“Menyenangkan sekali.”
Rose mengangguk mendengar perkataan Kayra. Mereka sedang berbelanja di sebuah mall. Mereka membeli banyak sekali barang, mulai dari pakaian, peralatan make up, sampai boneka lucu. Dave dan Henry menahan kesal karena mereka disuruh membawa semua belanjaan dua gadis di depan mereka. Semenjak mereka lulus, Henry memutuskan untuk menikahi Rose. Meskipun Rose sangat manja, tapi dia tetap berusaha sabar. Dia jadi teringat akan adik-adiknya yang sekarang masih SMP. Henry mulai merindukan mereka semua.
Mereka berempat memutuskan untuk pergi ke sebuah restoran karena hari yang sudah menandakan waktunya untuk makan siang. Kayra dan Rose sibuk memilih makanan, sementara Dave dan Henry mulai bermain gunting-batu-kertas untuk memutuskan siapa yang akan membayar makanan mereka nanti. Terpaksa Dave yang melakukannya karena sudah kalah dalam tiga ronde berturut-turut. Kayra bangga memiliki teman yang ‘setia kawan’ seperti pria berambut hitam tersebut. Dave hanya pundung meratapi nasib uangnya yang mulai menipis. Kebetulan dia tidak membawa uang terlalu banyak dan baterai ponselnya hampir sekarat.
Rose merasakan ada sebuah keganjalan di antara mereka berempat. Dia mulai menyesap es tehnya sambil menatap sekitar. Iris merahnya tidak lepas dari posisi mereka saat ini. Tapi dia tidak menggubrisnya sama sekali. Dia melanjutkan minumnya sambil menonton perdebatan antara Dave dan Kayra. Dia pikir mereka berdua hanyalah teman, tapi ternyata sebenarnya mereka adalah sepupu. Itulah kenapa di akhir nama mereka, terdapat satu marga yang sama, yaitu ‘Alastair’.
“Omong-omong, aku penasaran seperti apa keadaan ‘mereka’ sekarang.”
Mereka semua terdiam mendengar pertanyaan Henry. Semenjak kejadian itu, mereka sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengan teman-teman Dewa dan Dewi mereka. Mereka mendapat kabar dari Hermes bahwa Hades telah dikembalikan ke alamnya sendiri dan pintu alam itu sudah tertutup rapat. Dia tidak akan bisa melakukan hal aneh lagi. Mendengar itu membuat mereka semua menghela nafas lega. Mereka tidak ingin berperang lagi. Sudah cukup dengan peristiwa itu. Tapi firasat Rose tetap saja tidak enak saat ini. Dia merasa ada yang tidak beres.
.
.
.
Di sisi lain, Lareyna baru saja keluar dari sebuah makam. Jalanan benar-benar sepi dilewati kendaraan. Beberapa menit yang lalu, dia sibuk mendoakan Bintang agar bisa tenang di sisi Tuhan. Alasan kenapa dia begitu peduli, karena Bintang adalah teman masa kecilnya meskipun lebih tua. Mereka sering bermain bersama sampai Lareyna beranjak menuju jenjang SMP. Bintang sudah tidak diketahui kabarnya sejak saat itu. Gadis itu mendapatkan kabar dari orang tuanya bahwa Bintang dan keluarganya pergi ke luar negeri. Dia benar-benar sedih mendengarnya karena Bintang adalah satu-satunya orang yang benar-benar mengerti perasaannya. Setiap kali dia disakiti, di situlah Bintang mulai beraksi. Dia sudah dianggap sebagai kakak oleh Lareyna dan gadis itu tidak percaya bahwa teman masa kecilnya sudah menjadi seorang rektor.
Lareyna akhirnya berjalan pergi dengan ditemani oleh awan mendung. Dia sendirian hari ini. Tidak bersama teman-temannya yang saat ini sedang berada di mall. Langkahnya terasa berat setiap kali menapaki jalan. Tubuhnya sudah tidak bertenaga sama sekali. Dia bisa mendengar ada suara dia pasang kaki yang melangkah mengikutinya. Saat dia mempercepat langkahnya, dia orang di belakangnya juga mempercepat langkah mereka. Barulah Lareyna memutuskan untuk berhenti dan membalikkan tubuhnya menghadap ke belakang.
Terlihat seorang pria dan seorang wanita menatapnya dengan lembut. Jarak mereka dengan Lareyna tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. “Ternyata hanya kalian, Tuan Hiperion dan Nyonya Theia.” Hiperion dan Theia adalah orang tua kandung Selene. Mereka sengaja menyamar menjadi manusia untuk mengikuti Lareyna. “Kami baru saja mengunjungi makam Bintang juga. Kami turut berdukacita atas kematiannya,” ucap Theia dengan nada yang sangat lembut. Hiperion mengangguk, mengiyakan perkataan istrinya. Lareyna tidak berkata apa-apa dan hanya menundukkan kepalanya. Theia yang paham langsung memeluk gadis itu. Meskipun Lareyna bukan anaknya, tapi Hiperion dan Theia sangat menyayanginya karena gadis itu telah menjaga jiwa dan kehormatan Selene selama dia di dunia. Lareyna tidak bisa menahan lagi, dan di mulai menangis di dalam dekapan hangat Theia. Tubuhnya bergetar hebat dan air matanya mulai menetes ke pundak Theia.
