Timeline : Konflik di Ujung Sungai
____
Di dunia yang penuh bahaya dan misteri, seseorang seperti Aleandro sering kali dianggap remeh. Ia bukan pejuang terkuat, bukan penyihir terhebat, dan tidak memiliki gelar kebangsawanan seperti beberapa anggota kelompok lainnya.
Namun, jika ada satu hal yang Aleandro kuasai lebih baik daripada siapa pun, itu adalah kemampuannya menjaga keseimbangan di antara mereka semua.
Dan malam itu, keseimbangan itu diuji kembali.
---
Malam Setelah Pertempuran
Kelompok itu baru saja menghadapi serangan mendadak dari sekelompok bandit di perbatasan antara Kekaisaran Lian dan Kerajaan Merc. Meskipun mereka berhasil menang, pertempuran itu melelahkan.
Setelah menemukan tempat yang cukup aman di tengah hutan, mereka membuat perkemahan kecil.
Catrina sedang membersihkan pedangnya, Anari mencatat strategi di bukunya, Niana membalut luka kecil di lengannya, Rokan duduk bersandar di pohon dengan mata terpejam, dan Theodore sibuk memperhatikan suara-suara di sekeliling mereka.
Aleandro? Ia duduk santai di dekat api unggun, memakan apel yang ia temukan di tasnya.
“Apa kita harus terus berjalan besok pagi?” tanya Niana pelan.
Anari mengangguk tanpa menoleh. “Kita harus segera ke pelabuhan jika ingin mencapai Pulau Terapung sebelum Crimson Horizon muncul lagi.”
“Ugh, serius? Tidak ada waktu istirahat?” keluh Aleandro.
Rokan meliriknya. “Kau tidak bisa terus-menerus bermalas-malasan, Aleandro.”
Aleandro mengangkat bahu. “Aku tidak malas. Aku hanya menghargai hidup lebih daripada kalian semua.”
Catrina tertawa. “Kau lebih seperti seseorang yang terlalu suka membuat masalah.”
“Ah, itu pujian,” kata Aleandro sambil tersenyum lebar.
Anari menutup bukunya dan menatapnya tajam. “Jika kau punya waktu untuk bercanda, lebih baik gunakan untuk berpikir bagaimana kita bisa mempercepat perjalanan.”
Aleandro berpura-pura terlihat berpikir dalam. “Hmm… Bagaimana kalau kita menyewa kapal udara dari pelabuhan bawah tanah di Kerajaan Merc?”
Anari mendengus. “Itu bukan ide buruk, tapi juga bukan ide yang paling aman.”
“Siapa yang peduli tentang aman? Hidup ini penuh risiko, Nari,” Aleandro berkedip jahil.
Anari menatapnya tajam. “Jangan panggil aku begitu.”
Catrina tersenyum melihat interaksi mereka. “Tapi ide Aleandro ada benarnya. Jika kita bisa mendapatkan kapal udara, perjalanan akan jauh lebih cepat.”
Theodore menatap mereka semua dengan ekspresi tenang. “Jika kita memang akan melakukannya, kita harus berhati-hati. Aku mendengar ada banyak kelompok bajak laut yang beroperasi di sekitar pelabuhan bawah tanah.”
Niana menggigit bibirnya. “Kita sudah cukup menghadapi masalah, jadi kalau bisa menghindari konflik lagi, aku akan lebih memilih itu.”
Aleandro menatap Niana, lalu tersenyum kecil. “Tenang saja, Putri. Aku akan memastikan tidak ada yang menyentuhmu.”
Niana memerah sedikit, lalu berpaling.
Rokan menghela napas panjang. “Kenapa aku merasa akan menyesal mengikuti rencana ini?”
Aleandro menepuk bahunya. “Karena kau terlalu banyak berpikir, Rokan. Hidup ini harus dijalani dengan santai.”
Rokan mendelik padanya. “Dan kau terlalu ceroboh.”
Aleandro tertawa, tetapi dalam hatinya, ia menyadari sesuatu.
Di balik wajah serius dan ketegangan yang mereka rasakan, setiap anggota kelompok ini memiliki beban masing-masing.
Dan entah bagaimana, ia ingin memastikan bahwa beban itu tidak terlalu menghancurkan mereka.
---
Malam semakin larut, dan satu per satu mereka mulai beristirahat.
Aleandro tetap duduk di dekat api unggun, matanya memperhatikan rekan-rekannya.
Catrina, sang pemimpin yang selalu penuh semangat meskipun ceroboh.
Anari, strategis yang selalu berpikir jauh ke depan, tetapi terkadang lupa untuk merasakan saat ini.
Niana, penyembuh dan elementalis dengan hati lembut yang menyimpan kesedihan mendalam.
Rokan, prajurit gagah yang memikul terlalu banyak tanggung jawab.
Dan Theodore, si pria tenang yang selalu mendengarkan, tetapi jarang berbicara tentang dirinya sendiri.
Aleandro menarik napas dalam-dalam. Ia tahu bahwa dalam perjalanan ini, ia bukanlah pejuang paling kuat, bukan juga penyihir paling cerdas.
Namun, ia adalah orang yang akan memastikan mereka tetap bersama.
“Jadi, kau tidak tidur?”
Aleandro menoleh dan melihat Catrina duduk di sebelahnya.
Ia tersenyum. “Aku harus memastikan semua orang tidur dulu. Lagipula, aku tidak ingin melewatkan keindahan malam ini.”
Catrina menatapnya sejenak. “Kau selalu bertindak seperti tidak peduli, tetapi aku tahu kau memperhatikan kami semua.”
Aleandro mengangkat bahu. “Aku hanya tidak ingin kita berakhir seperti kelompok petualang lain yang akhirnya berpisah karena terlalu serius.”
Catrina tersenyum lembut. “Terima kasih, Aleandro. Karena selalu menjaga suasana tetap ringan.”
Aleandro berkedip. “Jangan terlalu serius, Kapten. Aku hanya ingin membuat perjalanan ini sedikit lebih menyenangkan.”
Catrina tertawa pelan. “Aku tahu.”
Mereka berdua duduk dalam keheningan, menikmati malam yang damai.
Aleandro tahu, perjalanannya bersama kelompok ini tidak akan mudah. Akan ada banyak pertarungan, banyak pengorbanan, dan mungkin ada saat-saat di mana mereka akan kehilangan sesuatu yang berharga.
Namun, selama ia masih bisa bercanda, selama ia masih bisa membuat mereka tertawa meski di saat-saat tergelap…
Ia tahu bahwa ia akan terus berjuang untuk mereka.
Karena meskipun ia adalah pengacau di antara mereka semua,
Ia juga perekat yang menyatukan mereka.
Dan dalam dunia yang penuh dengan misteri dan bahaya, mereka membutuhkan satu sama lain lebih dari apa pun.