Namaku Nabila Anindita, aku seorang pegawai di sebuah kafe yang ada di kota kecil. Aku masih ingat sekali pertemuan pertama yang tak terduga dengannya.
Aku ingat hari itu, ketika aku bertemu dengan dia. Aku sedang bekerja sebagai barista di sebuah kafe kecil di pinggiran kota. Dia masuk ke kafe itu, dengan senyum yang menawan dan mata yang tajam. Seketika, aku langsung terpesona olehnya.
"Selamat datang di kafe kami," kataku dengan senyum menyambutnya.
"Terima kasih," jawabnya dengan suara yang lembut. "Aku ingin memesan kopi."
"Baik, tunggu sebentar," jawabku dan langsung membuatkan kopi pesanannya.
Aku melayani dia dengan baik, dan kami berbicara sedikit tentang cuaca dan kehidupan sehari-hari. Aku merasa ada sesuatu yang berbeda tentang dirinya, sesuatu yang membuatku ingin mengenalnya lebih jauh lagi.
Perbincangan kami cukup lama dan begitu banyak bahan bahasan yang kami bicarakan, sampai waktu pun berlalu da dia ijin untuk pulang.
Aku menatap kepergiaannya dengan tatapan yang sedikit sulit untuk ku jelaskan, aku menatap punggungnya yang perlahan berjalan menjauh dan hilang dibalik tikungan pertigaan diujung jalan.
Setelah hari itu, aku melihat dia beberapa kali di kafe. Kami berbicara lebih banyak lagi dari sebelumnya, dan aku merasa semakin dekat dengannya. Dia memberitahu aku tentang pekerjaannya yang sebagai seorang pengacara, dan aku memberitahu dia tentang impianku untuk menjadi penulis ternama.
Pembicaraan kami sudah mulai saling mengungkapkan segala isi hati masing-masing, kami merasa cocok, dan dia orangnya juga ramah dan gampang didekati.
Semakin hari, hubungan kami semakin dekat, kami sudah tak lagi jaim. Bahkan aku bisa tertawa lepas tanpa beban saat berbincang dengan dia.
Suatu hari, dia meminta aku untuk bertemu dengannya di luar kafe. Aku setuju, dan kami pergi ke taman kota. Kami berjalan-jalan dan berbicara tentang kehidupan kami. Aku merasa sangat nyaman bersamanya.
Tapi, aku mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dia kadang-kadang terlihat gelisah dan takut, seperti ada sesuatu yang menghantuinya.
Aku tidak berani bertanya terlalu jauh, karena aku pernah bertanya dia malah marah, dan sejak itu aku tak bertanya lagi. Aku hanya memberinya semangat saja.
Suatu malam, aku melihat dia berbicara dengan seseorang yang tidak kukenal. Mereka berbicara dengan nada yang rendah dan terlihat sangat serius, walau dari jauh, aku bisa merasakan ketegangan di antara mereka.
Setelah itu, aku mulai menyelidiki tentang kehidupan dia. Aku menemukan bahwa dia memiliki rahasia yang besar, sesuatu yang dapat membahayakan hidupnya.
Aku merasa takut dan bingung. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus meninggalkannya, atau aku harus membantunya?
Dalam kebingungan, aku pun tanpa sadar menghindarinya. Aku tak tau harus bagaimana lagi menghadapinya, karena jujur aku merasa takut juga kasian padanya.
Suatu hari, aku menerima pesan anonim yang mengancam aku untuk meninggalkan dia. Aku merasa takut dan bingung. Siapa yang mengirim pesan itu, dan apa yang mereka inginkan?
Aku mencoba untuk mengabaikan pesan itu, tapi aku tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Aku mulai merasa bahwa hidupku dalam bahaya.
Aku sering merasa seolah ada yang mengintai dan mengawasiku dari jauh, aku pun merasa was-was setiap kali pulang dari kafe.
