Awalnya aku bersikeras tak mau datang buat apa?" Hanya akan menyiksa diri sendiri" , pikirku. Tapi
entah kenapa, siang itu aku duduk di depan kaca, membiarkan sepupu ku Cantika menyisir rambutku,dan menyerahkan gaun putih miliknya ,
"kamu pakai ini, ya" kerena jujur aku gak punya baju pesta,
" kamu pakai aja dulu" katanya
"kamu harus terlihat cantik"
"Cantik buat siapa??" Aku tak tanya.
Mobil Rangga sepupu ku melaju tenang tapi hatiku ribut, rasanya seperti akan menghadiri pemakaman bagian diriku sendiri.
Aku diam sepanjang jalan.
Rangga tahu dan dia tak banyak bicara hanya sesekali melirikku memastikan aku tak menangis' diam diam.
Begitu turun dari mobil kakiku rasanya kehilangan tenaga. Lututku seperti di Landa gempa kecil. Tapi aku paksa untuk tersenyum. ku paksa berdiri tegak. Kupaksa langkahku tetap anggun.
Rangga menggandeng lengan ku,
Bukan romantis' tapi suportif. Seolah bilang "kalau jatuh aku tangkap".
Aku melangkah ke ruang pesta dekorasi putih keemasan menyambut. Wangi bunga, musik pelan.
Lalu... Mataku menangkap sosok itu. Kau berdiri di pelaminan mengenakan jas abu abu yg dulu sering kau bilang tak cocok untuk mu, tapi hari ini justru membuatmu terlihat seperti mimpi yang tak lagi ku miliki.
Aku masih ingat tadi malam kamu berusaha mengejar ku, menarik tangan ku , bahkan memeluk ku, inginberbicara denganku , tapi aku aku tak memberi kesempatan karena buat apa, apalagi yg harus di bicarakan . Kalau hari ini nyatakan kau bersanding di pelaminan dengan dia.
Di sebelah mu,
Dia kini jadi istrimu perempuan yang kini menggenggam masa depanmu cantik. Anggun. Bahagia.
Aku mematung sejenak, nafasku sesak. Dunia seolah mengejek lewat suara tawa tamu undangan yang tak tahu hatiku sedang terbelah.
Dengan pelan aku melangkah ke kursi tamu . Duduk . Di hadapan ku ada ada piring berisi makanan , tapi rasanya tawar. Aku mengunyah tanpa rasa . Wajahku kosong. Mata ku menatap kemana mana tapi tak benar benar melihat . Hanya ingatan yang berputar. Saat kau masih bersamaku , kau bilang
" aku akan menunggumu " dan kau akan menjadikan ku istrimu dan saat saat terakhir sebelum semuanya berakhir.
"Ayo udah cukup" suara Rangga menyadarkan lamunan ku . Aku langsung berdiri, buru buru meletakan sendok. Menyela sudut bibir dengan tisu, dan berjalan ke pelaminan.
Aku tersenyum seadanya kau menyambut dengan formal "terimakasih udah datang" katamu pelan.
Aku mengangguk "selamat"
Jawabku, meski bibirku seperti tertahan beban berat .
Lalu aku menjabat tangan istrimu . Ia ramah . Tak tahu siapa aku. Dan mungkin , itu lebih baik.
Kami pun berlalu aku dan Rangga menuju mobil. Tak ada obrolan . Aku menatap luar jendela . Di luar, senja mulai turun tapi di dalam kepalaku cuma putih. Kosong. Hampa.
Pulang bersama Rangga . Diam tak ada kata. Tak perlu kata . Karena hatiku masih sibuk mengumpulkan serpihan yang tadi jatuh berserakan di lantai pesta itu.
Mungkin ini namanya kehilangan yang benar-benar selesai.
Selesai.