Hai, nama aku Raden Roro Yessica Ningrat. Yap, dari nama panjang ku pasti kalian tau kalau aku adalah cucu bangsawan keraton Jawa. Keluarga ku sangat menjunjung tinggi sisi kebangsaan. Aku selalu dididik untuk menjadi layaknya seorang putri keraton yang anggun dan menjaga martabat. Karena aku dididik terlalu keras seperti apa yang keluarga ku mau, aku menjadi selalu berjaga jarak dengan mereka, menutup diri dan tak ingin berbincang dengan mereka. Walau di dalam keluarga aku pendiam dan tak ingin berbincang berbincang, namun jika aku berada di sekolah, semua beban ku di rumah, terasa hilang, karena bertemu dengan teman teman. Walau hari hari ku di sekolah terasa padat dan berat, aku tetap menikmatinya. Karena beginilah hidup ketika duduk di kelas delapan, tepat satu Minggu lalu, usia ku bertambah menjadi 13 tahun.
Dan hari ini, aku bangun lebih awal untuk menyiapkan diri ke sekolah. Aku sangat menunggu nunggu hari ini, karena sekolahku mengadakan sebuah acara dengan beberapa sekolah di sekitar sekolah kami. Dan saat acara sekolah nanti, kelas ku akan menampilkan sebuah tarian jadi Jawa Timur, Banyuwangi yaitu tarian Gandrung. Namun, di hari menyenangkan ini aku malah mendapatkan sebuah masalah. Aku sudah mulai datang bulan!! Ini bukan waktu yang tepat untuk datang bulan. Aku tak tahu harus melakukan apa, dan aku mencari tahu beberapa informasi tentang datang bulan pertama di internet. Aku sudah beberapa menit di kamar mandi tapi tetap tidak mendapatkan jawaban, aku berpikir keras. Namun pikiranku seketika boyah karena ibuku yang mengetuk pintu kamar mandi, “Yessica, ayah udah siap, ayo segera mandinya. Nanti telat” “Iya Bu, sebentar lagi” jawabku dari dalam kamar mandi. Aku pun melihat sekeliling, mencari barang yang sekiranya dapat membantu. Aku melihat ada pembalut, dan sepertinya itu yang aku butuhkan!. Akhirnya aku keluar rumah dengan percaya diri, dan dengan siap menjalani hari ini.
Acara hari ini berjalan lancar, sampai tak sengaja aku bertabrakan dengan salah satu murid dari SMP Kristen Loyola. Aku tak sengaja menumpahkan minuman yang kupegang hingga baju ku basah. Dia memberikan jaketnya untuk ku, “lain kali hati hati ya” pesannya. Aku menahan tangannya dan bertanya “siapa nama kamu?” “salam kenal, Gino” cowok itu berhasil menarik perhatian aku. “Jaket kamu gimana?” Tanya aku membuka obrolan lebih lama. Dia menulis alamat rumahnya di kertas lalu memberinya pada ku. “Kirim aja jaketnya ke sini” dia pun pergi. Kedua sahabat ku, yaitu Danica dan Carly datang dengan membawakan sepotong kue strawberry untuk ku. “Jaket dari siapa nih?” Tanya Carly melihat jaket yang aku gunakan. Aku menjawab, “Dari Gino, murid dari SMP Kristen Loyola. Dia keren banget woi” “ohh Gino, dia emang keren sih. Dia kan populer, bahkan sampe ke sekolah sekolah lain” jelas Carly sambil melihat ke arah Gino yang berjalan pergi. “Tapi kok aku gak tau sih?” tanya ku pada teman teman ku. “Makanya yes, sering sering ikut event di sekolah sekolah” ledek Danica pada ku. Seketika perut ku terasa sakit, terasa keram yang tak biasa. Teman teman ku menyadari aku yang kesakitan, mereka bertanya ada apa dengan ku. Aku menjelaskan bahwa ini hari pertama aku datang bulan. Mereka memberi berbagai jenis pembalut yang nyaman dan anti bocor, serta beberapa tips. Aku merasa senang karena mendapatkan arahan dari mereka. Namun, tiba tiba pembawa acara memanggil ku dan teman teman ku untuk segera bersiap ke belakang panggung karena sebentar lagi kita akan tampil.
Di tengah tengah penampilan kami, tiba tiba Danica menyenggolku dan berbisik sekilas “ke toilet sekarang, lu nembus” ucapnya dengan suara kecil. Aku yang tak mengerti maksudnya tetap lanjut menari. “Ganti pembalut, ambil di tas gue” ucapnya lagi mengingatkan ku. Aku pun segera berjalan ke belakang panggung dan mencari pembalut di tas milik Danica. Selama aku berjalan menuju toilet, semua mata tertuju pada ku, orang orang mulai tertawa. Aku bingung dengan apa yang mereka tertawa kan, sampai tiba tiba Gino datang dan menuntun ku hingga ke toilet. “Kenapa gak pake jaket yang gue kasih?” Tanyanya tegas. “Ada di backstage, tadi lupa. Omong omong, makasih ya udah berkali kali nolongin” jawab aku sambil menahan malu. Aku pun segera masuk ke bilik toilet untuk mengganti pembalut. Saat aku keluar dari toilet, Gino masih berdiri di tempat yang sama. Aku bertanya sedikit, “Kok masih di sini? Gak mau balik ke acara?” “gue takutnya lu butuh sesuatu” jawab Gino dengan nada cueknya. “Gin, kenapa sih kamu mau nolongin aku?” Tanya ku penasaran. “Gak tau, setiap ngeliat lu, rasanya mau nolongin aja. Kenapa? Gak mau gue tolongin?” Jawab Gino. Mendengar jawaban nya, aku merasa sangat spesial di matanya. Aku memberikan ponsel ku, dan aku memintanya untuk menuliskan nomor telepon nya. “Makasih ya, semoga lain kali kita bisa ketemuan lagi” aku pun pergi meninggalkan Gino.
