Perkenalkan namaku Arsa, anak gadis yang sedang menempuh pendidikannya di perantauan. Saat ini aku sedang berkuliah disalah satu universitas swasta di Bogor.
Langit Bogor akhir-akhir ini selalu menangis, entah kapan tangisannya itu berhenti. Aku sibuk memandangi sekitar, tidak ada tanda-tanda ini akan reda.
“Klik” bunyi payung yang baru saja aku buka. Ku langkahkan kaki menuju kampus yang jaraknya begitu dekat dengan kontrakan yang sudah aku huni selama 2 tahun belakangan ini.
Hari ini adalah hari ketiga aku mengikuti ujian Akhir Semester. Tidak tau kenapa, semangat untuk kuliahku menurun semenjak kelasku sebelumnya dibubarkan. Aku ceritakan sedikit, aku berkuliah dikampus swasta yang menyediakan kelas pagi, siang, dan kelas karyawan.
Aku awalnya dikelas pagi, tapi dibubarkan karena teman-temanku pindah ke kelas lain dan banyak yang sudah bekerja. Dan pada akhirnya karena sedikit orang, kelas itu dibubarkan.
Kembali lagi ke saat ini, ujianku ada dua mata kuliah. Jam pertama aku ujian tulis jam keduanya aku ujian lisan.
Dari berangkat aku sudah kesal duluan karena pulang kampus pasti dimalam hari. Kenapa aku sudah bisa menyimpulkan?. Karena diujian sebelumnya aku juga pulang dimalam hari. Lalu alasan yang membuat aku kesal, absenku ada diurutan tiga berakhir.
Hei bukannya nama kamu itu dimulai dari huruf A. Tapi tetap saja, dikampus setau ku sistem akan mendahulukan nama yang daftar duluan. Karena aku masuk ke kampus ini digelombang ke tiga. Jadilah nama absen ku pada tiga akhir.
Sesampainya aku dikampus tepat pada waktu yang sudah ditentukan, ternyata dosennya tidak datang. Karena beliau sedang sakit, jadilah beliau digantikan oleh staff yang bekerja dihari itu. Permasalahannya memang tidak ada, tapi rata-rata hampir semua anak kelasku, kesal dengan staff itu. Bukan karena dia, tapi karena temannya yang sesama pekerja dikantor tata usaha juga.
Pernah temanku cerita langsung dihadapkan kami semua.
“Pelayanannya Ga bagus banget, masa aku dicuekin sama Si Santi itu. Padahal aku udah baca salam sama nyapa, tapi ga dibales sama dia. Yang jawab malah staff lainnya, untung aja ada abg Sholeh yang mau bantuin aku nyari kartu ujian”. Ujar temanku Sandi
“Iya si Santi mah memang gitu, hampir semua mahasiswa fakultas kita ngomongin dia. Gara-gara ga profesional jadi orang, masa urusan personal dibawa-bawa ke pekerjaan”. Salah satu temanku yang lain menimpali
“Lah emang ada apa?”. Aku mendekat untuk dengar gosip yang akan disampaikan oleh temanku ini.
“ Jadi gue kemaren dengar gosip, kalau misalkan si Santi itu sedang dekat dengan salah satu mahasiswa yang ada di kampus. Nah, si cowoknya ini friendly banget dan gampang berbaur dengan mahasiswa-mahasiswi lainnya”. Ucap Sopian
“Eh tapi itu bener tau, soalnya temen gue pernah pergokin mereka sedang makan di kantin gitu”. Ucap Luna temanku dari bangku belakang
“ Eh jangan kenceng-kenceng apa lun, kalau kedengeran sama yang lain gimana!. tau sendiri dikampus kita banyak yang Cepu”. Luna hanya cengengesan ceramah dari Shopian
“Terus gimana yan”. Aku ingin mendengarkan gosip ini lebih lanjut.
“Nah, ternyata Santi ini bakal ngambekin orang-orang yang deket sama sicowok nya itu. Ga nentuin gender, dia bakal
nyulitin anak-anak yang masukin surat ke kantor, terus ngata-ngatain mereka. Terus juga nanti mereka bakal dijelekin ke staff yang lain”.
Aku merinding mendengar apa yang disampaikan oleh Shopian, Terlalu ke kanak-kanakan sekali. Bagaimana bisa dia tidak profesional, bahkan menyulitkan mahasiswa yang lain karena urusan personal.
“Lagian dia ga punya otak ya, dia kan digajinya sama kita. Sok-sokan nyulitin kita sebagai mahasiswa. Toh belum tentu juga si cowok itu mau sama dia”. Aku tertawa mendengar ucapan Luna itu.
“Ya gimana lagi, dia merasa punya power jadinya seenak jidatnya ke kita”.
Dari ucapan teman-temanku itu aku jadi tau, ternyata bukan aku saja yang pernah diperlakukan tidak baik oleh Santi.
Kalian pasti kaget, ya aku pernah fitnah oleh Santi ke dosen, staff, bahkan mahasiswa yang merupakan temanku sendiri. Aku sampai trauma untuk sekedar menginjakkan kakiku ke kantor tata usaha kampus kami.
Sampai-sampai kartu ujianku, aku minta tolong ke teman sekelas untuk diambilkan.
Ujian kami selesai dengan mood teman-temanku hancur, karena teman Santi ini juga ikutan menyulitkan kami bahkan ikut ngambek ga jelas ke mahasiswa lainnya.