Kevin masih ingat kenangan nya saat kecil, dia selalu merasa seperti tidak ada tempat di dunia ini. Orang tuanya sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan sering kali ditinggalkan sendirian di rumah. Saat mencoba untuk mendekati mereka, Kevin selalu dijauhkan dengan alasan yang tidak jelas.
Di sekolah, Kevin juga mengalami hal yang sama. Teman-temannya seperti tidak ingin bermain dengannya, dan Kevin sering kali menjadi sasaran ejekan dan bullying. Kevin merasa seperti tidak ada yang peduli dan mulai kehilangan harapan.
Seiring waktu, Kevin menjadi semakin terisolasi. Kevin tidak memiliki teman yang dekat, dan sering kali merasa seperti tidak dibutuhkan oleh siapa pun. Kevin mulai mengembangkan mekanisme pertahanan diri dengan menjadi semakin keras dan tidak berperasaan.
Kevin tidak lagi peduli dengan apa yang orang lain katakan tentang nya, dan mulai membangun tembok di sekitarnya untuk melindungi diri dari rasa sakit dan kekecewaan. Kevin menjadi semakin dingin dan tidak memiliki empati terhadap orang lain.
Namun, di balik tembok yang di bangun, Kevin masih memiliki hati yang rapuh dan terluka. Kevin masih merasakan sakit dan kekecewaan, tapi tidak tahu bagaimana cara untuk mengekspresikannya. Kevin merasa seperti telah kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi yang sebenarnya.
Suatu hari, Kevin bertemu dengan seseorang yang mencoba untuk mendekati dan memahami nya. Kevin merasa seperti tidak tahu bagaimana cara untuk merespons, karena telah terbiasa untuk hidup dalam isolasi. Tapi, orang itu tidak menyerah, dan Kevin mulai merasakan sedikit demi sedikit kehangatan di dalam hatinya.
Mungkin, Kevin tidak sepenuhnya tidak berperasaan. Mungkin, Kevin hanya perlu seseorang yang dapat memahami nya dan membantu untuk membuka hati nya kembali. Kevin tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi dia berharap bahwa dia dapat menemukan jalan untuk menjadi lebih baik dan lebih berperasaan.