“𝗝𝗶𝗸𝗮 𝗮𝗸𝘂 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗻𝘁𝗮 𝗹𝗮𝗴𝗶,𝗺𝗮𝗸𝗮 𝗮𝗸𝘂 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝗹𝗮𝗵𝗶𝗿 𝗸𝗲 𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮 𝗶𝗻𝗶. 𝗔𝗸𝘂 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝗺𝗲𝗿𝗮𝘀𝗮𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗸𝗶𝘁 𝗱𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗷𝗮𝗺 𝗻𝘆𝗮 𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮 𝗶𝗻𝗶”
𝗔𝗴𝗮𝘁𝗵𝗮 𝗟𝘂𝗶𝘀𝗮 𝗔𝗶𝗹𝗲𝗲𝗻
Dibawah langit abu-abu yang muram, mobil BMW berwarna putih masuk kedalam garasi halaman rumah berlantai dua dengan gaya minimalis namun tampak sunyi . Dominan cat berwarna putih tulang, dengan beberapa tanaman bunga Aster serta bunga jasmin berwarna putih yang tampak sangat cantik dan harum di halaman rumah. Seorang wanita keluar dari mobil dengan tergesa-gesa dan langsung menarik putrinya dengan kasar keluar dari dalam mobil.
“Masuk ke rumah!”Helena menyentak putrinya, seraya menyeret putrinya masuk ke dalam rumah.
“Mama, sakit…” Lirih nya seraya bulir kristal bening luruh membasahi pipi.
Ucapan Aileen tak didengar oleh Mama nya, dia terus saja menyeret putrinya hingga masuk ke dalam kamar . Ia menghempaskan tubuh putrinya dengan kasar ,ke kasur, tatapan nya begitu bringas.
“AKU MENYESAL TELAH MELAHIRKANMU! SEHARUSNYA AKU GUGURKAN SAJA SAAT ITU DAN TAK MENGGUBRIS OMA UNTUK MEMPERTAHANKAN MU! .KAMU PEMBAWA SIAL! KALAU SAJA AKU TIDAK HAMIL KAMU,AKU TIDAK AKAN NGIDAM DAN MENYEBABKAN SUAMIKU MENINGGAL SAAT MENCARI BAKMI YANG AKU MINTA! DAN KARENA KAMU JUGA IBU KU MENINGGAL KARENA MENYELAMATKAN MU DARI TABRAK LARI ITU! SEKARANG KAMU HARUS TERIMA HUKUMAN NYA, KARENA SEMUA YANG TERJADI KARENA KAMU ADA!” Teriaknya dengan suara keras yang menggema memenuhi kamar Aileen.
“Renungkan semuanya,disini!” Berbalik badan hendak pergi, namun baru beberapa langkah Aileen membuka suaranya ,di tengah tangisan terasa menikam hati Aileen.
“Ma, apakah kamu tidak mencintaiku sama sekali ? Apa hatimu benar-benar tertutup untukku?cukup sedikit saja, apakah tidak bisa?” Ucap Aileen dengan suara rintihan menyayat hati.
Helena membalikkan tubuhnya, ia cengkram kasar dagu Aileen dengan sorot mata yang tajam,hingga tanpa sadar Aileen beringsut dari tempat tidur,dan terduduk di pantai.
“KAMU TANYA TENTANG CINTA? HAHA! … LUCU SEKALI.CINTA YANG KAMU TANYAKAN ITU,SUDAH TIDAK ADA LAGI UNTUKMU, KARENA KAMU TELAH MERENGGUT SEMUA ORANG YANG MENCINTAIKU,SEKARANG KAMU TIDAK LAYAK UNTUK MENDAPATKAN CINTA ,DARIKU” Sentak nya lagi.
Helena kembali menghempaskan tubuh putrinya hingga membentur kaki ranjang. Aileen sedikit meringis kala merasakan nyeri ditubuh nya yang juga terbentur lantai granit.