Aku kembali ke tempat acara, namun teman teman ku sudah selesai menampilkan tariannya. Kami mulai bergembira atas penampilan kami yang bagus. Sedangkan Danica bertanya “udah ganti pembalut?” Aku hanya mengangguk, “tadi di tolongin Gino” jawab ku. Ponsel ku berdering, ternyata ayahku menelpon. “Yessica, kamu udah selesai acaranya? Eyang dateng ke rumah, ayo segera siap siap. Ayah sebentar lagi sampai di sekolah kamu” mendengar itu, aku langsung menutup telepon dari ayahku, aku menggerutu kesal karena aku tak bisa mengikuti acara hari ini sampai akhir. Namun, lagi lagi Gino datang, “emang udah waktunya lu pulang, turutin aja kata ayah lu” ujar Gino. “Oke oke, ayah udah di depan, aku pulang dulu ya” aku pun berlari menuju ke parkiran. “Dia ganteng banget sihh” ucap ku tersipu malu sambil berlari.
Di rumah, aku menyapa eyang. Di tengah tengah perbincangan ku dan eyang tiba tiba adik laki laki ku, bernama Mario. Mario memang jarang sekali pulang, karena dia bersekolah sekaligus tinggal di asrama. Oleh karena itu, keluarga ku sangat merindukannya. Ibu memanggil ku meminta bantuan untuk membawakan makanan dari dapur ke meja makan. Mungkin salah satu efek dari datang bulan adalah emosi yang tidak terkendali, hingga aku berani membentak ibu ku saat ada eyang di rumah. “Yessica? Kamu kenapa? Kamu gak pernah bentak ibu” ucap ibu ku yang terkejut karena bentakan ku. Eyang menjewer telinga ku dan berkata “tidak sepantas nya cucu bangsawan membentak seorang ibu, dasar tidak punya etika kamu itu” bentak Eyang pada ku. Ayah datang dan bertanya apa yang terjadi, “David, anak kamu ini kurang didikan, berani berani nya ngebentak Dewi” jawab Eyang. Aku merasa bersalah dan meminta maaf pada ibu, ayah dan eyang. Aku pun berlari ke kamar dengan air mataku yang menetes. “Kalau kamu gak bisa didik Yessica layaknya seorang putri bangsawan, biar ibu yang urus dia” ucap eyang pada ayahku. “Gak usah bu, David bisa kok didik Yessica. Dia cuma butuh adaptasi aja” jawab ayah ku. “Kamu itu kurang tegas didik Dia, tapi untung Mario jauh beda dari Yessica.” Eyang memang suka membandingkan aku dan Mario, karena Mario adalah cucu kesayangan eyang.
Hari ini cukup melelahkan, aku pun beristirahat untuk mengisi energi ku di besok hari. Alarm ku berbunyi, saat aku terbangun dari tidurku, aku melihat tubuhku di cermin. Oh tidak! Tubuhku berubah menjadi seekor panda, aku berfikir Jika aku masih berada di alam mimpi. Sayang nya, ini nyata! Aku seekor panda yang besar dan gendut. Aku hanya bisa pasrah dengan tubuh ku sekarang, aku mencoba untuk mencari tahu tentang kutukan datang bulan. Aku berpikir semua perempuan mengalami hal ini. Ini lebih buruk dari mimpi buruk! “Gimana aku ke sekolah? Aku gak bisa bilang ke ibu” ucapku pada tubuh ku di cermin. Aku mencoba untuk tenang agar aku dapat berpikir jalan keluar nya. Satu persatu, tubuhku kembali semula, melihat tubuhku yang kembali aku sangat senang hingga melompat lompat. Dan Yap, aku kembali ke tubuh panda ku. “Tubuh panda ini muncul jika emosi ku terlalu tinggi, berarti aku hanya perlu tenang kan?” entah lah, aku bingung harus nya senang karena memiliki kekuatan unik ini, atau aku harus sedih karena sudah tidak bebas mengekspresikan diri.