Tidak hanya ada mereka bertiga di sana. Dewa dan Dewi yang pernah bertemu dengan Lareyna dan teman-temannya juga ikut berkumpul. Endymion dan Selene adalah pasangan kedua yang memeluk Lareyna. Mereka tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang mereka sayangi. Apalagi mereka pernah berpisah karena Endymion yang disihir oleh Zeus untuk tidur abadi. Hera juga merasa sedikit terpukul melihat gadis kesayangannya menangis. Zeus mengusap kepala Lareyna dan mengatakan bahwa Bintang juga akan merindukannya nanti. Gadis itu hanya mengangguk tanpa pikir panjang. Thanatos-Sang Dewa Kematian-juga bertanggung jawab atas kematian Bintang. Dia bersumpah kepada Lareyna untuk selalu melindunginya, menggantikan posisi teman gadis itu. Setelah menyatakan sumpah matinya, Thanatos mulai masuk ke dalam tubuh Lareyna dan terdapat tanda bintang hitam di dahi Lareyna, tanda itu akan muncul ketika Sang Dewa Kematian sedang berusaha untuk mengambil alih tubuh pemiliknya. Zeus dan Poseidon mengatakan bahwa Hades telah disegel di Alam Bawah Sadar. Dia tidak bisa berulah lagi.
Lareyna lega mendengarnya. Dia tidak ingin ada lagi pertarungan antar Dewa. Setelah berbincang sebentar, mereka memutuskan untuk bubar ke tempat mereka masing-masing. Tapi Selene tetap berada di sana karena dia ingin berbicara dengan tubuh ke duanya. Dewi itu meneluk Lareyna dengan erat bahkan membuat gadis itu kesusahan untuk bernafas. “Terima kasih karena telah menjagaku. Aku sangat bersyukur bisa mengenalmu,” kata Selene. Lareyna menepuk punggung Selene dengan lembut. Dia mengerti maksud Selene.
Setelah lama berpelukan, Lareyna memutuskan untuk pergi. Dia mulai pamit dan berjalan pergi. Tapi tangannya dicegat oleh Selene. Tatapan gadis itu menjadi tatapan heran. Tiba-tiba Selene mengeluarkan sabit dari tangannya. Itu adalah senjata kesayangan Sang Dewi Bulan. “Karena yang lain sudah memberikan senjata mereka ke murid mereka masing-masing. Sekarang giliranku. Terimalah pemberianku ini. Sabit ini ku persembahkan untuk dirimu. Dan kau akan aku angkat menjadi pengawal pribadiku dan penjaga bulan.” Lareyna menerima sabit pemberian Selene dan mulai memperhatikannya dengan sangat hati-hati. Gadis itu baru saja akan mengucapkan terima kasih ketika Selene sudah menghilang. Dia tersenyum lembut dan mulai menyimpan sabit itu. Akhirnya dia meninggalkan jalan tersebut dan mulai menunggu bus yang akan datang di halte bus.
Dia menghela nafas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya yang masih sedih. Dia melihat ada seorang wanita yang duduk di sebelahnya dengan gaun hitam menutupi tubuhnya. Tidak lupa dengan topi dan sarung tangan hitam. Dia duduk dengan tenang tanpa ada sepatah katapun keluar dari mulutnya. Lareyna tidak menghiraukan itu dan mulai memainkan ponselnya. Dia mendapatkan pesan dari Kayra bahwa mereka sudah selesai dengan urusan belanja mereka dan akan segera menyusul Lareyna. Gadis itu mulai memberikan lokasi spesifiknya kepada temannya satu ini.
“Sepertinya kehidupanmu boleh juga.”
Lareyna menoleh ke arah wanita itu yang mulai berbicara. Seringainya membuat gadis itu sedikit ngeri. “Kau punya teman yang banyak dan mengerti perasaanmu, ya? Jadi iri deh.” Lareyna sudah merasa bahwa wanita di sampingnya sudah tidak waras. Sang gadis sudah bersiap untuk bertarung dan mulai mengeluarkan kekuatannya ketika dia mendengar ada yang memanggilnya dari belakang.
“YO! LAREYNA!”
Kekuatan Lareyna menghilang begitu saja dan kepala gadis itu menoleh melihat dua temannya yang melambai dengan riang. “Apa yang kau lakukan di situ?,” tanya Kayra. Lareyna baru saja akan menunjuk wanita yang ada dibelakangnya sampai dia tidak menemukan siapapun di sana. Hanya seekor burung gagak yang baru saja terbang. Kayra dan Dave menatap satu sama lain dengan heran. “Teman-teman...” Mereka berdua langsung menatap Lareyna dengan kompak. Tatapan gadis itu berubah menjadi serius.
“Hades belum sepenuhnya kalah.”
-BERLANJUT-