Hujan turun pelan sore itu, seperti tahu isi hati mereka. Aira duduk di bangku pojok cafe yang sudah sepuluh tahun tak ia kunjungi. Tempat yang dulu jadi saksi bagaimana senyum pertama nya jatuh pada Davi. Sekarang, tempat yang sama menyaksikan pertemuan dua orang yang telah memilih jalan masing-masing, tapi hatinya belum pernah benar - benar pergi.
Davi datang lima menit kemudian. Masih dengan jaket kulit kesukaannya . Tapi rambutnya lebih tipis sekarang, dan wajahnya lebih lelah. Namun bagi Aira , tak ada yang berubah. Hatinya masih berdetak kacau saat mata itu menatap nya.
"Kamu cantik" ucap davi , tanpa basa basi
Aira tersenyum tipis "kamu masih tahu cara menyakiti ku"
Davi tertawa kecil, getir, "aku nggak niat nyakitin, aku cuma jujur".
Percakapan mereka mengalir, tentang anak anak, tentang pekerjaan, dan tentang cinta yang tak pernah benar-benar mati. Cinta yang dulu tak sempat tumbuh dewasa karena di patah kan oleh restu yang tak datang.
Mereka sama sama menikah dengan dengan orang baik. Tapi setiap malam, sebelum tidur, satu nama tetap mengendap diam di dalam dada.
"Kokamu pernah bahagia dengan ku Ra?" Tanya Davi tiba tiba.
Aira menatap nya "aku belum pernah sebahagia itu lagi".
Hening.
Malam itu mereka tak langsung pulang. Mereka duduk berdua di dalam mobil Davi. Hujan membasahi kaca dan lagu lama mengalun Pelan. Lalu pelukan terjadi. Lalu ciuman masih terasa seperti dulu. Lalu dosa yang tak pernah mereka rencanakan, tapi juga tak bisa mereka tolak.
Seminggu berlalu, lalu dua Minggu dan mereka kembali bertemu. Sekali , dua kali . Sampai tak bisa di hitung lagi. Mereka tahu itu salah. Mereka tahu itu hancur . Tapi rasa itu terlalu dalam untuk di abaikan. Terlalu hangat untuk di lupakan.
Lalu semunya runtuh.
Pesan yang lupa di hapus. Parfum asing di baju Davi . Bekas air mata di mata Aira yang tak bisa ia sembunyikan. Kecurigaan menjadi tuduhan. Lalu jadi pertengkaran. Lalu jadi air mata anak anak yang tak mengerti kenapa ayah dan ibu tak saling bicara.
Davi di usir dari rumah. Aira di tampar kenyataan. Malam itu mereka bertemu untuk yang terakhir kalinya.
"Aku ingin bersamamu, " kata Davi lirih, dengan mata merah
"Aku juga ,"jawab Aira " tapi kita bukan tentang aku dan kamu"
"Aku mencintaimu Aira ..."
Aira menggenggam tangan nya erat, Dan aku akan mencintaimu... dalam diam dalam doa. Tapi tidak dalam hidup.
Mereka saling menatap. Tak ada yang ingin berdiri. Tapi dunia meminta mereka pulang. Bukan kepada cinta , tapi kepada janji.
Dan mereka pun pergi.
Berpisah bukan karena tidak cinta , Tapi karena terlalu cinta , hingga tak tega menghancurkan rumah yang telah mereka bangun.
Selesai.