Aku mulai sarapan bersama keluarga ku dan eyang. “Jangan sedih lagi Yessica, ibu sudah maafkan kamu. Jadi makan yang banyak ya” ucap ibu ku di meja makan. “Iya bu, makasih banyak” aku pun diantar sekolah oleh ayah. “Semangat sekolah nya ya Yessica, kalau sudah pulang, kabari ayah ya?” Ucap ayah saat aku ingin keluar dari mobil. Aku menganggukan kepala, lalu ayah berkata lagi. “Tolong ya Yessica, ayah minta kamu buat jaga sikap kamu, apalagi jika ada eyang. Ayah gak mau kamu harus dididik keras sama eyang, seperti apa yang ayah rasain dulu” pinta ayahku. “Iya ayah, Yessica ke kelas dulu ya, dada” aku pun keluar dari mobil. Dari kejauhan aku melihat Gino di seberang jalan, tapi aku tak yakin jika itu dia. Akhirnya aku menghiraukannya dan berjalan ke kelas. Selama perjalanan menuju kelas aku melewati ruang kepala sekolah yang sangat ramai, di keramaian itu aku juga melihat Carly dan Danica. Aku menghampiri mereka dan bertanya tentang apa yang terjadi. “Kak Robin sama Ci Cleo ketauan pacaran yes” jawab Danica. “Dan tau gak gila nya apa? Mereka kepergok mesra mesraan sama guru BK di ruang lab IPA. Sekarang mereka lagi di interogasi sama kepsek” jelas Carly. “Kok mereka berani ngelanggar aturan sih? Mati lah mereka” di sekolah ku ada 10 peraturan tertulis, salah satu nya di peraturan ke 3. Sekolah ku melarang ada siswa siswi yang berpacaran, bahkan hingga mesra mesraan, akan dikeluarkan dari sekolah.
Singkat cerita, saat istirahat. Carly menunjukan poster tentang konser band kesukaan ku, yaitu Mtroll. Aku terlalu bersemangat hingga tumbuh telinga panda di atas kepalaku. Aku segera memakai topi untuk menutupi itu. “Lah? Kenapa tiba tiba pake topi yes?” Tanya Danica yang sadar dengan topi yang aku gunakan. “Gapapa, poni aku lagi berantakan, makanya pake topi” jawab ku penuh alasan. “Gue udah beli 3 tiket tanggal 6 Maret buat kita, pokok nya nanti pas konser kita harus pake baju pink ungu” ucap Carly dengan penuh semangat dan gembira. Aku menahan rasa senang ku agar tubuh ku tak sepenuhnya menjadi panda. “Lu gak seneng yes? Bukan nya ini keinginan lu?” Tanya Carly melihat ku yang hanya tersenyum. “Aku seneng kok, cuma emang lagi gak mood aja” jawab ku. “Wajar lah hari kedua datang bulan” ujar Danica memaklumi alasan ku. “Btw, lu ngapain sih pake topi, culun banget tau?” Carly membuka topi yang aku kenakan. Aku hanya bisa menutup mata ketakutan, aku takut mereka terkejut melihat telinga panda di atas kepalaku. “Kenapa sih Yes? Kayaknya lu takut banget?” Tanya Carly. Melihat reaksi mereka yang biasa saja, aku mulai meraba kepala ku, dan telinga panda itu sudah hilang. “Gapapa, ke kantin aja yuk” ajak ku mengalihkan perhatian.
Bel pulang berbunyi, dan di depan gerbang, aku melihat Gino lagi. Aku menyapa nya dan sedikit berbincang, “tadi pagi aku liat kamu, kenapa ke sekolah aku terus?” “Pengen ngeliat lu aja sih” jawab Gino dengan nada nya yang cuek. Tanpa ku sadari pipi ku memerah, aku terlalu bahagia mendengar jawaban dari Gino. Telinga panda pun muncul lagi diatas kepala ku, aku kembali mengenakan topi untuk menutupi telinga itu. “Maksudnya apa sih?” Tanya ku sambil tersipu malu. Aku menatap mata Gino, dia terlihat terkejut. Dari situ aku mulai berpikir bahwa dia melihat telinga panda ku. “Jaket gue belum lu balikin” ucap nya dengan gugup. “Oh iya, besok kamu kesini aja pas pulang sekolah. Nanti aku balikin” aku pun segera pergi terburu buru ke dalam mobil ayah ku yang sudah terparkir. “Cowok itu siapa yes?” Tanya ayah ku penasaran. “Dia temen dari SMP Kristen Loyola yah” jawab aku. Kamu berdua pun segera menuju ke rumah.
