Ada seseorang yang berNama Raka. Ia bukan pria sempurna. Ia hanya pria sederhana yang mencintai dalam diam, menunggu dalam doa, dan berjuang dengan sabar. Sejak lima tahun lalu, hatinya tertambat pada seorang wanita bernama Nayla—gadis yang pertama kali ia temui saat hujan gerimis di halte simpang Jiwa Raya.
Nayla, dengan senyumnya yang hangat tapi pandangannya yang selalu jauh. Ia seperti pelangi yang indah dipandang, tapi tak bisa disentuh. Raka tahu sejak awal bahwa Nayla adalah teka-teki yang sulit dipecahkan, namun ia tetap mencoba. Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun—Raka selalu ada. Menjemput saat hujan, mengantar saat malam, mendengarkan saat Nayla menangis karena pria lain, dan diam-diam menangis sendiri karena bukan dia yang Nayla cintai.
Nayla bukan tidak tahu perasaan Raka. Dia tahu. Tapi dia memilih berpura-pura tidak tahu. Mungkin karena dia nyaman tapi tak ingin terikat. Atau mungkin karena hatinya selalu condong ke pria lain—Gilang, pria yang penuh percaya diri, pandai berkata-kata, dan entah mengapa selalu berhasil menarik perhatian Nayla meski tak pernah benar-benar menetap.
Raka menunggu. Lima tahun. Lima tahun penuh harapan, patah hati, dan pengorbanan yang tak terlihat. Tapi pada tahun kelima, sesuatu dalam diri Raka berubah.
Ia berhenti.
Bukan karena tak cinta lagi, tapi karena akhirnya ia sadar: cinta sepihak terlalu menyakitkan jika terus dipaksakan.
Raka mulai menjaga jarak. Tak ada lagi pesan “Sudah makan?” Tak ada lagi tawaran mengantar. Tak ada lagi Raka yang dulu selalu hadir.
Nayla merasa aneh. Dia menatap ponselnya kosong. Tak ada lagi notifikasi dari Raka. Saat bertemu pun, Raka hanya tersenyum singkat lalu pergi. Tidak ada lagi percakapan hangat, tidak ada lagi perhatian kecil yang selama ini Nayla anggap remeh.
Lama-lama Nayla merasa hampa.
Barulah saat itu, Nayla sadar. Raka yang selalu ia pikir akan terus ada—akhirnya menyerah. Dan hatinya mulai goyah. Nayla mulai bertanya-tanya: Apakah selama ini ia terlalu egois? Apakah dia kehilangan seseorang yang sungguh mencintainya?
Tapi waktu tak bisa diulang. Raka kini berbeda. Dia masih baik, tapi hatinya sudah dikunci rapat. Untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Dan Nayla? Dia hanya bisa menatap dari jauh, diam-diam berharap Raka kembali. Tapi Raka tak pernah benar-benar menoleh lagi.
Cinta yang tak berbalas akhirnya harus dikubur. Bukan karena tak cukup kuat, tapi karena terlalu menyakitkan untuk terus dipelihara.