Sudah tiga bulan sejak aku terakhir melihat Dio. Tapi malam ini… aku tak kuat lagi. Aku ingin bicara. Aku ingin minta maaf. Aku ingin, sekali saja… memeluk dia dan berkata, “Maaf aku bodoh.”
Jadi aku putuskan malam ini, aku ke rumahnya.
Aku masih ingat alamat itu. Jalan Melati No. 11. Rumah kecil dengan pagar besi tua dan lampu teras kuning yang hangat. Rumah yang dulu sering aku lewati tapi tak pernah benar-benar masuk.
Hujan turun pelan saat aku berdiri di depan rumahnya. Tapi ada yang aneh…
Rumah itu gelap. Sepi. Tak ada motor Dio. Tak ada suara TV yang biasanya terdengar samar dari dalam.
Aku tekan bel beberapa kali.
Tak ada jawaban.
Tetangga sebelah keluar dari rumah, mungkin penasaran. Lalu berkata, “Kamu cari Dio?”
Aku mengangguk gugup. “Iya, saya temannya…”
Wanita itu diam sejenak. Lalu menatapku penuh iba.
> “Dia udah pindah, Nak. Sekitar sebulan yang lalu. Malam-malam dia angkat semua barangnya. Sendirian. Nggak banyak ngomong. Katanya mau mulai hidup baru, jauh dari sini. Gak ninggalin pesan buat siapa pun…”
Jantungku seperti jatuh ke lantai.
Aku mencoba tersenyum. “Ibu tahu pindah ke mana?”
> “Enggak, Nak… Dio nggak bilang ke siapa-siapa. Bahkan ibunya pun gak dikasih tahu. Dia pergi gitu aja.”
Aku terdiam lama di bawah gerimis. Rasanya seperti ditinggal mati oleh seseorang yang tak pernah benar-benar aku miliki.
Malam itu, aku duduk di bangku taman dekat rumah Dio, tempat kami dulu biasa berbicara. Di sana, di bawah hujan ringan, aku menangis… bukan seperti wanita yang kehilangan kekasihnya, tapi seperti seseorang yang kehilangan kesempatan terakhirnya.
Aku membuka ponsel. Kubuka kembali chat lama kami.
Pesan terakhir dari Dio…
> “Maaf ya, aku nggak bisa terus ada buat kamu. Aku harus jaga diriku sendiri sekarang. Jaga dirimu baik-baik, Ayla.”
Aku tidak pernah membalas pesan itu. Aku terlalu gengsi. Terlalu sombong. Dan sekarang? Pesan itu jadi seperti surat perpisahan yang tidak pernah sempat aku jawab.
Kalau kamu tanya apa yang paling menyakitkan di dunia ini?
Bukan ditinggal…
Tapi disadarkan bahwa seseorang pernah mencintaimu begitu dalam, dan kamu membiarkannya pergi tanpa pernah menghargainya.
Sekarang Dio tak tahu aku mencarinya. Tak tahu aku menangis di bangku ini. Tak tahu bahwa setiap hari aku berharap waktu bisa diputar.
Tapi waktu tak pernah menoleh ke belakang.
Dan seseorang yang sudah patah terlalu lama…
jarang sekali kembali.