Setibanya di rumah, ibu dan eyang mengintrogasi aku. “Kakak kelas kamu ada yang pacaran? Sampai mesra mesraan di sekolah?” Tanya eyang dengan tegas pada ku. Aku pun mengangguk, “ibu dapat informasi dari sekolah kamu, ada murid bernama Robin dan Cleo yang pacaran” jelas ibu ku. “Eyang udah cariin sekolah lain buat kamu dengan peraturan nya yang lebih ketat” ucap eyang. Aku menolak, aku sudah terlalu malas untuk berganti sekolah lagi hanya karena alasan ini. Padahal menurutku ujung ujung nya aku juga akan memiliki pasangan. Yap, di keluarga kerajaan ini memang terlalu ketat dengan aturan, bahkan lebih ketat dibanding aturan sekolah. Aku dan adik ku tidak di perbolehkan untuk pacaran, bahkan untuk berada di lingkungan yang terlalu mementingkan percintaan juga tak boleh. Aku sudah belasan kali mengganti sekolah hanya karena berita pacaran di sekolah. “Lusa kamu akan sekolah di sekolah baru.” aku memberontak, “kenapa sih eyang gak bisa kasih Yessica kesempatan untuk pilih jalan hidup Yessica? Aku udah nyaman sama sekolah ini, sampai kapan pun aku gak akan mau pindah lagi” aku pun berlari ke kamar dengan tubuh ku yang semakin lama berubah menjadi panda. Aku menangis dan kesal menjadi satu, emosi yang sebelum nya tak pernah ku rasakan bersamaan. Aku membenci tubuh panda ku ini, aku jadi tak bisa mengungkapkan semua isi hati ku. Aku memukul perut besar ini, dan menjambak telinga bulat ini. Aku mendengar percakapan eyang dengan ibu dan ayah, “Dengar kan? Kalian memang tidak bisa merawat Yessica dengan baik. Biarkan Yessica ikut ibu ke Sidoarjo” “ibu, jangan terlalu dipikirin buk, namanya juga anak muda, pasti emosinya belum stabil” ucap ibuku membela. “Terserah lah, kalau begitu, bujuk Yessica agar lusa dia mau pindah ke sekolah yang udah ibu siapkan”
Ibu ku mengetuk pintu kamar, ia ingin masuk ke dalam kamar ku. Namun tak mungkin dengan kondisi tubuh ku sekarang, aku membiarkan ibu ku melihat nya. Aku menolak ibu ku yang ingin masuk. “Yessica, ibu tau kalau kamu kesal dan kecewa. Tapi eyang lakuin ini demi masa depan kamu, eyang gak mau kamu terbawa arus pergaulan yang terlalu bebas. Tolong ya Yessica, ngertiin maksud dan perasaan eyang kamu” jelas ibu ku dari luar pintu. “Ibu selalu minta aku untuk ngertiin eyang, tapi pernah gak? Sekali sekali ibu suruh eyang buat ngertiin perasaan aku? Gak pernah kan? Jadi jangan suruh aku buat ngertiin eyang lagi” jawabku sambil sesenggukan menangis. “Tidak begitu Yessica, ibu juga gak ada hak untuk mengomentari eyang kamu. Besok hari terakhir kamu ketemu teman teman kamu, tolong terima keputusan ini ya Yessica” Ibu ku pun pergi dari depan kamar ku. Dan ini lah salah satu penyebab aku tak nyaman berada di keluarga kerajaan ini.
Di hari terakhir aku bersekolah pun, aku menceritakan semua nya pada Carly dan Danica. “Eyang lu fix nyebelin sih Yes” ucap Danica. “Berarti kita udah gak bisa ngumpul setiap istirahat dong??” Carly terlihat sangat sedih dan kecewa. Aku memeluk mereka dan berkata “kalian keluarga ternyaman aku selama ini, kita harus tetep ngumpul ngumpul ya.” Setelah itu, terdengar pengumuman dari speaker umum di sekolah ku. Kepala sekolah memberi tahu, bahwa Robin dan Cleo resmi dikeluarkan dari sekolah karena kasus kemesraan mereka yang sempat ramai. “Sayang banget ya? Padahal kak Robin ganteng, malah dikeluarin dari sekolah” ujar Carly. Sepulang sekolah, aku dan Gino bertemu di depan gerbang. Aku memberikan jaket yang dia pinjamkan. Gino menyadari wajahku yang murung, “lu kenapa? Kayaknya sedih banget” tanya nya penuh perhatian. “Besok aku akan pergi ke sekolah baru yang di pilihin eyang.” “Pindah sekolah? Kenapa? Sekolah lu sekarang juga bagus” tanya nya lagi penasaran. “Karena ada kasus pacaran di sini, keluarga aku paling anti pacaran. Yaa gitu deh jadi nya” “ohh, dimanapun lu sekolah nanti, pasti kita ketemu lagi kok” aku mengangguk sekaligus berpamitan dengan Gino, lalu aku berjalan ke mobil ayah ku. “Yessica, ayah yakin, pasti kamu akan suka sama sekolah baru kamu nanti” ucap ayah. “Ayah tau aku sekolah dimana?” Ayah ku mengangguk kan kepala, namun tak ingin menjawab nama sekolah ku.
Di pagi hari, ayah mengantarkan aku sekolah seperti biasa. Mobil ayah berhenti di depan SMP Kristen Loyola. Aku pun bertanya mengapa berhenti di sini, dan ayah menjawab bahwa ini adalah sekolahku yang baru. Aku tak percaya, setidaknya sekarang aku berada di sekolah yang sama dengan Gino. Dengan semangat, aku berpamitan dengan ayah dan keluar dari mobil. Tanpa aku rasakan, aku terlalu bersemangat hingga muncul telinga panda diatas kepala ku. Semua orang menatapku, aku yakin dipikiran mereka pasti berkata bahwa aku aneh karena memiliki telinga panda. Aku sudah merasa ada yang aneh, karena semua tatapan orang berbeda. Aku meraba kepala ku, aku sangat malu! Dan berlari dengan cepat ke toilet. Namun karena aku tak tahu di mana letak toilet, aku menjadi semakin panik, tangan ku mulai berubah menjadi tangan panda. Tiba tiba, aku menabrak Gino. Aku semakin malu! Namun Gino menggendongku hingga ke depan toilet wanita. Di dalam toilet, aku menenangkan diri hingga tubuhku kembali semula.
