3 tahun setelah Reno pergi.
Livia duduk di sudut bangku taman Larasari, tempat di mana Reno dulu pernah berkata sambil tertawa kecil:
> “Gue nggak minta dicintai, Liv… cukup dilihat aja udah cukup.”
Dan waktu itu, dia hanya tertawa balik. Biasa.
Karena dia nggak ngerti arti sesungguhnya dari kalimat itu.
Sekarang, Livia duduk sendirian.
Ditemani angin dingin dan satu amplop tua—surat yang dikirim oleh adik Reno, satu minggu sebelum Reno menikah.
Isinya… bukan undangan.
Tapi surat yang Reno tulis 2 tahun lalu, dan minta baru dikirim kalau Livia pernah mencarinya.
Dan hari itu…
Livia memang mencarinya.
---
Isi Surat Reno:
Livia…
Waktu kamu baca surat ini, mungkin aku udah beda.
Bukan lagi Reno yang dulu selalu ada, selalu nunggu kamu balas pesan,
selalu pura-pura gak sakit meski tiap malam nangis diam-diam.
Aku gak nulis ini buat bikin kamu sedih.
Aku nulis ini supaya kamu tau… aku pernah sungguh-sungguh.
Aku gak pernah marah kamu pilih orang lain.
Tapi aku kecewa, karena kamu gak pernah jujur soal hatimu.
Kamu bilang kita saling suka. Tapi kamu peluk orang lain.
Kamu bilang aku penting. Tapi kamu posting foto berdua,
sama pria yang baru kamu kenal setahun,
sementara aku jagain kamu dari jauh… lima tahun lamanya.
Tau gak, Liv?
Waktu itu aku gak pengen mati…
Tapi aku juga gak pengen hidup.
Karena semua alasan hidupku... udah duduk di pelukan orang lain.
Tapi sekarang, aku sudah sembuh.
Bukan karena aku lupa kamu. Tapi karena aku belajar…
beberapa cinta cuma hadir untuk membuktikan,
kalau kita layak mendapatkan yang lebih menghargai.
Aku mau nikah, Liv.
Bukan karena dia lebih cantik.
Tapi karena dia… gak bikin aku nunggu dalam sakit.
Dan kalau kamu tanya apa yang paling gue syukuri?
Bukan karena kamu pernah hadir…
Tapi karena kamu tidak memilihku.
Karena kalau kamu memilihku dalam kondisi hatimu yang ragu,
mungkin aku gak akan pernah benar-benar bahagia.
Sekarang... kamu boleh sedih.
Tapi jangan kejar gue lagi.
Gue udah bukan untuk kamu lagi, Liv.
Salam terakhir dari pria yang dulu cuma pengen dilihat…
– Reno
---
Akhir
Livia menutup surat itu pelan.
Air matanya jatuh diam-diam.
Ia menatap langit sore yang mulai jingga—warna yang dulu mereka sukai.
Dan saat dia membuka Instagram Reno untuk pertama kalinya dalam tiga tahun,
dia melihat sebuah video pernikahan:
Reno dan istrinya berdiri di altar, Reno tersenyum sambil menatap wanita itu.
Tatapan yang dulu Livia abaikan.
Tatapan yang kini bukan untuknya lagi.
Livia tersenyum kecil… lalu menangis.
Bukan karena dia ditinggal…
Tapi karena dia sadar:
> Kadang, yang paling kita sesali dalam hidup…
bukan orang yang kita cintai,
tapi orang yang mencintai kita sepenuh hati… dan kita lepaskan.