Senja mulai menua saat hujan turun, perlahan. Di sebuah cafe kecil di pinggir kota. Naila duduk sendiri menatap ke luar jendela. Butiran air hujan menari di kaca , seolah ingin menyampaikan sesuatu. Ia menggenggam secangkir cokelat panas yang perlahan mendingin seperti hati nya.
Empat Tahun yang lalu Naila pernah berjanji pada seseorang lelaki. Bukan janji selalu bersama tapi janji untuk tetap mengejar mimpi meski tanpa saling mendampingi.
"Aku ingin jadi orang sukses dulu, Naila.aku nggak mau kamu hanya jadi penonton dalam hidupku tapi aku juga nggak ingin jadi penonton dalam hidupmu" ucap Yeriko waktu itu, sebelum mereka berpisah dengan air mata dan harapan menggantung.
Naila menempati janji nya , ia tak menunggu dalam diam. Tak menangis setiap malam. Ia berdiri tegak, bangkit dari luka , dan terus melangkah. Hidup mengajar kan nya bahwa cinta sejati bukan soal memiliki , tapi soal mendoakan dalam diam dan mendukung dalam jarak.
"Hidup ini bukan tentang siapa yang paling cepat sampai tujuan, tapi siapa yang paling kuat bertahan di tengah badai"
Tulis Naila dalam jurnal nya suatu malam.
"Masih suka menulis?" Sebuah suara memecah lamunannya.
Naila menoleh, dan di sana seperti takdir yang diam diam menulis ulang skenario lama Yeriko berdiri. Masih dengan senyum yang sama. Tapi kini ada keteduhan yang berbeda di matanya.
"Aku tak pernah berhenti " jawab Naila pelan suaranya nyaris tenggelam dalam gemuruh hujan .
Mereka duduk berseberangan dan waktu seperti melambat .tak ada kata yang tergesa . Hanya dua hati yang saling bercerita lewat tatapan.
"Aku sering baca tulisan mu, kamu bukan cuma mengejar mimpi Nai, kamu memjelma jadi mimpi itu sendiri" ucap Yeriko, wajahnya tentang tapi matanya menyimpan gejolak.
Naila tertawa pelan" dan kamu masih pandai memuji"
"Tapi sekarang aku datang bukan untuk memuji. Aku datang untuk menepati janjiku "
Naila terdiam, jantung nya berdebar ,tapi ia berusaha tetap tenang.
" Kita pernah memilih jalan masing-masing Yeriko"
"Iya, dan sekarang aku memilih untuk kembali "
"Bagaimana jika aku sudah tak menunggu mu?"
Yeriko Tersenyum" cinta sejati tidak menuntut untuk di miliki. Ia hanya butuh untuk di yakini , kalau hatimu bukan untuk ku lagi, aku akan tetap bahagia karena kamu bahagia "
Naila menatap nya lama . Hujan masih turun tapi kini lebih tenang, seperti pertanda bahwa badai mereka telah usai.
"Kamu tahu?" Bisik Naila , dulu aku berfikir cinta itu harus selalu dekat. Tapi waktu mengajarkan Aku bahwa cinta yang paling kuat justru yang bisa tetap hidup dalam jarak."
"Mungkin kita harus berpisah dulu , supaya kita tahu seberapa dalam arti hadir satu sama lain tambah Yeriko .
Mereka saling tersenyum bukan semuanya pasti, tapi karena hati mereka kini mengerti.
"Kalau hari ini aku memulai lagi, kamu mau?" Tanya Yeriko
"Bukan memulai , tapi melanjutkan yang dulu sempat tertunda"jawab Naila mantap.
Cinta mereka bukan cinta yang sempurna, tapi cinta yang kuat karena luka . Dan kadang, luka bukan untuk di lupakan, tapi untuk di kenang sebagai bukti bahwa mereka pernah berjuang.
"Jika hatimu masih percaya, maka biarkan cinta ini tumbuh sekali lagi , kali ini tanpa jeda tanpa ragu."
Hujan berhenti , senja pamit. Dan cinta mereka akhirnya pulang.
Selesai