Di tengah malam yang sunyi, di tepi danau yang permukaannya berkilauan seperti cermin perak, sekumpulan angsa putih berenang dengan anggun. Bulan purnama menggantung di langit, cahayanya jatuh lembut di atas air, menciptakan bayangan yang hampir magis.
Di antara kawanan angsa itu, ada satu yang berbeda. Ia menatap bulan dengan mata penuh kerinduan, seakan ada sesuatu di luar sana yang memanggilnya. Angsa itu menutup matanya, membiarkan cahaya bulan menyelimutinya. Perlahan, bulu putihnya memancarkan cahaya lembut, tubuhnya berubah—sayapnya memendek, lehernya mengecil, dan seketika, di tempat angsa itu tadi berada, seorang gadis berdiri dengan gaun putih yang mengalir bagai kabut.
Lian Bai menatap tangannya, jari-jarinya yang ramping bergetar pelan. Ia telah menjadi manusia.
Perlahan, ia melangkah keluar dari air, kakinya yang telanjang menyentuh rerumputan dingin. Malam terasa begitu nyata, begitu berbeda dari dunia yang ia tinggali selama ini. Ia tidak tahu bahwa di kejauhan, sepasang mata mengamatinya.
Ji Han, yang kebetulan berada di sekitar danau untuk mencari ketenangan, berdiri membeku di tempatnya. Matanya yang tajam menangkap pemandangan yang nyaris tak masuk akal—seorang gadis yang muncul entah dari mana, berdiri di tepi danau dengan gaun putih yang berkilauan di bawah bulan.
Angin malam berembus, membawa bisikan halus di antara mereka.
"Kau siapa?" Ji Han akhirnya bertanya, suaranya tenang namun penuh kewaspadaan.
Lian Bai menoleh, matanya yang bening seperti kristal bertemu dengan tatapan tajam Ji Han. Sesaat, ia tidak tahu harus berkata apa. Ia bukan manusia, ia tidak berasal dari dunia ini. Tapi... untuk pertama kalinya, ia merasakan sesuatu yang hangat di dadanya, sesuatu yang berbeda dari sekadar ingin kembali ke angkasa malam.
"Aku..." Bibirnya bergerak, suaranya selembut angin. "Aku... hanya tersesat."
Ji Han tidak tahu mengapa, tapi ada sesuatu dalam tatapan gadis itu yang membuatnya tidak bisa berpaling.
Dan di sanalah semuanya dimulai.
---
Lian Bai berdiri di bawah sinar bulan, gaunnya yang putih berkilauan seperti kabut di atas air. Angin malam membelai rambut panjangnya, membuat helaian lembut itu menari di udara. Ji Han masih menatapnya lekat, bingung sekaligus penasaran.
“Kau... tersesat?” Ji Han mengulang kata-katanya sendiri, sedikit ragu.
Lian Bai mengangguk perlahan. “Aku tidak tahu harus ke mana.”
Ada sesuatu dalam suaranya yang membuat Ji Han terdiam. Gadis ini tidak tampak seperti seseorang yang hanya tersesat di tengah malam. Pakaian dan kehadirannya terlalu asing, terlalu magis, seolah-olah ia bukan berasal dari dunia yang sama.
Ji Han menarik napas pelan sebelum akhirnya melepas jaketnya dan menyampirkannya ke bahu Lian Bai. “Dingin di sini. Ikutlah denganku.”
Lian Bai menatapnya, seolah sedang mencoba memahami sesuatu, lalu mengangguk. Ini adalah awal dari perjalanannya sebagai manusia—dan entah mengapa, ia merasa pria di hadapannya akan menjadi bagian dari kisahnya.
---
Hari-hari berlalu, dan Lian Bai mulai memahami dunia manusia. Ji Han, meski sering bersikap dingin, selalu ada di sisinya. Ia mengajarkan Lian Bai hal-hal sederhana—cara berjalan di jalan berbatu tanpa kehilangan keseimbangan, cara menikmati makanan manusia, dan cara tertawa tanpa alasan yang pasti.
Suatu hari, Ji Han membawanya ke taman kota. Lian Bai duduk di ayunan, kakinya mengayun pelan, sementara Ji Han berdiri di sampingnya, mengamati langit senja yang berubah warna.
