Di ufuk senja, duka berbisik lirih, seperti angin merangkul tulang-tulang mati,
Bayang-bayang kelam menari-nari, mencengkeram jiwa yang terkurung dalam sangkar duka,
Hatiku layu, sekuntum bunga diinjak-injak badai, kelopak berhamburan dalam keputusasaan,
Rindu membuncah, banjir air mata tak pernah surut, menggenangi lembah hati yang gersang.
Engkau, rembulan terluka, terselubung awan kelabu, air mata membasahi bumi,
Mimpi sirna seperti debu diterbangkan angin, tak meninggalkan jejak,
Hanya bisikan angin, ratapan jiwa terbuang, menggema sunyi mencekam,
Kau menjauh, terbawa arus takdir kejam, bagaikan kapal karam tenggelam dalam samudra nestapa.
Setiap tatapmu, sebilah belati berlumuran racun, menusuk kalbu hingga ke lubuk paling dalam,
Keheningan berbisik, rahasia luka terpendam, seperti bisikan ular memikat mangsa,
Detak jantungku, irama duka tak berkesudahan, simfoni kesepian menggema di alam semesta,
Cinta tak terbalas, mahkota duri yang menusuk hingga ke sumsum tulang, tak henti-henti menyiksa.
Senja mewarnai angan sesaat, seindah lukisan pasir diterpa badai
Tinta air mata membasahi kertas usang, menjadi saksi bisu kesedihan tak bertepi,
Asmara padam, bara membeku dalam es abadi, tak pernah menyala kembali,
Tatapmu melayang, jauh di angkasa, seperti bintang tak terjangkau, meninggalkan hati begitu hampa.
Aku terhanyut, dalam samudra kesedihan tak bertepi, gelombang nestapa menghantam tanpa ampun,
Gelombang nestapa menghantam, seperti ombak raksasa menghancurkan perahu harapan,
Andai waktu berhenti, dalam khayalan semu, seperti fatamorgana menipu,
Namun takdir adalah rantai, mengikat jiwa terluka, tak pernah memberi kesempatan untuk bebas.
Kupanjatkan doa pada bayanganmu nan samar, seperti cahaya lilin hampir padam,
Cahaya redup, fatamorgana memudar, harapan sirna ditelan kegelapan,
Meski tak terbalas, hatiku terpaku pada bayangmu, seperti patung terpaku pada tempatnya,
Cakrawala sunyi, tempat kesendirianku bersemayam, seperti kuburan sunyi nan sepi.
Kerinduan mendalam, seperti jurang tak berdasar, menelan seluruh isi hati,
Cinta tak tergapai, permadani duka terbentang luas, tak pernah berakhir,
Tarian air mata tak berujung, mengukir luka abadi, bak ukiran pada batu nisan,
Di taman kesunyian, hatiku terus merintih, seperti nyanyian burung hantu di malam kelam.