Tanpa rasa iba, Helena kembali berjalan dan langsung menutup pintu kamar Aileen dengan begitu keras. Aileen yang mendengar dentuman pintu pun langsung memeluk lutut nya dengan erat.
Manik matanya kembali berair, “Oma, kenapa gak aku aja yang pergi ,bawa aku juga omma. Mama, tidak bisa menerima ku, aku lelah Oma,”Gumamnya diiringi tangisan.
Aileen terus menangis hingga tanpa sadar ia tertidur ,sambil memeluk lututnya hingga jam digital menunjukan pukul 20:00 . Perlahan ia mengerjapkan kedua matanya, menetralisir cahaya remang di kamar tersebut.
Cahaya lampu luar masuk ke sela-sela gorden jendela. Perlahan ia beranjak dan mencuci wajah nya, entah mengapa tubuhnya terasa lelah, padahal tadi hanya menghadiri acara kremasi untuk pemakaman Oma , yang meninggal karena tertabrak mobil saat menyelamatkan nya .
Dengan langkah yang terasa berat, ia menghidupkan semua lampu kamar . Desain ruangan minimalis , dominan bercat putih tulang dengan beberapa lukisan terpajang rapi di tembok, pigura foto dari ia kecil hingga saat ini usia nya menginjak 18 tahun.
Ia duduk di tepi ranjang namun rasa gundah bergelut dalam hatinya. Manik matanya menelisik ke seluruh ruangan, hingga tatapan nya terhenti pada jendela .
“Aku bisa keluar lewat situ,” Gumamnya, seraya melangkahkan kaki menuju jendela.
Ia tarik knop jendela setelah berhasil membuka pengunci nya. Ia lihat nampak begitu tinggi untuk turun ke bawah karena kamar nya berada di lantai dua.
Namun kegigihan nya mendorong ia agar berani melompat, tepat saat ia lompat jatuh di atas rerumputan. Kakinya terasa sakit seperti nya terkilir , namun dia tetap berusaha untuk berjalan keluar dari rumah, lewat halaman belakang.
Ia berusaha menepikan rasa sakit itu hingga sampai di tempat yang dituju. Ia menyalahkan ponselnya yang sedari tadi ia genggam, menyambung kan headset lalu memutar lagu favoritnya.
Langkah kaki Aileen membawanya ke tempat yang biasa dikunjungi saat merasa sedih dan kesepian, ditemani langit malam tanpa bintang langit yang begitu gelap. Ia memejamkan matanya merasakan dingin nya angin malam yang terkesan , jauh lebih bersahabat dengan dirinya saat ini.
Waktu berlalu, malam pun terasa semakin sunyi dan gelap, kini hujan pun turun dengan membawa suara rintik hujan bak nyanyian merdu. Ia biarkan angin dingin menerpa wajahnya yang lembut menembus pori-pori. Hujan semakin lebat namun dia enggan untuk beranjak pergi, seolah hujan menenangkan jiwa yang sedang kalut.
“Kenapa kamu disini?” Tanya seorang lelaki bertubuh tinggi,hidung mancung,bibir tipis,wajah mulus tanpa ada bekas jerawat,dan alis nya yang tegas menambah kesan rupawan di wajahnya.
Sang empu tidak menjawab hanya mengulas senyum samar dan masih menutup kedua matanya.
“Pulang lah, disini terlalu dingin dan hujan semakin lebat. Nanti kamu sakit.”
“Untuk apa aku pulang? Mama belum mencintai ku, aku selalu salah dimatanya. Aku sakit pun Mama tidak akan peduli padaku, andai aku tidak lahir ke dunia ini ,pasti saat itu Mama gak ngidam bakmi malam-malam dan menyebabkan Papa kecelakaan .” Jawab nya menatap ujung rok span selutut, tangan nya meremas ujung vest yang ia kenakan.