Tak lama, aku keluar dari toilet sambil menundukkan kepala dengan rasa malu tak terkira. Gino mengangkat daguku, “gue di depan lu, bukan di lantai” ucapnya. “Makasih Gin, dan maaf, aku tau kamu kaget banget. Aku mohon jangan sebarin ini ke siapapun” pinta ku. Kami duduk di anak tangga, dan sedikit berbincang. Gino tak terlalu terkejut melihat ku dengan separuh bertubuh panda. Karena ternyata dari awal kami berdua bertemu, Gino sudah mengetahui bahwa aku adalah keturunan dari kerajaan Jawa. Dia juga tahu bahwa ada aturan turun temurun yang aku langgar. Itu adalah alasan, mengapa Gino selalu berada di sekitarku. Dia ingin memastikan bahwa kutukan akibat pelanggaran aturan tak terlalu berbahaya bagi ku. Aku penasaran mengapa dia punya insting yang kuat, dia menjawab bahwa. Dalam keluarganya juga ada peraturan peraturan yang jika dilanggar dapat mengakibatkan hal besar. Aku semakin penasaran dengan latar belakang Gino, aku pun semakin bertanya. Dia menjawab, “leluhur gue adalah Dyah Raṇawijaya dia adalah maharaja Majapahit dari dinasti Girindrawardhana. Ada aturan untuk tidak keluar saat malam Kliwon, karena keluarga gue percaya bahwa itu akan ngundang leluhur. Dan gue ngelanggar itu, sampai sekarang gue masih harus ngejalanin hal rutin setiap malam Kliwon, agar kutukan dari leluhur bisa pergi. Lu dan gue itu sama sama punya kutukan karena ngelanggar aturan, tapi bedanya, kutukan gue sebentar lagi hilang” jelas Gino pada ku. Perbincangan kami yang semakin menarik pun terhenti akibat bel yang berbunyi.
Pelajaran pertama pun dimulai, aku mulai masuk ke dalam kelas dan memperkenalkan diri. “Nama aku, Raden Roro Yessica Ningrat panggil aja Yessica” tak ku sangka, ternyata aku berada dikelas yang sama dengan Gino. Aku duduk persis di sebelah nya. Aku berbisik, “nama panjang kamu siapa sih?” Gino menjawab, “Raden Algino Rajawarga.” Di saat istirahat, murid murid menatapku dengan tatapan yang jijik. Aku yakin pasti berita tentang telinga panda ku tersebar. “Lu itu siluman ya? Bisa bisa nya ada telinga hewan di kepala lu” ucap salah seorang murid dari kejauhan. “Siluman apa lu? Harimau? Serigala? Ahahaha” ledek murid lainnya. “Najis gue ada murid siluman disini!” Teriak murid lain. Hujatan dari beberapa murid saling bersaut sautan. Emosi ku tak tertahan, telinga panda ku pun muncul lagi. Aku segera berlari kencang menuju toilet. Semua orang di lorong tertawa, Gino datang bagaikan pahlawan dan membela ku dengan sangat gagah. “Beraninya kalian ketawain dia, lu semua berurusan sama gue!” Gino segera menyusul ku ke toilet.
Aku menangis keras di toilet, dan saat aku sudah mulai tenang. Aku keluar dari toilet dengan tubuh ku yang kembali semula dan aku memeluk Gino sambil menangis. “Gak nyangka, hari pertama aku disini gak semulus itu Gin” ucap ku. Gino mengelus kepala ku dengan lembut dan penuh kasih sayang, “gue disini buat jagain lu, jangan khawatir. Tenangin diri lu lagi, jangan sampe orang orang liat telinga lu yang muncul ini” pesan Gino melihat telinga panda ku yang muncul lagi. Di mata ku, Gino sudah seperti malaikat, superhero, dia selalu ada disisi ku aku nyaman setiap berada di dekat nya. Dan pada malam harinya, aku menceritakan kejadian hari ini pada Danica dan Carly. Perbincangan hangat kami terpatahkan, karena ibu yang mengetuk pintu kamar ku. Aku membuka kan pintu, dengan alis mengkerut yang biasanya tak pernah ibu tunjukan, membuat ku merasa takut. Dengan tegas ibu bertanya, “ibu lihat ada pembalut di tempat sampah. Kamu sudah datang bulan?” Aku pun mulai jujur pada ibu, “Sejak kapan?!” Tanya ibuku panik. “Kurang lebih 4 hari lalu, maaf Bu” jawabku sedikit takut. Ibu terlihat sangat cemas, lalu ibu mulai bercerita pada ku.
Ternyata ada satu peraturan yang tak pernah aku ketahui selama menjadi keturunan Jawa. Ibu menjelaskan bahwa, harusnya pertama kalinya datang bulan, aku berdoa pada leluhur dan berada di rumah seharian. Namun, aku melarang dan tidak menjalankan itu, karena aku tak mengatakan nya pada ibu. Ibu ku mulai bertanya tentang kutukan apa yang aku dapatkan. Awalnya aku tak ingin memberitahu tentang kutukan panda ini. Tapi menurut ku jika tak aku katakan, mungkin kutukan ku bisa semakin, bukan? Akhirnya, aku menceritakan tentang kutukan panda ku. Lalu ibu dengan tegas berkata, “besok kamu ikut ibu, kita berdoa ke leluhur.” Perasaan ku sudah mulai lega, aku berfikir setelah berdoa pada leluhur kutukan panda ini akan hilang. Tapi ternyata..
