Seorang laki-laki yang sedang beristirahat di sela kerjanya duduk termenung menatap birunya langit yang sangat cerah.
Kepulan asap membumbung tinggi ke atas seolah mewakili harapan bahwa masalah yang di hadapi akan terbang menjauh dan tak membebani.
"Abang perhatikan sejak kemarin mukamu suntuk banget Dam, kenapa? Ada masalah?" tanya seorang laki-laki paruh baya yang merupakan seorang mandor.
"Iya bang, pusing aku tuh!"ujarnya sambil memijat pelipisnya.
"Oh...!"gumam mandor itu.
"Hah! Aku capek bang! Udah sepuluh tahun aku menikah dengan istriku, tapi sampai sekarang aku belum punya apa-apa!"
Mandor itu menoleh singkat.
"Belum punya apa-apa yang seperti apa? Motor, mobil, rumah?"
Lelaki bernama Adam itu mengangguk pelan.
"Jadi,kamu ngga merasa bersyukur sudah memiliki istri dan anak-anak yang sehat?"
"Bukan gitu bang!" Adam menggeleng pelan.
"Lantas?"
"Aku merasa capek ku ini sia-sia bang! Kerja banting tulang dari dulu tapi ngga punya benda apa pun. Rumah masih ngontrak ,kendaraan ngga punya. Apalagi kebtuhan anak-anak buat sekolah juga makin banyak!Tapi istriku boros banget bang!Dia sama sekali ngga bisa nyisihin sedikit aja uang belanja buat di tabung!"
Adam masih memijat pelipisnya.
"Seharusnya dia bisa nyisihin barang lima puluh ribu seminggu, minimal itu bang! Tapi selalu saja habis!Ibuku saja bisa lho!Padahal sama-sama ibu rumah tangga" Adam menggelengkan kepalanya.
Mandor itu belum menyahuti apa pun.
"Kadang pengen nyuruh istriku kerja aja bang. Bantu perekonomian kami.Tapi dia sepertinya ngga mau! Alasannya sudah capek di rumah. Bingung aku tuh bang!"
Adam menghela nafas panjang.
"Udah?"tanya sang mandor. Adam mengernyitkan alisnya.
"Kita ini laki-laki,Dam!Sudah kewajiban kita menjadi imam dan tulang punggung keluarga.Kalau istri kamu denger omongan kamu kaya gini,apa istri mu ngga sakit hati?"
"Harusnya ngga bang,karena ini fakta!"jawab Adam. Sang mandor mengangguk pelan.
"Kamu lihat ngga, istri yang kamu bilang boros itu punya apa? Perhiasan? Baju-baju bagus? Suka keluar terus kumpul-kumpul dengan dresscode cetar bersama teman-teman se-genknya?"
Adam menggeleng pelan.
"Jadi, boros yang seperti apa maksud kamu Dam?"tanya mandor. Adam tak langsung menjawabnya.
"Dam, istri mu jangan di samakan dengan ibumu. Dari jamannya saja sudah jelas berbeda kok! Dan istri juga mu tidak lahir dari ibu mu. Bahkan yang satu rahim saja belum tentu menuruni sifat hemat ibu mu. Apalagi istri mu yang orang asing?"
Adam menatap mandornya.
"Coba nanti kamu pulang,lihat seperti apa istri yang kamu sebut boros itu!"
Pak Mandor pun beranjak meninggalkan Adam yang masih termangu.
Sore pun tiba, Adam pulang dari proyek dengan mobil proyek yang ia bawa.
Sesampainya di rumah,anak-anak sedang mengaji di kontrakan samping. Adam pun masuk ke rumah mendapati sang istri yang tengah menjahit daster dan bra nya.
Perempuan bertubuh sedang itu tak menyadari kedatangan suaminya karena fokus dengan daster bolongnya.
Adam menatap beberapa tumpukkan daster yang sepertinya sudah selesai diperbaiki.