“Kamu mungkin harus tau jika ini semua sudah takdir tapi , percayalah kehadiran mu sangat dinanti oleh kedua orang tuamu walaupun saat ini kamu belum mendapatkan kebahagiaan.”
Gadis itu sekedar tersenyum tipis menanggapi sahabat masa kecilnya yang bernama Pram Theo Saguna mencoba menghibur hati nya.
“Ai,kalau kamu tak mau pulang kerumah, pulang lah kerumah ku. Bunda pasti akan senang.”
“Tidak! Aku sudah merepotkanmu dan Bunda dari dulu hingga sekarang, aku harus bisa sendiri. Terima kasih Theo, karena kamu selalu ada untukku. Aku pamit pulang.” Beranjak dari kursi kayu ukiran di taman perumahan.
Theo menahan lengan Aileen, ia tau pasti sahabat nya itu tidak akan pulang ke rumah, melainkan mencari tempat yang baru.
“Jangan ngeyel, pulang lah kerumah ku. Aku tau saat ini Mamamu sedang mengurung dirimu ,dan kamu kabur dari rumah. Jangan memaksakan hati untuk terus kuat ,kamu masih manusia biasa yang butuh tempat bersandar. Anggap saja Bunda ku seperti Mama mu sendiri.”
Aileen memandang wajah khawatir Theo, ia tahu sorot mata itu menampilkan ketulusan serta kasih sayang dan cinta. Tatapan lembut seakan menghangatkan hatinya yang telah lama kedinginan.
“Sekali ini saja nurut sama aku.”
“Baiklah, aku akan pulang kerumahmu.” Jawab Aileen pasrah karena tak ada lagi tempat untuk nya tinggal saat ini.
Theo mengusap pucuk kepala Aileen pelan, “Baiklah kalau gitu, kamu duluan ke rumah,aku mau ke minimarket depan,ada sesuatu yang ingin ku beli,”Pamitnya.
“Baiklah,” Aileen menarik kedua bibirnya hingga terukir senyuman tipis.
Setelah mendapat izin, Theo menghampiri motor ninja berwarna hitam , ia memakai helm fullface lalu melambaikan tangan ke arah Aileen sahabat masa kecil nya.
Menyadari Theo sudah menjauh, Aileen beranjak dari tempat duduk ia berjalan santai keluar dari area perumahan. Sapaan ramah dari satpam yang menjaga pintu masuk perumahan hanya di balas dengan senyuman tipis.
Kakinya mulai melangkah jauh, hingga tiba di jalan raya yang ramai , tujuan utama adalah ke stasiun kereta api. Saat ini dia sangat merindukan ayahnya,walaupun dia belum sempat melihat bagaimana sosok sang ayah diwaktu hidup.
Setiap ia rindu pasti akan mengunjungi makam sang ayah karena beliau berbeda keyakinan sehingga dimakamkan di suatu tempat yang letaknya sangat jauh, hingga sampai di sana dia perlu naik kereta api.
Kedua manik matanya berbinar kala melihat stasiun sudah didepan mata, tepatnya di seberang jalan, menoleh ke kanan dan kiri lalu melambaikan tangan, guna memberi aba-aba jika ia sedang menyebrang.
Namun tiba-tiba saat ia hampir sampai di stasiun, ada mobil truk besar melaju dengan sangat kencang ke arahnya ,kecelakaan pun tak bisa dihindari…
Bruk…
Suara tabrakan beruntun setelah truk itu menabrak tubuh Aileen hingga terpental ke tengah aspal. Aileen merasakan tubuhnya seperti melayang sebelum kepala serta tubuhnya yang lemah membentur dingin nya aspal saat malam hari.
Bau anyir darah mulai menyeruak ke indra penciuman nya, ia merasa darah itu keluar dari kepala . Namun kedua manik matanya enggan terbuka, bahkan tubuhnya sudah mati rasa.