Keesokan harinya, aku izin tak masuk sekolah untuk pergi bersama ibu ke makam leluhur. Kami berdoa disana, aku mengaku dosa dan salah karena telah melanggar peraturan itu. Setelah beberapa menit kami berdoa, ibu berkata pada ku. “Setiap Minggu, kamu harus berdoa disini janjikan satu hal pada leluhur yang akan kamu tepati.” Aku yang penasaran pun bertanya pada gunanya. Ibu menjelaskan bahwa, kutukan ku akan hilang setelah 300 Minggu aku rutin berdoa kepada leluhur. Dengan wajah yang sangat kaget aku bertanya, “300 Minggu? 5 tahun 7 bulan? Aku harus hidup dengan kutukan ini 5 tahun?” ibu ku hanya menganggukan kepala. “Jika kamu tidak berdoa dan menjanjikan sesuatu pada leluhur selama 300 Minggu, kamu akan mendapatkan kutukan yang lebih berat” dari penjelasan ibu, aku sadar, bahwa tak selamanya menjadi keturunan kerajaan Jawa itu enak.
Di sore harinya, Gino mengirimkan pesan, dia meminta alamat rumah ku. Seperti nya dia ingin berkunjung ke rumah ku, dengan senang hati pun aku mengirimkan alamat rumah ku pada nya. Tak lama, bel rumah ku berbunyi, dan yap itu Gino. Kami berbincang di teras rumah ditemani teh hangat dan biskuit. Aku bertanya mengapa dia mampir ke rumah ku, dan dia menjawab “gue khawatir sama lu, izin tapi gaada keterangan.” Seketika aku menjadi tersipu malu mendengar nya, pipi ku memerah dan telinga panda ku muncul. Aku menceritakan alasan ku mengapa tak masuk sekolah hari ini. Dengan wajah yang datangnya, dia hanya mengangguk. “Kamu gak kaget? 600 Minggu loh Gin” tanya ku memancing dia. Namun dia hanya menggelengkan kepala, dan menjawab. “Gak ada bedanya sama hukuman gue” aku pun bertanya tentang hukuman apa yang didapatkan karena melanggar peraturan turun temurun di keluarga. “Setiap malam Kliwon, gue harus sembahyang di leluhur gue. Gue juga dituntut untuk gak tidur 1 malem, gue harus jagain leluhur gue. Rada aneh sih, tapi gue udah jalanin 2 tahun” jelas Gino, aku hanya bisa terkejut tanpa kata kata.
Saat Gino ingin pulang, dia memberikan sekeranjang buah untuk ku. “Makan buah yang banyak, biar nambah vitamin” ucapnya. Aku mengambil keranjang buah itu dengan senyum manis. Eyang keluar dari dalam rumah, dia bertemu dengan Gino. Aku segera menyuruh Gino untuk pergi, namun eyang menahan kepergian Gino. “Algino ya? Keturunan Dyah Raṇawijaya?” Eyang ku yang biasanya selalu mengerutkan alisnya tiba tiba tersenyum pada Gino. Dia terlihat sudah kenal dekat dengan Gino. Setelah eyang dan Gino berbincang singkat, Gino pun pulang. Aku bertanya mengapa eyang mengenal Gino, “Dyah Raṇawijaya kenalan leluhur kita juga. Memang seharusnya kita menjaga hubungan baik dengan keturunan Dyah Raṇawijaya” Jelas eyang. Rupanya banyak hal yang belum aku ketahui tentang keluarga unik ini.
Pada malam harinya, ibuku bercerita tentang pelanggaran yang aku lakukan pada ayah dan eyang. Eyang menampar pipi ku, “kurang ajar kamu, gak tau terimakasih! Kutukan kamu bikin malu sampai 7 turunan, tau?! Pelanggaran bodoh!” Ucap eyang dengan tegas. Emosi ku semakin lama semakin naik. “Kenapa kamu gak bilang sih Yessica? Kalau kayak gini, mau taruh dimana muka keluarga Ningrat?” Tanya ayah ku juga. Aku memukul meja, dengan tubuh ku yang seutuh nya menjadi panda. “Seharusnya, aturan itu tertulis. Mana aku tau ada aturan kayak gitu?!!” Aku berlari ke kamar, aku membakar semua emosiku dengan menghancurkan susunan barang barang di kamar ku. Aku menutup diri ku dalam selimut, aku menangis sejadi jadinya. Entah kenapa, semanjak kutukan ini muncul, aku menjadi lebih sensitif.
Beberapa hari berlalu, konser Mtroll telah tiba. Aku berusaha untuk meminta izin pada ibu, ayah dan eyang. Seperti yang ku duga, mereka tak mengizinkan aku untuk pergi. Akhirnya aku meminta bantuan teman teman ku, untuk membantu ku keluar dari rumah. Setelah melewati momen yang sangat menegangkan, kami sampai di konser Mtroll. Aku bersenang senang disana, walau tak bisa mengeluarkan semua energi ku di sana karena aku takut tubuhku berubah sepenuhnya menjadi panda. Pukul 8 malam, aku kembali ke rumah dibantu teman teman ku lagi. Aku membersihkan badan dan langsung tidur, hari ini sangat asik dan melelahkan. Keesokan paginya, aku turun dan sarapan. Eyang menyambut ku dengan satu buah pertanyaan, “kemarin kamar kamu kosong, pergi ke konser gak jelas itu?” Dan aku mengangguk tanpa rasa takut sedikitpun. Eyang menampar pipi ku, “bener bener cucu kurang ajar! Bisa gak sih kamu sekali saja dengar kata orang tua?! Bodoh! Sialan! Belajar dari adikmu, Mario, dia berprestasi. Kamu cuma nyusahin saja!” Bentak Eyang. Ayah menahan amarah eyang, dan menyuruhku untuk pergi sekolah.