Ada rasa bersalah dalam hatinya, namun ia tepis karena seharusnya sang istri bisa menabung untuk membeli keperluannya sendiri. Masa iya ngga bisa beli?
Adam memilih duduk di ruang depan. Beberapa saat kemudian,ia mencium aroma masakan. Mungkin setelah menjahit tadi,sang istri menghangatkan sayurnya.
Adam pun ingin menghampiri sang istri untuk minta di buatkan kopi. Tapi langkahnya terhenti saat mendapati sang istri yang sepertinya sedang menelpon.
[Ngga mba, lain kali aja. Kebetulan aku mau pergi sama suami dan anak-anak]
Adam mencoba mencuri dengar obrolan istrinya itu yang mungkin sedang berbicara dengan salah satu walmur anaknya.
[Iya mba, maaf sekali!]
[.....]
[Iya mba, have fun ya!]
Usai menutup panggilan telepon tersebut. Lalu Adam melihat istrinya yang bengong. Tapi setelah itu ia melanjutkan menghangatkan masakan.
Adam masih belum beranjak dari posisinya. Lamat-lamat ia mendengar isakan istrinya.
Bahu kecil itu bergetar perlahan. Adam bisa menebak jika istrinya sedang menangis.
Namun tangannya terus bergerak di atas penggorengan.
"Astaghfirullah!"
Adam mendengar dengan jelas istrinya yang beristighfar.
Adam berusaha untuk abai dan pura-pura tak melihat apalagi mendengar isakan istrinya.
Ia berakting baru pulang bekerja dan menyapa sekedarnya pada sang istri sambil meminta kopi.
Adam pun ngeloyor masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Malam harinya satu keluarga Adam menikmati makan bersama di ruang depan yang hanya tiga petak itu.
Adam melihat ada tiga buah ayam goreng yang istrinya sajikan juga sayur sop yang di hangatkan.
"Ibu, kenapa sih kalo masak ayam selalu aja tiga biji. Kita kan berempat?"tanya si sulung yang berusia sembilan tahun.
"Ya kan Abang satu, bapak satu, adek bisa barengan sama ibu. Kalau satu Ade suka ngga habis kan? Lagi pula ibu ngga terlalu suka sama ayam" jawab perempuan itu sambil tersenyum.
Si sulung mengangguk pelan tanda mengerti. Adam menatap sekilas istrinya sambil terus menikmati makan malam mereka.
Usai makan malam, dua anak mereka sering mengajak Adam duduk di teras sambil bercanda. Sedang ibunya akan membereskan sisa makan malam mereka.
"Bapak mau ambil rokok dulu sebentar!" kata Adam. Kedua anaknya pun menurut dan menunggu bapaknya untuk ambil rokok di dalam.
Adam berjalan pelan karena ingin melihat apa yang di lakukan sang istri.
Benar saja, sang istri masih ada di depan bekas makan mereka. Adam melihat dengan jelas seperti apa sang istri yang sedang menggigiti sisa tulang bekas makan dirinya dan anak-anak.
Ada sesuatu yang siap meluncur dari mata Adam. Tapi ia berusaha menahannya.
"Eh, mau kopi lagi ya pak? Sebentar ya, ibu beresin ini dulu!" ujar sang istri yang bergegas membereskan sisa makan malam mereka.
"Ngga, cuma mau ambil rokok!"sahut Adam. Istri Adam pun mengangguk pelan. Ia membawa peralatan makan itu ke dapur.
Adam kembali memperhatikan punggung sang istri yang sedang mencuci piring di wastafel.
Tak sanggup menahan diri, Adam memeluk istrinya dari belakang. Sang istri cukup terkejut dengan pelukan tiba-tiba itu.
"Maafin mas! Terimakasih buat semua yang sudah kamu lakukan untuk keluarga kita. Maaf, belum bisa membahagiakan kamu dan anak-anak kita!"
Istri Adam menangis terharu mendengar ucapan suamianya. Entahlah, entah apa perasaan yang ia rasakan saat ini!
🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤
Pena hati seorang istri