Timeline : Pintu Masuk Kekaisaran Lian
___
Udara di ibukota Kekaisaran Lian malam itu terasa sejuk, diterangi oleh lentera berwarna emas yang menggantung di sepanjang jalan-jalan utama. Bangunan-bangunan tinggi dengan arsitektur megah menjulang di setiap sudut, menunjukkan kemegahan peradaban yang menggabungkan sihir dan teknologi.
Catrina, seorang gadis petualang berusia 16 tahun, berjalan dengan penuh semangat di antara kerumunan. Matanya berbinar melihat segala sesuatu yang baru baginya—pasar yang ramai, kendaraan sihir yang melayang di udara, dan berbagai ras yang bercampur di kota metropolis ini.
Namun, meskipun tampak terpesona, Catrina sadar bahwa ia berada di tempat asing tanpa tujuan yang jelas. Sejak meninggalkan desanya dan berlatih di bawah Reinhardt selama tiga tahun, ia kini melangkah ke dunia yang lebih luas. Keberaniannya membawanya ke sini, tetapi tanpa rencana, ia hanya berjalan tanpa arah.
Saat ia mencoba menemukan penginapan, tiba-tiba, sekelompok orang berpakaian gelap berlarian di gang sempit. Seorang gadis berambut merah muda yang tampak seusianya berlari di depan mereka dengan ekspresi serius di wajahnya.
Catrina, yang selalu bertindak lebih cepat daripada berpikir, langsung mengejar tanpa alasan jelas. Gadis itu tampak terdesak, dan bagi Catrina, itu sudah cukup menjadi alasan untuk ikut campur.
Ketika gadis itu berbelok ke gang buntu, Catrina melompat ke depan dan berdiri di antara gadis itu dan pengejarnya.
“Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi sepertinya kau butuh bantuan,” kata Catrina dengan senyum percaya diri.
Gadis berambut merah muda itu meliriknya dengan tatapan tajam, tetapi sebelum sempat berbicara, pengejar mereka menyerang.
Dengan refleks cepat, Catrina menghunus belatinya dan menangkis serangan pertama. Gadis itu, yang ternyata memiliki sihir yang kuat, menggunakan mantra telekinesis untuk menjatuhkan lawan dari kejauhan.
Setelah pertarungan singkat, para pengejar mereka mundur, menyadari bahwa mereka tidak akan menang dengan mudah.
Catrina berbalik, mengulurkan tangan. “Aku Catrina. Kau siapa?”
Gadis itu mendengus, seolah mempertimbangkan apakah ia harus menjawab atau tidak. “Anari,” jawabnya singkat. “Dan kau baru saja mengacaukan rencanaku.”
---
Setelah insiden di gang, Anari membawa Catrina ke tempat persembunyiannya, sebuah bangunan sederhana yang berfungsi sebagai markas guild informasinya.
Anari, yang baru saja menginjak usia 17, adalah pemimpin salah satu jaringan intelijen paling berpengaruh di Kekaisaran Lian. Meskipun terlihat sinis dan dingin, ia memiliki kepedulian yang mendalam terhadap orang-orang yang ia lindungi.
“Kau tidak bisa begitu saja ikut campur dalam urusan orang lain,” gerutu Anari sambil menuangkan teh. “Apa yang kau lakukan tadi nyaris merusak penyelidikanku.”
Catrina menerima cangkir teh itu dengan santai. “Aku hanya melihat seseorang dalam bahaya dan bertindak. Bukankah itu hal yang benar untuk dilakukan?”
Anari memijat pelipisnya. “Kau terlalu impulsif. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan menghunus pedang.”
Catrina tertawa. “Dan kau terlalu banyak berpikir. Kadang-kadang, kau hanya perlu mengikuti insting.”
Percakapan mereka berlangsung lama, dipenuhi dengan argumen kecil. Anari dengan logika dan perhitungannya, Catrina dengan semangat dan keberaniannya.
Mereka seperti dua kutub yang berlawanan—satu penuh perencanaan, satu penuh spontanitas.
Namun, di balik perbedaan itu, ada sesuatu yang membuat mereka tertarik satu sama lain.
Anari melihat dalam diri Catrina sesuatu yang langka—tekad yang tak tergoyahkan, sesuatu yang tidak bisa ditemukan di kebanyakan orang.
Sementara itu, Catrina melihat di dalam Anari seseorang yang meskipun cerdas dan kuat, sebenarnya merasa kesepian di balik dinding yang ia bangun sendiri.
Bagian 3: Misi Bersama
Beberapa hari setelah pertemuan pertama mereka, Catrina tetap tinggal di markas Anari. Awalnya, Anari merasa terganggu dengan kehadiran gadis yang ceroboh itu, tetapi lambat laun ia mulai terbiasa.
Suatu hari, Anari mendapat informasi tentang transaksi ilegal di pelabuhan kota. Seorang bangsawan korup tengah memperdagangkan artefak kuno yang memiliki kekuatan besar. Jika jatuh ke tangan yang salah, itu bisa membahayakan banyak orang.
“Ini bukan sesuatu yang bisa kau selesaikan dengan keberanian saja,” kata Anari sambil memperlihatkan peta lokasi.
“Kita perlu strategi.”
Catrina menyeringai.
“Mungkin, tapi kau juga butuh seseorang yang bisa bertindak cepat kalau rencanamu gagal.”
Setelah menyusun rencana yang matang, mereka bergerak di malam hari. Anari menyusup ke dalam gedung dengan tenang, mengumpulkan informasi, sementara Catrina bertindak sebagai pengalih perhatian jika ada penjaga yang mencurigai sesuatu.
Namun, seperti yang sudah diduga, sesuatu tidak berjalan sesuai rencana.
Salah satu pengawal bangsawan menemukan keberadaan Anari dan membunyikan alarm. Dalam sekejap, seluruh tempat menjadi kacau.
“Kita butuh rencana cadangan!” kata Anari panik.
Catrina hanya tertawa. “Rencana cadanganku adalah improvisasi.”
Dengan cepat, Catrina melompat ke depan, menantang para penjaga dan menciptakan kekacauan yang cukup bagi Anari untuk mencuri artefak tersebut.
Meski awalnya ragu, Anari mengikuti ritme spontan Catrina, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia membiarkan dirinya tidak terlalu terpaku pada rencana.
Saat mereka akhirnya melarikan diri dan mencapai tempat aman, Anari terengah-engah, tetapi matanya berkilat dengan rasa puas.
“Kau memang gila,” katanya sambil tersenyum kecil.
Catrina mengangkat bahu. “Dan kau terlalu banyak berpikir. Kita seimbang, bukan?”
Setelah misi itu, Anari mulai lebih menghargai cara Catrina berpikir. Meskipun masih sering bertengkar, mereka kini bekerja lebih baik bersama.
Suatu malam, di balkon markas guild, mereka duduk berdampingan, memandangi kota yang berkilauan di bawah mereka.
“Kenapa kau begitu yakin pada instingmu?” tanya Anari tiba-tiba.
Catrina berpikir sejenak sebelum menjawab. “Karena jika aku terlalu banyak berpikir, aku mungkin akan takut melangkah. Dan aku tidak mau menjalani hidup dengan penyesalan.”
Anari mengangguk pelan. Meskipun ia berbeda dengan Catrina, ada sesuatu dalam kata-katanya yang terasa benar.
Mereka berdua memiliki pendekatan yang berbeda dalam menghadapi dunia, tetapi di antara perbedaan itu, mereka menemukan persahabatan yang tak tergantikan.
Dan itu adalah awal dari petualangan panjang mereka bersama.
-----
Akhir Chapter Spesial 03