Di sekolah, Gino memberi kabar dengan senyuman manis dan kegembiraan. “Kutukan gue hilang Yes!!” dia memelukku karena terlalu bahagia. Telinga ku muncul, dia segera melepaskan pelukan nya. “Sorry, lu takut ya?” Tanya nya memastikan keadaan ku. “Engga, aku seneng kok di peluk. Mau peluk lagi?” Gino memelukku lagi lebih erat. Semua orang menatap kami, terutama telinga panda ku. Sekarang, aku sudah lebih tenang walau ada orang yang membicarakanku di belakang, karena sekarang, ada Gino yang melindungi ku. Sedangkan di sekolah lama ku dihebohkan oleh sebuah rekaman video pelukan ku dan Gino di lorong dengan telinga panda diatas kepala ku. Dan saat istirahat di SMP Kristen Loyola,
Carly dan Danica menelfon ku. “Di video ini lu sama Gino?!” tanya Carly dengan wajah yang serius. “Lu kenapa Yes? Ini beneran?!” tanya Danica yang penasaran. Aku mulai menceritakan semua nya pada mereka, aku meminta mereka untuk memaklumi kutukan ini. Aku meminta maaf pada mereka karena membuat nya malu. Namun, Carly berkata “kalau lu disini, gue pasti peluk lu Yes.” “Kita temenan sama lu bukan karena harta lu, popularitas lu, tapi karena ketulusan lu” jelas Danica. “Mau lu kena kutukan atau engga, kita selalu ada buat lu” ucap Carly membuat ku menjadi berkaca kaca. Aku tak menyangka bahwa mereka menerima kutukan ku dengan lapang dada. “Jangan insecure ya Yes, kita akan selalu dukung lu dari sini” ucap Danica memberikan ku semangat. “Makasih banyak ya, kalian bener bener keluarga terbaik” aku menutup telfon nya dan menangis karena merindukan mereka berdua, merasa sangat dicintai oleh orang orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan ku. Gino datang, memelukku dan mengelap air mata ku. “Masih ada mereka, dan gue yang selalu dukung lu. Apapun yang terjadi, lu tetep punya banyak orang yang sayang sama lu” ucap Gino.
Setelah puas ku mengeluarkan air mata dalam pelukan Gino, aku menyadari ada yang berbeda dari diri ku. Melihat tangan ku, telinga dan buntut panda yang tak muncul. Aku berpikir kutukan panda dalam diri ku hilang, aku bergembira. Namun tak dengan Gino, dia merasa ada yang aneh. “Kutukan dari leluhur gak mungkin akan hilang kalau hukuman nya belum selesai kita jalanin Yes. Lu ngelanggar aturan leluhur lagi?” Tanya nya sangat curiga. Seketika langit mendung, dan hujan petir. Gino menatap ku dan berpesan, “apapun yang akan terjadi sama lu, janji sama gue untuk bertahan, dan cerita sama gue ya?” Aku mengangguk dengan ketakutan. Aku mulai merasa ada yang aneh, petir menyambar tubuh ku dan itu membuat aku pingsan dan kejang kejang. Aku segera dilarikan ke rumah sakit. Namun anehnya..
Dokter menjelaskan bahwa, tak ada luka pada tubuh ku. Bahkan dokter saja bingung dan tak percaya aku tersambar petir, karena tubuhku benar baik baik saja. Aku merasa tubuhku semakin kuat terasa ada sesuatu yang menyelip dalam tubuh. Ibuku bertanya, “Minggu ini kamu udah lakuin hukuman kan?” ternyata itu! Itu yang aku lupakan. Aku melupakan melakukan hukuman ku di minggu ini. “Ibu gak tau apa kutukan yang kamu dapat sehabis ini, tapi yang pasti hukuman ini akan jauh lebih berat Yessica.” Aku hanya memohon pada ibuku, untuk tidak berkata tentang hal ini pada eyang atau ayah. Aku tak mau habis di pukul eyang. Tapi ibuku hanya menjawab “mau bagaimanapun, semua rahasia akan terbongkar.” ketakutan ku semakin menguasai diri ku, aku bingung apa kutukan ku berikutnya. Aku hanya bisa pasrah dengan takdir ku, hingga leluhur memanggilku dari bumi.
