Jika ada orang yang rela mati malam ini aku adalah orangnya.
Bertahan dengan tubuh yang tak terurus. Menyusuri setiap jalan yang ada di kota. Kaki pincang yang selalu mengganggu kini sudah tidak ada, bukan karena keajaiban tapi menggantinya dengan sejumlah uang untuk bisa hidup. Menyeret tubuhku untuk datang ke sebuah tempat yang sudah lama tak ku kunjungi.
Tanganku terasa pegal lamanya. Begitu banyak mata yang melihat namun tak sedikitpun dari mereka membantuku. Aku terus melakukan itu. Menyeret tubuhku melewati berbagai bangunan yang tampak tua dan tidak terurus.
Sejenak aku berhenti. Memandang kagum sebuah bangunan yang menjulang tinggi, bangunan itu dikelilingi banyak orang. Seperti semut yang memperebutkan manisnya gula. Orang-orang itu berpakaian mahal. Jas hitam yang seragam, banyak wanita dengan pakaian yang belum pernahku lihat. Mereka adalah orang-orang yang beruntung begitu sialnya kehidupanku bukan bagian dari mereka.
Entah berapa banyak kendaraan yang terparkir di sana sebelum aku menatap salah satu kakiku yang buntung.
'Sudahlah, tidak ada gunanya di sini' Dan kembali aku menyeret tubuhku. Kali ini aku memasuki sebuah gang yang diimpit oleh rumah di kedua sisinya. Ini menyebalkan.
Yang kudengar hanyalah suara tawa dari sebuah keluarga yang harmonis. Berbanding terbalik denganku,sendirian berjuang untuk hidup. Semoga mereka cepat mati.
Gang sempit nan kotor, aku rasa ini adalah dunia yang berbeda. Tak ada seorang pun yang tinggal di sini, kecuali para tikus dan hewan menjijikan lainnya. Tempat ini aku menamainya "Jurang" hanya nama bodoh yang kupikirkan saat menemukan tempat ini dulu.
Sebuah foto tergeletak di sudut gang. Berisikan seorang gadis yang tengah tersenyum manis. Tak mungkin aku lupa siapa namanya.
AYU
Gadis yang bahkan menaklukan banyak pria dengan kecantikannya.
Disamping foto itu sebilah pisau yang terlalu bersih untuk ditaruh di lantai. Samar-samar bau tercium dari palu itu.
Bau pendosa yang tak bisa dimaafkan. Setiap aku melihat fotonya selalu merasa terhina.
Seharusnya aku tidak melakukan itu.
Seharusnya aku membantunya.
Seharusnya aku TIDAK MEMBUATNYA MATI
'Bukankah dari dulu aku selalu bilang padamu? Jangan pernah terlibat dengan orang seperti mereka. Dan sekarang siapa yang mau berteman denganmu selain aku?'
Dulu aku mengatakan hal itu padanya. Sungguh kejadian yang benar-benar sepele, Ayu disalah pahami merebut pacar seseorang yang populer di sekolah. Padahal aku tahu dia tidak mungkin melakukan itu.
'A-Aku... Enggak tahu bakal jadi kayak gini'
Rambutnya menjuntai ke bawah, dia menunduk ketika aku memarahinya. Dimulai dari sana sosok Ayu yang ku kenal hilang. Tak ada senyuman ceria yang menghiasi wajahnya. Hanya ada wajah masam dan penuh penderitaan. Hatiku tak tenang melihatnya seberapa aku berupaya membujuknya dia hanya membalas. 'Tak apa aku baik-baik saja' aku yang bodoh menerimanya tanpa bertanya lagi, mengira semuanya baik-baik saja.
Kejadian itu terjadi.
Di toilet putri ditemukan siswi dengan keadaan mengenaskan. Kepalanya pecah cairan merah mengotori dinding toilet. Tergeletak sebuah palu berlumuran darah.
Kejadian itu penuh dengan pertanyaan.
'Siapa yang melakukan hal sekejam ini?'
Tak ada yang menyangka bahwa si pelaku mendapat karma yang setimpal. Hidup melarat di jalanan dengan kaki kirinya buntung. Saat melakukannya aku tak terpikir membuatnya mati, hanya bernuat memberikannya sedikit luka agar dia mau mendengarkanku.
Sungguh sekarang aku sangat menyesalinya.