Orang-orang bilang, luka kecil tidak perlu dikhawatirkan. Tubuh akan menyembuhkan dirinya sendiri. Tapi bagaimana jika ada sesuatu yang menolak untuk sembuh?
Aku tidak tahu pasti kapan semuanya dimulai. Mungkin sejak aku tergelincir di dekat kandang ayam tua milik nenek, saat kami membantu membersihkan halaman belakang. Hanya luka lecet di lutut. Sedikit darah, sedikit tanah. Aku membasuhnya asal saja, lalu menutupnya dengan plester dari laci dapur. Tidak kupikirkan lagi.
Tiga hari berlalu. Plesternya mulai menguning. Aku merasa sedikit gatal, lalu mulai lebih dari itu—seperti ada sesuatu yang bergerak di dalam. Tapi aku terlalu sibuk main, terlalu lelah sepulang sekolah, untuk benar-benar peduli.
Hingga malam keempat.
Aku terbangun dengan dada sesak dan napas pendek. Leherku basah oleh keringat. Kamar gelap, hanya ada cahaya merah kecil dari jam di pojok meja. Lututku terasa… berdetak. Bukan nyeri, tapi geli yang menetap. Seperti ada yang hidup di sana.
Kupikir cuma mimpi. Tapi saat kulepas perban, aku hampir tidak bisa bernapas.
Itu bukan luka lagi. Itu lubang.
Menganga kecil, merah di pinggir, gelap di tengahnya. Saat kutekan pelan sisi kulitnya, cairan bening keluar... lalu satu makhluk putih mungil menggeliat keluar, jatuh ke lantai. Lembek. Basah. Belatung.
Aku ingin teriak, tapi tak ada suara. Tubuhku kaku, mataku membelalak. Aku hanya bisa melihat makhluk itu perlahan merayap pergi, meninggalkan jejak licin.
Dengan tangan gemetar, kubawa cermin. Dan kulihat—di dalam lubang itu—ada lebih banyak lagi. Mereka bergerak pelan, saling bergesekan, seperti ulat-ulat kecil yang berbagi tempat sempit. Tidak ada suara. Hanya gerakan yang membuat perutku mual.
Aku muntah di tempat.
Di rumah sakit, mereka bilang itu myiasis. Infestasi larva lalat. Lalat bisa bertelur di luka terbuka, kata dokter. Terjadi kadang-kadang, terutama kalau lukanya kotor. Mereka mengeluarkan tiga puluh tujuh larva dari lututku. Aku melihatnya di nampan logam—putih, lunak, seakan meleleh.
Orang dewasa bilang semuanya baik-baik saja sekarang. Tapi aku tahu tidak.
Sudah dua minggu. Lututku memang sembuh. Tapi aku masih terbangun tengah malam. Kadang rasanya seperti dulu—ada yang bergerak. Kadang aku garuk tanpa sadar hingga berdarah.
Lalu semalam...
Aku merasa geli di tengkuk. Bukan gatal biasa. Rasanya… familiar.
Aku meraba pelan.
Dan di sana, tepat di bawah rambutku, kulitku terasa cekung. Lunak. Seperti… lubang kecil.