“Ji Han...” Lian Bai memanggil namanya dengan lembut.
“Hm?”
“Apa kau pernah berpikir... bahwa kau mungkin saja bertemu seseorang yang seharusnya tidak kau temui?”
Ji Han menoleh, menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Kenapa bertanya seperti itu?”
Lian Bai tersenyum samar. “Karena aku merasa seperti itu. Aku seharusnya tidak ada di sini... tapi bersamamu, aku merasa dunia ini lebih nyata dari sebelumnya.”
Ji Han terdiam sejenak. Lalu, dengan gerakan yang lembut, ia mendorong ayunan Lian Bai perlahan. “Kalau kau merasa seperti itu, tetaplah di sini. Jangan pergi.”
Lian Bai menundukkan kepala, menggigit bibirnya. Ia tahu, suatu hari nanti, ia harus pergi. Tapi untuk saat ini, ia ingin menikmati kebersamaan ini.
---
Lian Bai dan Ji Han sering menghabiskan waktu di danau tempat mereka pertama kali bertemu. Ji Han tidak pernah bertanya lebih jauh tentang masa lalu Lian Bai, seolah ia takut jawaban yang ia dengar akan membuatnya kehilangan gadis itu.
Suatu malam, mereka duduk di tepi danau. Airnya berkilauan di bawah cahaya bulan, mencerminkan sosok mereka berdua.
“Ji Han...” suara Lian Bai terdengar lembut, tapi ada sesuatu yang berbeda dalam nadanya.
“Hm?” Ji Han menoleh, tapi matanya langsung menangkap sesuatu yang aneh.
Tubuh Lian Bai... perlahan mulai berpendar, seperti kabut tipis yang hendak menghilang.
Ji Han langsung berdiri. “Lian Bai? Apa yang terjadi padamu?”
Lian Bai tersenyum, tapi air mata jatuh dari matanya. “Waktuku sudah habis... Aku tidak bisa tinggal di dunia ini lebih lama lagi.”
Ji Han meraih tangannya, menggenggamnya erat. “Tidak. Kau bisa tinggal. Aku tidak peduli siapa dirimu, dari mana asalmu. Aku hanya ingin kau tetap di sini.”
Lian Bai menggeleng pelan. “Aku ingin tinggal... tapi aku tidak bisa melawan takdirku.”
Cahaya bulan semakin terang, menyelimuti tubuh Lian Bai. Perlahan, sayap-sayap putih transparan muncul di punggungnya, berpendar lembut. Ji Han menatapnya dengan mata yang mulai berkabut.
“Jangan pergi...” suara Ji Han nyaris berbisik.
Lian Bai menyentuh pipinya, menyeka air mata yang mulai jatuh. “Jika aku tidak ada dalam kasat mata, aku akan selalu ada di sisimu. Dan jika takdir menyatukan kita, aku akan kembali dalam pelukanmu.”
Cahaya itu semakin terang—dan dalam sekejap, Lian Bai menghilang. Hanya bulu angsa putih yang tersisa, melayang jatuh ke tanah.
Ji Han berdiri diam, menatap langit malam dengan tatapan kosong. Hatinya terasa hampa.
---
Bertahun-tahun berlalu, tapi bayangan Lian Bai tidak pernah benar-benar hilang dari ingatan Ji Han.
Suatu hari, saat berjalan di taman kota, matanya menangkap sosok yang familiar. Seorang gadis dengan gaun putih, sedang menari di atas panggung kecil. Gerakannya ringan seperti angsa yang melayang di atas air.
Ji Han membeku. Hatinya berdebar kencang.
Gadis itu berbalik—dan saat mata mereka bertemu, dunia seakan berhenti berputar.
Ia mengenali mata itu. Senyuman itu.
Lian Bai...
Tapi kali ini, ia bukan hanya ilusi yang diciptakan oleh ingatan. Kali ini, ia benar-benar ada.
Ji Han melangkah maju, mendekatinya. Gadis itu menatapnya dengan bingung, tapi ada seberkas kehangatan di matanya.
Mungkin... hanya mungkin... takdir memang mengizinkan mereka untuk bertemu kembali.
Dan kali ini, dalam dunia yang sama.
—TAMAT—
---