Terdengar suara langkah kaki di lorong-lorong yang sunyi itu, seorang pria sedang berjalan menuju ke suatu ruangan.
Ia melewati banyaknya pintu, di balik pintu tersebut ia mendengar suara tangisan, teriakan, dan doa semua orang yang berada di lorong tersebut.
Pria tersebut melirik ke kanan kiri sembari menundukkan kepalanya, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu, jantungnya berdetak kencang, tanganya bergemetar, hembusan nafasnya mulai tidak beraturan. Sepertinya bukan pertama kalinya ia datang ke tempat tersebut, ini sudah kedua kalinya.
langkahnya terhenti di depan sebuah pintu, "Tok!! Tok!! Tok!!" Silakan masuk.. Pria tersebut masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Hai! Kamu datang lagi.." ucap seorang pria yang memakai jas putih menyapa pria tersebut dengan senyuman.
"Maaf, hari itu.. aku tidak bisa menceritakannya!!" ucap pria tersebut. "Tidak apa apa, saya mengerti ko perasaanmu. Semua orang yang datang kemari pun sama sepertimu, duduklah dulu!!.." jawab psikolog itu.
Pria tersebut menundukkan kepalanya, lirikan matanya mengarah ke bawah seperti sedang memikirkan sesuatu, "tenanglah dulu" ucap psikolog tersebut dengan senyuman.
"baik! apa keluh kesah mu, atau apa yang ingin kamu ceritakan" tanya psikolog tersebut dengan senyuman.
pria itu menarik nafasnya..
dan mulai menceritakan tentangnya,
"hari itu aku telah berumur tujuh tahun, tumbuh dengan banyaknya senyuman. Orang-orang mencubit pipi cabi ku, mengatakan semoga masa depanmu cerah.
Saat aku bermain di halaman depan rumah, aku melihat seorang anak laki-laki itu sedang berjalan menuju ke suatu tempat. Aku berpikir mengapa anak laki-laki itu menggendong tasnya dan memakai baju seragam merah putih berdasi.
anak laki laki itu tersenyum kepadaku, lalu ibuku bertanya kepadaku "nak, kamu mau sekolah tidak". Aku menjawab "sekolah? Mau.. Mau.. sekolah itu apa ibu" aku bertanya. "sekolah itu adalah tempat dimana kamu belajar memahami suatu hal dan dapat berteman dengan siapa saja" jawab ibuku. Aku hanya tersenyum mengiyakan tawaran ibu.
Beberapa hari kemudian..
Dengan penuh riang aku memasukan semua alat tulis ku, kedalam tas yang berwarna hitam keabuan itu. "ibu ayo pergi ke sekolah" ucapku dengan semangat. Ibuku hanya tertawa, lalu kami berangkat.
Hari pertama masuk sekolah itu sangat menakjubkan, dimana aku duduk diantara semua orang. saat itu giliran ku untuk memperkenalkan diri, "perkenalkan namaku ozi, umur ku tujuh tahun" ucapku sembari mengangkatkan kepalaku dan tersenyum.
Aku merasa saat itu, aku akan memiliki banyak teman, sehingga membuat ku berpikir untuk memulai pertemanan dengan mereka.
Saat itu aku hanya seorang anak laki-laki yang ingin tahu banyak hal, belum mengerti apa artinya dunia ini.
Hari demi hari aku lewati dengan penuh semangat, senyuman ku selalu memancarkan kebahagiaan. Aku merasa sangat senang pada saat itu, hingga 1 tahun berlalu.
Kini aku naik ke kelas dua, umurku delapan tahun. Hari itu aku sedang duduk di halaman depan kelas, tiba-tiba seorang anak laki-laki dan temannya datang menghampiriku.
"hei, banci" ucap salah satu dari mereka. "iya.." jawab ku dengan senyuman. Namun mereka pergi dengan gelagat seperti jijik kepada ku.
Memang sebelumnya aku selalu bermain dengan perempuan, itu pun saudara sepupuku. Namun sepertinya itu yang membuat perubahan dalam diriku sebagai seorang anak laki-laki.
Keesokan harinya mereka menghampiri ku lagi, namun kali ini berbeda. Di hadapan semua orang salah satu dari mereka berkata, "ges, asalkan kalian tau ya, dia itu banci hahaha.." mereka mengolok ku dan menertawakan ku di hadapan semua orang, aku hanya diam.
Mereka terus mempermalukan ku, tawaan itu membuatku muak. "ehh jadi lo banci ya, iuhh..". "dasar banci, jijik deh". "gua gak suka sama cowo yang lebay, lemah apalagi banci kaya lu.." ucap mereka.