Seminggu telah berlalu, aku menyadari bahwa aku telah jatuh cinta dengan dia, tapi aku juga menyadari bahwa cinta itu berbahaya. Aku harus memilih antara cinta dan keselamatan.
Namun, semakin aku pikir aku semakin ingin bertemu dengan dia. Aku pun mencoba memberanikan diri untuk menghubunginya dan mengajaknya bertemu.
Aku memutuskan untuk membantunya, melindunginya dari ancaman yang nyata. Kami bekerja sama untuk mengungkapkan rahasia yang tersembunyi, dan kami berjuang untuk hidup kami.
Tapi, apakah kami dapat berhasil? Apakah cinta kami dapat mengatasi ancaman yang nyata? Aku tidak tahu, tapi aku siap untuk berjuang demi cinta kami.
Setelah melalui berbagai tantangan dan bahaya, akhirnya kami berhasil mengungkapkan rahasia yang tersembunyi dan mengalahkan ancaman yang nyata itu.
Ternyata, ancaman itu berasal dari mantan pacar dia yang memiliki dendam kesumat karena ditinggalkan. Mantan pacarnya itu memiliki latar belakang yang kelam dan memiliki jaringan yang luas di dunia bawah, sehingga dia bisa mengancam kami dari berbagai sisi.
Tapi, dengan keberanian dan kecerdasan kami, kami berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk menjatuhkan mantan pacarnya itu. Polisi akhirnya menangkapnya dan dia diadili atas tindakannya yang kejam.
Dengan ancaman dan rasa was-was yang sudah teratasi, kami bisa bernapas lega dan menikmati kebahagiaan kami. Kami berdiri bersama, saling berpegangan tangan, dan menatap masa depan dengan harapan. Cinta kami telah diuji dan terbukti kuat, dan kami siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.
Kami memutuskan untuk memulai hidup baru bersama, jauh dari bayang-bayang masa lalu. Kami berjalan menjauh dari tempat itu, menuju cahaya masa depan yang cerah, dengan cinta sebagai panduan kami. Dan dalam pelukan satu sama lain, kami menemukan kebahagiaan yang sebenarnya.
"Aku cinta kamu," kataku dengan suara yang lembut.
"Aku juga cinta kamu," jawabnya dengan senyum yang manis.
Kami berdua tersenyum dan memeluk satu sama lain, menikmati kebahagiaan yang telah kami capai bersama.
Setelah kami berdua menjalani hidup bahagia, menikmati kebahagiaan yang telah kami capai bersama, aku melihat sesuatu yang membuatku terkejut. Di wajah dia, aku melihat sekilas ekspresi yang berbeda, ekspresi yang aku tidak pernah lihat sebelumnya.
"Apa yang salah?" tanyaku dengan khawatir.
"Tidak ada apa-apa," jawabnya dengan senyum yang kembali muncul di wajahnya.
Tapi, aku tidak percaya. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dan kemudian, aku melihatnya. Sebuah gelang yang dia pakai di pergelangan tangannya, gelang yang sama yang aku lihat di tangan mantan pacarnya yang aku lihat waktu itu.
Tiba-tiba, semuanya menjadi jelas. Dia bukanlah korban, tapi dalang di balik semua ini. Dia yang telah merencanakan semuanya, termasuk ancaman dan bahaya yang kami hadapi. Aku merasa seperti telah ditipu, dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
"Siapa kamu sebenarnya?" tanyaku dengan suara yang bergetar.
Dia tersenyum lagi, tapi kali ini dengan senyum yang berbeda. "Aku adalah orang yang kamu percayai," jawabnya dengan suara yang dingin.
Aku merasa seperti telah terjebak dalam permainan yang berbahaya, dan aku tidak tahu bagaimana cara keluar dari sana. Dan dengan itu, cerita kami berakhir dengan tidak terduga. Aku berakhir di rumah sakit dengan luka yang cukup parah akibat sabetan benda tajam dari dia, karena aku meminta putus dan mencoba untuk meladiri diri dari cengkeramannya.
Sidoarjo, 05 Juni 2025