" Setiap malam adalah penantian, dan setiap fajar adalah harapan "
Di malam yang tenang, cakrawala diliputi kegelapan yang dihiasi oleh cahaya rembulan yang remang dan gemerlapnya bintang-bintang. Angin berdesir lembut, memberikan kesan ketenangan pada malam itu.
"Bulan itu indah, bukan? Ia selalu ditemani oleh gemintang yang setia," ucap Selene, matanya yang cantik memandang ke langit yang dipenuhi bintang-bintang, bak pasir di tepi pantai.Di sampingnya, Caelorn tersenyum kecil, mencoba meresapi makna dalam setiap kata yang keluar dari bibir kekasihnya.
"Ya, bulan itu indah. Walau terkadang keindahan dan keberadaannya ditutupi oleh kabut malam yang kelam, ia tak pernah pergi. Ia selalu ada di sana, dan bintang-bintang itu setia menunggu keindahan bulan terwujud kembali," jawab Caelorn lembut. Mendengar itu, Selene kembali berbicara dengan pelan sambil menatap keindahan rembulan yang sempurna.
“Bulan dan bintang, mereka seperti kita. Dua cahaya yang berbeda, tapi tak pernah terpisah. Meski kadang fajar datang dan memisahkan mereka, atau awan menghalangi sinar mereka, mereka akan selalu bersatu. Begitu juga kita. Takdir telah mengikat kita sejak awal, dan meskipun ada halangan, rintangan, bahkan kegelapan yang kadang menyelimutinya, cinta kita tak akan terputus,” ucap Selene lembut, setiap katanya seperti melodi yang berpadu dengan hembusan angin malam.
Caelorn terdiam sejenak, menatap kekasihnya dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Ada rasa manis yang tak mampu ia jelaskan, begitu dalam hingga membuatnya kehilangan kata-kata
"Itu benar. Kau dan aku seperti sajak yang tak terpisahkan... mungkin," jawab Caelorn tenang, nyaris tenggelam dalam kesunyian malam.
“Tapi, pernahkah kau berpikir, Selene? Bahwa bintang tak selamanya menemani bulan? Bintang itu kecil dan terlihat rapuh. Meski tampak bersama, jarak mereka sebenarnya begitu jauh,hampir tak tergapai. Cahaya bintang itu pada akhirnya akan redup, menghilang, dan meninggalkan bulan sendirian,” kata Caelorn tiba-tiba, suaranya berubah lebih dalam dan serius. Pandangannya beralih dari langit, kini menatap mata Selene.Selene terdiam,sejenak terkejut mendengar ucapan Caelorn.
“Apa yang kau bicarakan? Aku ingin kita membicarakan hal-hal yang manis. Bukankah kita akan selalu bersama?” Selene terkekeh pelan, mencoba meredam kecemasan yang muncul dari kata-kata Caelorn. Bibirnya tersungging lebar,wajah Selene yang ceria terlihat begitu manis bagi Caelorn, seperti gula yang bisa ia kecap.
Namun, Caelorn memilih untuk diam. Ia hanya menatap langit malam, seolah mencoba menenangkan gelombang perasaannya sendiri. Malam itu masih indah, tetapi angin yang tadinya menenangkan kini mulai terasa dingin. Bulan dan bintang tetap menggantung di langit luas, namun kini terasa jauh, seperti dua cahaya yang perlahan redup.
Hari itu, keindahan malam berubah menjadi kenangan yang pudar. Selene kini berdiri di atas tanah yang basah oleh rintik hujan, memegang setangkai mawar merah yang segar. Di hadapannya, sebuah batu nisan berdiri, terukir nama kekasih yang dulu ia genggam erat di bawah langit yang sama. Langit yang dulu menjadi saksi janji mereka, kini tampak suram, seolah ikut meratap bersama Selene.
"Padahal belum lama kau mengucap janji di bawah langit malam bersamaku. Janjimu untuk bersamaku... bukan untuk menjadi kenangan terakhirmu,"ucap Selene lirih, suaranya bergetar, penuh emosi.Hatinya terasa robek perlahan, seolah diiris waktu yang tak lagi berpihak padanya.
Tak mampu lagi menahan rasa sakit yang menyesakkan dadanya,yang ingin berteriak ditengah rintik hujan yang membasahi tubuhnya,Selene berlutut di depan makam Caelorn, tempat peristirahatan terakhir bagi kekasih yang terenggut oleh penyakit yang tak bisa dilawan. “Jarak antara bintang dan bulan ternyata bukan kebohongan. Begitu jauh, tak tergapai… Semakin aku mencoba mengejarnya, semakin jauh rasanya bayanganmu, seperti angan yang hanya bisa dikenang” bisik Selene, suaranya nyaris tak terdengar di tengah hujan yang semakin deras. "Dan mungkin kau benar, Caelorn. Aku hanya bulan yang merindu cahaya gemintangmu muncul kembali ke dalam relik hatiku."
Air matanya mengalir deras di pipinya, bercampur dengan tetesan hujan yang tak henti-hentinya jatuh.Selene meletakkan setangkai mawar terakhir di atas tanah basah,di tempat di mana kegelapan malam yang suram itu mengambil cahaya bintangnya.Malam yang dulu penuh cinta kini terasa begitu suram dan gelap.
"Caelorn yang tersayang, mari kita bertemu di waktu perhentian, di suatu tempat di luar batas kehidupan fana, di mana kita bisa abadi bersama."
Selene terdiam sejenak, merasakan hujan yang menderu semakin deras, seolah ingin menyapu jejak-jejak kenangan mereka. Di bawah langit yang kehilangan gemintang.