanginya tanpa berharap bisa menggapainya kembali.
Apakah harus kembali aku menceritakan sedikit tentang dia yang adiwarna sekali?
Abadi sekali dirinya didalam ceritaku. Abadi sekali dirinya didalam buku yang tulis. Abadi sekali dirinya dalam ingatanku. Mungkin akan selalu tentang di, dia yang membuatku jatuh pada keindahannya. Dia juga yang membuatku jatuh karena separuhku kembali lagi dibawa pergi olehnya.