Dalam perjalanan pulang dari minimarket tanpa sengaja Theo melihat kerumunan, dia menghentikan motornya ditepi jalan, lalu ada seorang warga yang mengabarkan telah terjadi kecelakaan . Demi memenuhi rasa penasaran nya, ia turun dari motor dan menghampiri kerumunan tersebut.
Theo terkejut mendapati sosok wanita yang telah tidur dengan bersimpuh darah, terutama di kepala nya, wajah cantik itu kini terkena noda darah yang sangat berbau anyir.
Diambang kesadaran nya mulai menipis, Sayu-sayu ia dengar suara Theo menangis pilu,derai air mata yang deras membasahi pipi Theo saat memeluk erat tubuh Aileen.
“Ai, jangan tinggalin aku…”
“Maaf Theo … aku sudah tak sanggup lagi hidup didunia ini tanpa cinta dan kasih sayang dari Mama.” Batin Aileen sebelum ia benar-benar menutup mata untuk selamanya.
Jiwa Aileen meninggal kan tubuh yang sudah babak belur oleh luka, dari luka batin ataupun luka fisik. Hatinya yang kesepian tak kunjung mendapatkan kasih sayang dari seorang Ibu sejak ia lahir, hanya ada suara bentakan yang selalu ia dengar tiap hari.
Theo memeluk erat tubuh ringkih Aileen dengan air mata yang terus mengalir deras.
“Saya akan langsung bawa pulang sahabat saya, tidak perlu ke rumah sakit.” Tegas Theo di hadapan para polisi serta perawat dari rumah sakit.
Theo benar-benar membawa Aileen pulang kerumah dengan mobil ambulans namun ia tak disambut dengan ramah bahkan Helena mengusir Theo karena membawa jenazah Aileen yang penuh dengan darah.
“Pergi dari hadapan ku! Jangan bawa anak sialan itu ke hadapan ku!” Helena menyentak Theo,
“Ada ya… seorang Mama semacam Tante, membenci anak nya , sampai dia sudah tak bernyawa lagi … Kalau begitu aku akan mengurus dan proses kremasi Ai dengan layak,Tante tidak pantas untuk di panggil Mama!” Theo beranjak pergi membopong tubuh Aileen dengan sorot mata marah dan sedih.
Malam itu, setelah meninggal rumah Mama Helena, Theo dibantu beberapa pihak rumah sakit untuk mengurus persyaratan kremasi serta memilih tempat yang diinginkan untuk pelaksanaan sebagai rumah duka hingga selesai jam 00:00.
Keesokan harinya tepat pukul 09:00 pagi Theo benar-benar mengurus proses kremasi Aileen, ia terus saja menangis sambil memandangi foto Aileen di rumah duka .
“Kamu lelaki yang kuat sayang, ikhlaskan dia semoga Tuhan menerima amal baik nya.”Tutur Bunda sambil mengusap bahu anaknya pelan.
“Iya Bun, setidaknya dia sudah tak sakit lagi,”
“Ayo kita ke pantai untuk menyatukan jiwa Aileen dengan laut, agar jiwa nya tenang dan damai bersama alam yang memeluknya dengan hangat.”Ajak Theo pada Bundanya yang senantiasa tersenyum ke arah putra semata wayang nya.
Theo menganggukkan kepala, ia memeluk urne yang terbuat dari keramik berisi abu sahabat nya itu, ia dekap dengan erat. Diiringi beberapa orang di belakangnya yang membawa buket bunga lily putih dan kepingan bunga mawar merah, mawar putih.
“Tenang lah di sana Agatha Luisa Aileen. Kamu tidak akan merasakan sakit lagi, kamu tidak akan lagi bertanya (apa Mama mencintai ku?). Maaf aku belum sempat mengutarakan isi hatiku jika aku mencintaimu. Aku ikhlas kamu pergi, Bahagialah disisi Tuhan,Kututup kisahmu sampai disini.” Bisik hati Theo dengan bulir bening yang luruh membasahi pipinya.
“Aku mencintaimu Agatha Luisa Aileen!”