Cerpen: "Ramadhan yang Berbeda"
Pada suatu sore di bulan Ramadhan, di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh sawah hijau nan luas, ada seorang anak bernama Aulia yang sedang duduk di depan rumah sambil memandangi langit senja. Seperti biasa, setiap tahun, Ramadhan selalu menjadi bulan yang penuh berkah. Namun, tahun ini sedikit berbeda bagi Aulia.
Tahun ini, Aulia merasakan kekosongan dalam hatinya. Sejak neneknya meninggal beberapa bulan lalu, semuanya terasa berbeda. Biasanya, nenek yang akan menyiapkan takjil dan bercerita tentang kisah-kisah indah masa lalu selama berbuka. Tapi kini, semua itu hanya menjadi kenangan.
“Aulia, ayo bantu ibu menyiapkan takjil!” seru ibunya dari dalam rumah. Aulia mengangguk, bangkit, dan mulai membantu ibunya di dapur. Walaupun tak ada nenek di sisi mereka, Aulia merasa seperti nenek masih ada, mengawasi mereka dengan penuh kasih.
Setelah semua makanan siap, Aulia dan ibunya duduk bersama di meja makan. Ketika adzan Maghrib berkumandang, mereka pun mulai berbuka dengan penuh rasa syukur. Aulia menyadari bahwa meskipun neneknya tidak lagi ada, ia bisa merasakan kehadirannya dalam setiap sudut rumah. Cinta dan kenangan nenek tetap hidup dalam setiap momen kecil mereka.
“Mungkin Ramadhan kali ini tidak seperti yang dulu,” Aulia berpikir dalam hati. “Tapi yang terpenting adalah kita tetap bersama, saling mendukung, dan berbagi kebahagiaan.”
Malam itu, setelah tarawih, Aulia duduk sendiri di halaman rumah sambil menatap bintang-bintang di langit. Tiba-tiba, ia teringat akan sebuah pelajaran yang diberikan oleh neneknya dulu. "Ramadhan itu bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang menahan emosi dan lebih mendekatkan diri kepada Allah."
Aulia merasa seperti nenek sedang berbicara padanya. Dia pun bertekad untuk lebih sabar dan berusaha lebih ikhlas menjalani Ramadhan kali ini. Meski ada rasa kehilangan, ia tahu bahwa Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki diri, memperkuat iman, dan merasakan kebersamaan dengan orang-orang tercinta.
“Ramadhan yang berbeda, tapi penuh berkah,” gumam Aulia sambil tersenyum, merasakan kedamaian di dalam hatinya.