Pada malam harinya, Mario datang berkunjung ke rumah. Eyang, ibu dan Ayah menyambutnya dengan gembira. Mereka sepertinya bahagia tanpa kehadiran ku. Di saat itu hanya ada dua pilihan dalam hidup ku, aku memilih mati atau lari. Tapi nyatanya, aku tak segila itu untuk memilih. Aku kembali masuk ke kamar, aku berusaha mencari kutukan ku yang baru agar aku bisa mengendalikan nya. Di tengah tengah kesunyian kamarku, tiba tiba eyang, ayah, ibu dan Mario membuka pintu kamar ku. Muka mereka terlihat sangat marah. Eyang memukul ku dengan tongkatnya. “Kurang ajar! Anak gak tau diri! Nyusahin aja! Udah salah gak mau tanggung jawab! Maksud kamu apa sih?! Mimpi apa eyang punya cucu kayak kamu?!” Aku tau bahwa berita tentang kutukan ku yang baru tersebar. Eyang memukul ku semakin keras, aku hanya menatap mata ayah dan ibu berharap mereka menolongku.
Tak diduga Mario mengambil tongkat eyang, “jangan pukul kak Yessica lagi eyang.” Ini pertama kalinya Mario menentang eyang. “Rio? Kamu berani melawan eyang demi kakak kamu yang gak berguna ini?!” Tanya eyang yang semakin marah. Mario membantuku berdiri, dan dia berkata “kak Yessica tetep kakak aku eyang, adek mana yang tega liat kakak nya dipukulin? Marah dengan kekerasan itu gak bener eyang, maafin Rio kalau menurut eyang Rio gak sopan. Tapi Rio sayang kak Yessi.” Ucapan Mario ketika membela ku membuat ku menjadi tersentuh. Mario pun menuntunku ke ruang tengah untuk mengobati luka luka ku. Namun, eyang tak mengizinkanku untuk pergi. Dia menyodorkan tongkatnya hingga aku terjatuh. kepala ku terbentur lantai hingga berdarah. “Eyang! Kenapa eyang sekarang jadi begini sih? Bukan eyang yang Rio kenal” ucap Mario tegas pada eyang. Eyang, ayah dan Ibu hanya bisa terbujur kaku tanpa merasa bersalah. Mario sangat khawatir pada ku, namun emosi ku yang tinggi membuat ku berkata, “eyang mana yang tega ngelukain cucu nya sendiri? Walau Yessica belum cukup baik dimata kalian, tapi kalian juga belum cukup baik, tak ada yang terlalu baik. Yessica juga gak minta dilahirkan dikeluarga ini, punya keluarga kayak kalian itu tekanan.” ucapan ku sangat membuat dampak besar!
Mario segera membawa ku ke rumah sakit. Setelah beberapa jam, aku tersadar dan melihat Mario yang terlihat sangat lemas duduk di sofa. Aku bertanya apa yang terjadi padanya, dan dia menjawab. “Aku tau apa kutukan kakak” “kakak mengubah eyang, ayah dan ibu jadi seekor panda.” Aku sangat terkejut mendengar itu, dan sepertinya semua orang yang membuat ku kesal akan berubah menjadi panda atas perkataan ku. Aku menangis, merasa menyesal karena terlalu terbawa emosi. Aku meminta maaf pada Mario, karena telah menghilangkan orang orang kesayangan nya. Namun, Mario memelukku dengan hangat dan menjawab penuh kasih sayang. “Mungkin ini yang terbaik buat eyang, ayah dan ibu buat memperbaiki diri. Selagi masih ada kak Yessi disini, Rio gapapa.” Aku sangat tersentuh dengan kasih sayang Mario, karena sebelumnya aku tak sedekat itu dengan nya.
Hari demi hari berlalu, sudah 3 bulan setelah kejadian itu. Ada kabar baik sekaligus kabar buruk yang menerpaku. Kabar yang pertama sekaligus kabar baiknya, kutukan ku ini akan segera hilang. Karena saat itu orang pintar berkata pada ku, “yang dapat menyembuhkan mu hanya lah dirimu dan cinta. Sekarang kamu sudah dikelilingi cinta yang tulus, mungkin dari keluarga, teman, saudara, atau pasangan.” Ternyata yang aku butuhkan selama ini hanyalah cinta! Dengan hidupku yang penuh cinta sekarang, aku bisa hidup normal tanpa ada nya kutukan. Namun kabar kedua sekaligus kabar buruknya, Gino akan melanjutkan sekolahnya di luar kota, di Solo. Aku senang karena dia bisa mendapatkan banyak teman dan kualitas pendidikan yang lebih baik. Tapi aku juga sedih karena harus kehilangan teman ku yang sangat aku cintai.
Hari hari ku di SMP Kristen Loyola semakin hari memang semakin asik walau tanpa Gino di sisiku. Tapi ini semua karenanya, dia yang memberikan banyak teman untuk ku. Menurut ku, Gino bukan hanya baik, dia asik dan penyayang. Sepulang sekolah, sudah ada mobil ayah terparkir di depan gerbang sekolah. Aku menghampirinya, ada ternyata ada eyang, ibu dan ayah. Mereka sudah kembali! Ternyata, disaat kutukan ku hilang, orang orang yang terkena kutukan ku akan kembali. Berarti sekarang, kutukan ku ini sudah benar benar hilang bukan?! Aku senang sekali mereka dapat kembali dengan diri mereka yang lebih baik. Kami pun menghampiri sekolah Mario untuk menyampaikan berita bahagia ini. Dapat berkumpul dengan orang orang yang kita cintai itu sangat berharga!.
~TAMAT~