Seperti biasa sebelum menuju ruang bersantai bersama keluarga Lilia berdiri menatap pantulan wajahnya yang menatap balik ke arahnya, rambutnya pirang keemasan dengan sedikit warna merah di ujung, meski ia sering di marahi oleh sang ibu tapi tampaknya ia tak mengubrisnya bahkan terus menlanjutkan aksinya tersebut dan tetap mewarnai rambutnya seolah peringatan itu hanyalah angin berlalu.
Namun Lilia melakukan itu bukan karena ia menentang orang tuanya melainkan ia hanya ingin mencolok ketika melakukan misi bebersih sampah tak berguna di lingkungan di bawah perintah organisasinya yaitu (Crimson Ravenclaw)
Hari ini sedikit spesial dari hari lainnya karena sang kakak akan merayakan ulang tahun ke-18, dan sebagai adik yang baik Lilia berencana membuat kejutan, tapi ternyata semua itu tak berjalan mulus.
Ketika Lilia menapakkan kakinya ke ruang keluarga, sang ayah serta ibu duduk seolah tengah merayakan rapat singkat antar keluarga.
Merasa penasaran Lilia langsung ikut nimbrung dan bertanya. “Serius amat dah, udah kayak di pengadilan nih~”
Sementara sang ibu Marlene hanya menghela nafas panjang. “Sepertinya kita gak bisa rayain ulang tahun kamu, Holy.” ucapnya setengah merasa bersalah. “Malam ini mama harus kerja lembur sementara papa kamu harus ikut tugas dinas selama beberapa—”
Tanpa sadar Lilia langsung memukul meja di depannya dengan keras bahkan kacanya sampai retak. “Tapi ini hari ulang tahun spesial kakak Holy, kenapa kalian selalu ada kalau hari penting kak Grisella? Apa bedanya?”
“Tenang, Lilia, ini bukan keinginan kita untuk pergi.” Kata Oliver, ayah Lilia akhirnya. “Kamu tau kan setelah perayaan besar lalu uang kita benar benar habis, jadi—tolong mengerti keadaan ekonomi keluarga.”
Di sampingnya Melody duduk dengan tatapan lembut, ai menepuk pundak saudari kembarnya. “Dengar Lilia, kadang situasi kayak gini gak bisa di kendalikan—”
Dengan kasar Lilia menepis tangan Melody dari pundaknya. “Jangan berpura-pura peduli, kamu, mama, papa dan Grisella sama aja, bisanya pilih kasih doang!!”
Sebelum pecah peeqng akhirnya sang kakak Holy angkat suara. “Aku gak apa apa kok, Lilia~lagian ini cuma ulang tahun yang gak penting!! Kita masih bisa bersama lagi kan??”
Tanpa mengatakan apa apa Lilia berdiri dari sofa dan berlari menuju ke arah pintu dan membanting nya dengan keras bahkan seluruh dinding kayu di rumah itu seakan bergetar hebat, membuat keluarganya sedikit panik.
Di luar Lilia merasa kesal dan geram, ia bisa saja mengeluarkan uang yang ia dapatkan sebagai anggota dari organisasi 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐞𝐥𝐚 𝐊𝐞𝐚𝐝𝐢𝐥𝐚𝐧 ‘Crimson Ravenclaw’ tapi ada sesuatu mengganjal hatinya.
Dalam kekalutan, Lilia menerima pesan singkat dari atasannya.
𝐋𝐢𝐥𝐢𝐚, 𝐡𝐚𝐫𝐢 𝐢𝐧𝐢 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐢𝐬𝐢 𝐩𝐞𝐧𝐭𝐢𝐧𝐠, 𝐡𝐚𝐛𝐢𝐬𝐢 𝐭𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭 𝐛𝐞𝐫𝐧𝐚𝐦𝐚 𝐄𝐭𝐡𝐚𝐧 𝐂𝐚𝐦𝐩𝐛𝐞𝐥𝐥, 𝐭𝐞𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐚𝐢 𝐦𝐢𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐝𝐞𝐩𝐚𝐧, 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐚𝐤 𝐚𝐝𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐥𝐢𝐡𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐣𝐚𝐥𝐚𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐬𝐮𝐚𝐢 𝐫𝐞𝐧𝐜𝐚𝐧𝐚 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠, 𝐡𝐚𝐝𝐢𝐚𝐡 $ 𝟕𝟓𝟎𝐫𝐢𝐛𝐮.
Setelah membaca pesan itu, Lilia merasa senang sekaligus bersemangat, mungkin ini bisa jadi cara ia melampiaskan amarahnya pada seseorang karena keluarganya memperlakukan sang kakak dengan semena mena.
Sebelum menuju ke tempat lokasi target berada, Lilia merenggangkan setiap inci ototnya agar tidak kaku saat bertarung nanti, kali ini ia berencana untuk tidak membuat rencana karena ia ingin membunuh siapa saja yang ia lihat tanpa terkecuali, karena baginya rencana hanya akan menghambat pekerjaannya.
‘Nunggu satu minggu? Kelamaan, kalau bisa bantai sekarang kenapa harus nunggu lagi.’ pikirnya, senyuman tipis mulai terbentuk di sudut bibirnya. ‘Ayo kita berdansa, Ethan.’