Ucapan Itu membuatku merasa sangat hancur, hingga seketika aku tidak sengaja hampir mematahkan tangan salah satu dari mereka karena amarah ku yang tidak bisa ku kendalikan.
ia kesakitan, mereka mengerumuni anak laki-laki itu dan membawanya ke ruang uks "cepat-cepat bawa ke ruang uks".
Aku terkejut "apa yang aku lakukan". aku berusaha untuk meminta maaf kepadanya, namun sepertinya itu tidak didengarkan oleh mereka.
"tong dibaturan si eta mah, bencong" ucap yang lain. "iya jijik tau ga si, melukai orang lain ihh".
(dalam bahasa sunda yang artinya "jangan berteman dengan dia, banci".)
Berhari-hari aku selalu di olok dan di maki oleh mereka, bukan hanya secara lisan mereka mengolok ku, mereka juga membully ku dengan fisik.
Tidak ada yang menolong ku di saat itu, hanya sekedar menghentikan olokan itu pun tidak ada, apapun yang ku katakan selalu saja salah dimata mereka.
Tawaan itu, tatapan itu, teriakan itu membuat hatiku merasa sangat hancur, setiap malam aku selalu memikirkan "apa gunanya aku hidup di dunia ini, yang tadinya ku pikir aku akan baik baik saja, sekarang itu semua hanyalah sebuah mimpi yang tidak dapat ku gapai". Tidak ada yang mendengarkan tangisanku, ceritaku, bahkan hanya sekedar bertanya "apa kau baik-baik saja pun tidak ada".
sejak saat itu aku menjadi seseorang yang pendiam, mengurung diri di kamar yang gelap dan sunyi, bahkan setiap malam aku selalu berpikir "apakah aku bisa mengejar masa depan, apakah aku bisa seperti mereka, dan apakah aku bisa bahagia".
Di kehidupanku, aku selalu sendirian bahkan dari kalangan keluarga ku pun ada saja pertengkarannya. Aku hanya memiliki satu atau dua orang teman, namun itu pun jarang sekali.
Hingga suatu saat aku tidak ingin pergi ke sekolah, karena aku terlalu takut untuk bertemu dengan mereka semua.
"ozi, ozi bangun! Heh bangun OZI!!.." ibuku berteriak membangunkan ku untuk pergi ke sekolah, namun aku terus menolaknya. Aku tak memberikan alasan ku, mengapa aku tidak mau pergi ke sekolah. Sehingga membuat ibuku dan ayahku marah, mereka memukul ku dengan ujung sapu dan menyeret ku keluar rumah.
Dengan keadaan seperti itu, aku dilihat oleh semua orang. Tatapan mereka membuatku semakin takut, aku hanya bisa menangis sesenggukan.
Dalam hatiku bertanya "mengapa hidup ku begini, kenapa mereka tidak mau mendengar ku bahkan sekalinya ku bercerita hasilnya tidak seperti yang ku harapkan, mengapa aku dilahirkan" sembari menetaskan air mata.
Saat itulah aku memilih menangis tanpa suara, itu sangat sakit.. Sakit.. dengan apa yang terjadi pada diriku, aku memilih diam.
Hingga guruku mendatangi rumahku, karena sudah beberapa hari ini aku tidak masuk sekolah. Ibuku pun tidak tau alasannya mengapa anaknya tidak mau pergi ke sekolah, itu membuat mereka berpikir sepertinya ada masalah di sekolahnya.
"ozi, kenapa nak.. Kamu ga mau sekolah?" ucap guru tersebut, aku hanya terdiam dan menggelengkan kepala. "gapapa cerita aja ke ibu, apakah di sekolah ada yang menggangu mu nak?" tanya guru tersebut. Reaksi ku tetap tidak menjawabnya sembari menundukkan kepala ku.
Aku terlalu takut untuk mengungkapkannya, karena aku selalu berpikir "aku gak mau ada masalah dengan mereka semua, aku masih ingin berteman".
Hingga aku masuk sekolah, banyak pertanyaan yang dilontarkan kepada ku, aku hanya menjawab seadanya. selain itu mereka yang membully ku juga hadir di ruangan tersebut, namun mereka hanya mengatakan itu hanya sekedar candaan belaka.
Seketika hatiku merasa ini tidak benar, namun aku hanya bisa diam. Pada akhirnya itu semua diselesaikan hanya dengan berjabat tangan, hatiku berkata "aku bisa memaafkan kalian, tapi apakah kalian bisa mengobati luka yang sudah tergores?" sembari tersenyum.
Bukannya aku tidak mau menerima, hanya saja candaan itu membuatku hilang arah.
Aku hanya tersenyum dan berkata "aku masih belum mengerti apa artinya tumbuh"..