Samudra tak terpetakan membentang luas, gelombangnya bergulung-gulung seperti tarian tanpa akhir. Di tengah lautan itu, seorang gadis berdiri di haluan kapal, membiarkan angin laut menerpa wajahnya dengan kebebasan yang jarang ia rasakan.
Di belakangnya, seorang pria muda dengan mata seperti permata laut memperhatikannya dalam diam.
"Apa kau pernah merasa seperti tidak tahu ke mana harus pergi?" tanya gadis itu, suaranya nyaris tenggelam oleh deburan ombak.
Pria itu tersenyum kecil. "Laut selalu tahu ke mana ia harus pergi, Catrina. Kita hanya perlu belajar mendengarkan."
---
Catrina tidak pernah membayangkan dirinya berada di atas kapal sebesar ini, melintasi perairan yang bahkan tidak tercatat dalam peta dunia.
Tapi di sinilah ia, berdiri di atas dek kapal milik Theodore, sang pangeran dari suku Duyung Lunar.
Saat pertama kali naik ke kapal ini, ia masih merasa canggung dengan Theodore.
Bukan karena mereka tidak berteman, tetapi karena Theodore adalah orang yang tenang—terlalu tenang dibandingkan dengan teman-temannya yang lain.
Sementara Catrina terbiasa berteriak, bertindak tanpa berpikir, dan menghadapi masalah dengan kepalan tangan, Theodore lebih suka mengamati, mendengarkan, dan menunggu waktu yang tepat untuk bertindak.
"Aku merasa seperti macan terjebak di dalam kandang," keluh Catrina, duduk di tepi kapal sambil mengayunkan kakinya.
Theodore duduk di sampingnya dengan senyum lembut. "Kau hanya belum terbiasa dengan ritme laut."
Catrina mendengus. "Aku tidak suka menunggu sesuatu terjadi. Aku ingin bertindak."
Theodore mengangkat bahu. "Terkadang, bertahan dan menunggu adalah tindakan itu sendiri."
Catrina mendelik padanya. "Aku benci filosofi ombakmu."
Theodore tertawa kecil. "Dan aku menyukai semangatmu."
---
Di malam yang sunyi, Theodore mengajak Catrina ke buritan kapal.
"Ikuti aku," katanya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Catrina mengangkat alis, tetapi tetap mengikutinya.
Mereka berdiri di ujung kapal, dan Theodore mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Catrina diam.
Dan kemudian, ia mendengar sesuatu.
Suara yang bukan berasal dari angin atau ombak.
Suara bisikan halus, seperti lagu yang dinyanyikan oleh dunia itu sendiri.
Catrina menoleh padanya. "Apa itu?"
Theodore tersenyum. "Itu adalah suara laut. Kau hanya perlu belajar mendengarkannya."
Catrina terdiam. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa ia pahami sepenuhnya, tetapi ada sesuatu yang menenangkan dalam suara itu.
"Bagaimana kau bisa mendengarnya dengan begitu jelas?" tanyanya.
Theodore menatap ke laut dengan mata yang dalam. "Aku telah mendengar suara ini sejak lahir. Ini bukan hanya suara ombak—ini adalah suara dunia."
Catrina terdiam.
Di saat seperti ini, ia merasa bahwa Theodore melihat dunia dengan cara yang sangat berbeda darinya.
---
Suatu malam, badai datang tanpa peringatan.
Angin menerjang layar kapal, ombak menghantam dek, dan seluruh kru sibuk berusaha menjaga kapal tetap stabil.
Catrina, yang tidak terbiasa dengan lautan, merasa kehilangan keseimbangan lebih dari sekali.
"Pegangan!" teriak Theodore saat kapal terguncang hebat.
Catrina mengeratkan genggamannya pada tali, tetapi ia merasa frustrasi.
Ia ingin melakukan sesuatu!
"Biarkan aku membantu!" teriaknya.
Theodore menoleh padanya. "Kau tidak tahu bagaimana menghadapi laut!"
"Aku bisa belajar!"
Theodore menatapnya selama beberapa detik, lalu akhirnya mengangguk.
"Dengar baik-baik," katanya dengan tenang meskipun badai mengamuk di sekitar mereka. "Lautan tidak bisa dilawan dengan kekuatan. Kau harus bergerak bersamanya, bukan menentangnya."
Catrina mengangguk, mencoba mengikuti petunjuknya.
Dan untuk pertama kalinya, ia mulai memahami sedikit tentang cara lautan bekerja.
---
Setelah badai berlalu, mereka duduk di dek kapal, kelelahan tetapi masih terjaga.
Catrina menatap langit berbintang, lalu melirik Theodore.
"Kau selalu seperti ini?" tanyanya.
Theodore menoleh padanya. "Seperti apa?"
"Cara berpikirmu. Tenang, penuh filosofi, mendengarkan dunia..."
Theodore tersenyum kecil. "Aku tumbuh dengan laut. Laut tidak berbicara dengan suara keras, tetapi ia selalu ada. Mungkin karena itu aku belajar mendengar lebih baik."
Catrina menghela napas. "Aku tidak seperti itu. Aku tidak punya kesabaran untuk menunggu atau mendengar sesuatu yang samar."
Theodore menatapnya lama.
"Kau tidak perlu mendengar dunia seperti aku, Catrina," katanya akhirnya. "Kau memiliki caramu sendiri untuk memahami dunia—dengan bertindak, dengan merasakan segalanya secara langsung. Itu bukan kelemahan, itu adalah bagian dari siapa dirimu."
Catrina menatapnya.
"Apa kau selalu sebijak ini?" tanyanya setengah bercanda.
Theodore tertawa pelan. "Mungkin. Atau mungkin aku hanya mengulang apa yang dikatakan laut padaku."
Catrina tersenyum.
Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa meskipun ia dan Theodore sangat berbeda, mereka bisa saling memahami dengan cara mereka sendiri.
---
Beberapa hari kemudian, saat kapal mereka mendekati tujuan berikutnya, Catrina berdiri di haluan kapal, membiarkan angin laut menerpa wajahnya.
Theodore datang dan berdiri di sampingnya.
"Kau tahu," katanya, "Angin dan ombak selalu bergerak bersama, tapi mereka tidak pernah benar-benar sama."
Catrina menoleh padanya. "Dan maksudnya?"
Theodore tersenyum. "Kita seperti itu juga. Kau adalah angin yang selalu bergerak maju tanpa ragu. Aku adalah ombak yang mengikuti arus dunia. Kita mungkin berbeda, tetapi kita menuju ke arah yang sama."
Catrina tertawa kecil. "Jadi kau mengatakan bahwa kita adalah tim yang baik?"
Theodore mengangguk. "Tentu saja."
Dan dengan itu, mereka terus berlayar, dua teman yang berbeda seperti angin dan ombak—tetapi tetap bergerak ke tujuan yang sama.