Dengan kemampuan gymnastic miliknya, Lilia berhasil melompat dari atap gedung untuk memperhatikan targetnya, hingga ia sampai di sebuah Mansion megah, sekelilingnya di penuhi peralatan canggih seperti CCTV dan lainnya, sangat jauh berbeda dari keadaan rumahnya.
Rumah Lilia sangat reot, bahkan sang ayah sempat menjual salah satu ssaudarnya hanya untuk mendapat rumah tersebut, jika dihitung saudaranya ada 9 namun kini tinggal 4.
Saat memperhatikan sekeliling Lilia mendapati bahwa meski di sana ada banyak CCTV, tapi juga ada bagian tak terjamah, ia pun menggunakan kemampuannya untuk menyelinap ke sana, tapi semua itu ternyata tak berjalan sesuai rencananya.
Secara tiba tiba seorang pria bertubuh kekar berdiri tepat di belakangnya, sosoknya terlihat lebih seperti algojo yang bekerja untuk mengeksekusi tahanan, saat itu Lilia berpura-pura tak melihat agar di anggap lengah.
“Hey, adik kecil~mau main sama om gak? Nanti om janji kasih permen yang banyak~” pria kekar itu mengangkat tangan dan berusaha menyentuh Lilia.
Dan tentu saja itu adalah kesalahan terbesar dari pria itu, dengan kecepatan tinggi yang bahkan hampir tak bisa dilihat orang normal, ia mencengkram tangan pria itu sampai berbunyi suara tulang patah.
Pria itu tersungkur memegangi tangannya, Lilia pun menarik belati kecil dari pinggangnya dan menebas secara horisontal ke arah perut pria itu yang membuat organ tubuh berceceran di tanah disertai darah menciptakan bahkan mengenai wajahnya.
Secara perlahan Lilia menatap mata pria itu dan menyentuh wajahnya, sementara tangan satunya terangkat ke atas langsung menusuk mata pria itu, tapi ia hanya tersenyum simpul.
“Ayo, teriak lagi~aku mau denger musik dari mulutmu~” Lilia berkata dengan nada manis, membuat orang berpikir kalau ia tengah menggoda. “Gimana rasanya?”
Pria itu berteriak bahkan sampai memekikkan telinga. “Agh...”
“Mantap anak manis.” ucap Lilia sambil berjalan mundur ke belakang.
Sementara satu tangan Lilia menarik belati dari lubang mata pria itu dan mengeluarkan matanya, dan memakannya. “Hmm...rasanya kayak—” ia mengunyah perlahan bahkan terdengar seperti suara ASMR.
Melihat kalau pria di depannya belum juga mati, Lilia membungkuk dan menyentuh perut dari si pria dan mengeluarkan ususnya perlahan dan menariknya seolah itu adalah tapi tambang, ia bahkan menikmati momen ketika mendengar jeritan yang semakin lama kian meredup.
“Yah~” gerutu Lilia sambil menyeka darah dari wajahnya. “Kok, om gitu? Udah mati aja? Padahal tadi ngajak main, ish gak seru, kan gak bisa denger teriakannya.” ia menggembungkan pipi seolah kesal.
Padahal Lilia berharap bisa memberikan rasa sakit lebih banyak, tapi kini ia bahkan merasa bosan, ia pun berdiri dengan bermandikan darah lalu memegang tubuh pria itu dan mengangkatnya, dengan satu hentakan kaki ke tanah hingga retak, ia berhasil melempar jasad pria iituske arah pendingin dan hancur hingga berkeping keping.
Darah, daging serta otak berhamburan memenuhi tempat di sudut mansion tersebut, membuat Lilia semakin bersemangat unutk menemukan targetnya walau ia berharap akan menemukan mainan lainnya di tengah jalan.
“Kakak Holy.” bisiknya pada diri sendiri. “Sepulang dari sini, aku bakal belikan hadiah ulang tahun, xixixixixixi.”
Suara tawa Lilia terdengar seperti psikopat gila yang tengah menikmati hari dengan memberikan warna merah di dalam mansion tersebut, ia mengambil salah satu senjata jarak jauh miliknya dan membidik beberapa CCTV dalam ketepatan presisi sempurna.
“Saatnya berdansa~” gumamnya sambil menari tak jelas menuju langsung ke arah pintu depan.
Dalam kecepatan tinggi bahkan tanpa bisa di sadari oleh para penjaga, Lilia menebas leher mereka bahkan sebelum sempat mengambil senjata untuk bertahan, dari serangan brutal gadis berusia 15 tahun itu.
Di depan keluarga, Lilia hanyalah gadis manis, rajin, kadang suka keras kepala, namun di balik itu semua ia adalah seseorang yang sangat menyayangi keluarganya, dan tak pernah memberitahu kalau ia sebenarnya sudah berhenti sekolah sejak berusia 12 tahun.
Setelah memastikan semua pengawal telah di bantai, Lilia melangkah dengan anggun dan berjalan menuju target utama, bahkan matanya seolah berkilat seperti warna merah bercahaya.
Suara derap langkah kakinya terdengar menggema di seluruh lorong yang kini telah kosong tapi di penuhi oleh mayat berserakan bersimbah darah, tapi ia tak peduli karena saat itu ada misi penting untuk di selesaikan yaitu mengeliminasi target-ke toko dan membeli hadiah-pulang.
Sangat simple kan??