[Saat aku di dalam sana, ini terasa menegangkan. Mimpi ini aku memerankan 2 sudut pandang yang berbeda. Antara seseorang yang ku panggil ayah dan diriku sendiri.]
Terbangun di sebuah tempat yang familiar namun asing. Aku melihat diriku sedang duduk di bangku kelas sewaktu aku masih SMP. Tempat itu ramai, semua siswa bergerombol di depan pintu yang tertutup. Melihat sesuatu di luar, tampaknya ada keributan. Penasaran, aku ikut mendekat untuk melihat apa yang ada di luar sana.
"Ayah!" seru ku, sosok itu menoleh menatap ku.
Aku tidak melihat wajahnya, dia menggunakan tudung dari seragamnya, ceremonial robes. Sosok itu memberikan isyarat padaku untuk tetap di dalam. Sementara dia bertengkar dengan seorang pria, bahkan sesekali meninju wajah pria itu sampai lebam. Siswa lain bersorak dari dalam kelas, berisik, gundah, menyebalkan. Hingga beberapa saat kemudian, polisi datang dan langsung membawa ayah serta pria itu pergi. Mungkin diinterogasi atau semacamnya, karena membuat kekacauan.
Aku pun kembali ke bangkuku sendiri. Mengeluarkan beberapa kartu bergambar monster dan kartu aneh lainnya. Ah ya, meskipun tampak seperti dunia biasa, tapi mimpi ini sebenarnya bercampur dunia fantasi. Sementara aku adalah salah satu summoner di dunia itu. Skill ku juga lumayan, mengingat aku adalah anak angkat salah satu penyihir terbaik di akademi itu.
Saat aku melihat-lihat kartu yang kupunya, ada gadis yang entah siapa itu. Datang padaku, berdiri di depan mejaku sambil nyengir. Aku melihatnya heran, ada apa dengan anak ini? Kenal saja tidak. Tapi jika aku mengabaikannya, nama ayahku akan rusak karena aku tidak ramah pada siswa lain. Tiba-tiba dia angkat bicara.
"Oh ... Kamu anaknya? Kamu tau tidak, aku pacarnya lho. Bahkan kita sudah pernah melakukan itu bersama," ucap gadis itu dengan percaya diri.
Sial, dia mau memancing emosiku? Aku bisa tau dia menyeringai, seolah mengatakan, "aku tau rahasiamu, semua yang kamu sembunyikan dengan orang itu!". Namun aku menahan rasa kesalku yang meluap-luap itu, tatapanku tetap datar. Kupikir dia akan menyerah setelah itu, namun ternyata dia mulai menceritakan hal-hal yang membuatku naik darah.
Entah ceritanya benar atau salah. Dia menceritakan kedekatannya dengan ayahku, mulai dari hal normal sampai hal paling intim. Cemburu? Tentu saja sialan. Aku langsung berdiri, pergi meninggalkan kelas. Di belakangku, aku mulai mendengar gadis itu menceritakan pengalamannya pada yang lain, seperti sengaja merusak citra ayahku. Aku kesal, marah, pada gadis kurang ajar itu.
Membuatku murka hingga aku berjalan menuju arah bukit, di sana ada pabrik terbengkalai. Tempat ini ada di dunia nyata, bedanya bukan di bukit, melainkan ditengah sawah. Sebuah pabrik pengelola aspal yang berada tepat di belakang rumah ku. Tempat ini sepi, cocok untuk ku yang sedang marah meluapkan emosi. Aku mengeluarkan sebuah kartu bergambar portal dan bersiap untuk membuka kunci kartu tersebut. Namun, seseorang tiba-tiba menangkup tanganku dari belakang, aku menoleh ...
Di sini, sudut pandang berganti. Aku menangkup tangan seorang anak yang lebih pendek dariku. Di tangannya terdapat kartu bergambar yang kurang jelas di mataku. Namun di sana aku tidak marah.
"Ayah!" pinta anak itu.
"Biar aku yang melakukan, kembalilah!" ucapku.
Anak itu menurut dan langsung pergi. Aku ingat, dia menggunakan seragam berapa oren gelap, rambutnya hitam, tapi wajahnya tidak terlalu jelas kuingat. Setelah anak itu pergi, aku melepaskan segel pada kartu tersebut. Puluhan monster langsung keluar dari dalam sana, seperti semut mencari makan.
Sudut pandangku berganti lagi. Tiba-tiba aku sudah di dalam rumah, melihat keluar jendela. Dimana puluhan bahkan ratusan monster mulai menyerang. Anehnya, orang-orang bukannya lari justru malah penasaran. Seolah mereka terhipnotis oleh gerombolan monster tersebut, mereka mendekati sumber monster itu berasal. Tidak peduli saat mereka dimakan hidup-hidup, tak terkecuali aku. Aku yang penasaran perlahan ingin melihat, lebih dekat dan lebih dekat. Namun seseorang menarikku.
"Ayah, aku ingin lihat!"
Sosok yang ku sebut ayah itu menggeleng, mengisyaratkan tidak boleh. Namun aku yang bersikeras, akhirnya membuat dia mengalah. Dia menunjuk ke sebuah tempat yang dia kira aman lalu menunjuk dirinya sendiri. Artinya, dia akan menemaniku, aku pun setuju.
Kami berlari menuju tempat yang dimaksud meskipun beberapa kali dihadang oleh monster. Kami bertemu singa bahkan dikejar oleh gerombolan induk singa. Sampai akhirnya menemukan tempat aman untuk bersembunyi dan melihat gerombolan monster keluar dari portal. Tak jauh, juga tidak dekat. Aku melihat monster-monster itu bertarung satu sama lain memperebutkan daging manusia yang mereka dapat. Wujudnya berbagi macam. Lucunya, meskipun jantungku berdebar kencang karena takut, tapi aku juga kagum dengan pemandangan sadis itu. Sementara sosok yang ku panggil ayah tadi, sedang memegangi kedua pundak ku.
Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Entah darimana asalnya seorang bapak-bapak random berlari ke arah kami. Dia dikejar oleh shinigami yang sedang membawa sabit maut. Aku dan ayah menoleh, dan entah bagaimana, secara tiba-tiba aku melambaikan tangan ke bapak itu.
"Sini ... Sini ... Sembunyi sini!" pintaku, membuat ayahku terkejut.
POV kembali berganti. Aku terkejut saat anak ini tiba-tiba melambaikan tangan ke arah bapak-bapak itu dan berteriak. Shinigami itu pun menyadari lokasi kami, sementara bapak-bapak itu lari ke arah kami.
"Bocah ... Kita harus lari!"
Tanpa pikir panjang, aku langsung menarik kerah belakang anak itu. Berlari menuju hutan yang cukup gelap dan menurut ku aman.
POV berganti lagi. Tiba-tiba ayah menyeretku dari belakang, namun aku tidak merasa tercekik. Justru aku melihat bapak-bapak itu berlari juga ke arah kami, sambil di kejar shinigami. Pemandangan yang mendebarkan dan menakutkan. Ayahku langsung memelukku dan menurunkanku agar aku fokus ke depan. Kami berlari ke arah hutan, melewati semak belukar dan masuk ke dalam sebuah gubuk. Tempat itu gelap, sepi, engap. Ayah langsung menyalakan lilin dan merangkulku.
"Di sini aman, tenang saja! Aku bersamamu!"