Meskipun tidak ada respons nyata dari genggaman tangannya, Dika tidak melepaskan tautan itu. Justru, dia semakin menggenggam tangan Dhea dengan lebih erat, seolah menyalurkan seluruh harapan dan cintanya melalui sentuhan itu.
"Mungkin kamu tidak bisa mendengarku sekarang," lanjut Dika dengan suara yang sedikit lebih тегар, meskipun air mata masih mengalir di pipinya. "Tapi aku akan terus bicara. Aku akan terus menceritakan semua hal yang selama ini kita lalui, semua mimpi yang belum sempat kita wujudkan."
Dika menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kembali kepingan-kepingan kenangan indah tentang persahabatannya dengan Dhea.
"Ingat waktu kita nekat bolos kerja demi nonton konser band kesukaan kita? Kamu yang paling semangat nyanyi sampai suara serak, padahal besoknya kita punya presentasi penting. Aku yang panik, kamu malah bilang, 'Hidup itu harus dinikmati, Dik! Kerja keras, senang juga harus keras!'" Dika terkekeh pelan, membayangkan wajah ceria Dhea saat itu.
"Atau waktu kita berdua backpacking ke gunung? Kamu yang selalu ceroboh dan ketinggalan barang, tapi selalu berhasil membuat suasana jadi menyenangkan dengan lelucon-leluconmu. Aku yang selalu khawatir, kamu malah bilang, 'Santai aja, Dik! Alam selalu punya kejutan!'"
Setiap kenangan yang muncul semakin menguatkan perasaan Dika. Dia menyadari betapa besar pengaruh Dhea dalam hidupnya, bukan hanya sebagai sahabat, tetapi juga sebagai sumber semangat dan kebahagiaan.
"Kamu itu... unik, Dhe. Jahil, tengil, tapi selalu punya cara buat bikin orang lain tersenyum. Bahkan di saat-saat sulit sekalipun. Aku... aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa kamu."
Dika mengecup lembut punggung tangan Dhea, sebuah tindakan yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Itu adalah ungkapan cinta yang tulus, yang selama ini terpendam di lubuk hatinya.
"Kumohon, Dhea... kembalilah. Kembalilah padaku. Ada banyak 'keseruan' lain yang menanti kita. Dan... ada aku, yang ingin menghabiskan semua itu bersamamu. Bukan hanya sebagai sahabat..."
Suara Dika tercekat oleh emosi. Dia terus menggenggam tangan Dhea, berharap kehangatan cintanya bisa menembus dinginnya koma dan membangkitkan kembali semangat hidup sahabatnya.