🍒 Happy Reading 🍒
Bab 1: Pengumuman yang Menggemparkan
"Jodoh itu misteri, dan kadang bisa seabsurd ini."
Di sebuah pesantren modern yang terkenal dengan kedisiplinan tinggi, ada seorang santriwati bernama Zahra Azzahra. Ia bukan tipe gadis pemalu yang mudah tersipu, bukan juga yang suka mencari perhatian. Zahra dikenal ceria, tapi tetap menjaga batasan dalam interaksi.
Namun, di balik segala sikap santainya, ia punya satu ketakutan yang sangat besar: perjodohan mendadak yang diumumkan tanpa aba-aba.
Dan itulah yang terjadi sore itu.
Setelah shalat Ashar berjamaah, tiba-tiba Ustaz Mahfudz mengumumkan sesuatu yang membuat seisi masjid terkejut terutama Zahra.
> "Akan ada pernikahan santri dalam waktu dekat. Semoga diberkahi Allah SWT."
Seketika, suasana masjid riuh. Para santri putra mulai berbisik penuh rasa penasaran tinggi, sementara santri putri lebih heboh berspekulasi. Zahra yang tadinya tenang tiba-tiba merasa perutnya melilit. Ia punya firasat buruk sekarang.
Dan firasat itu ternyata benar dan seketika terjadi.
Tiga jam kemudian— setelah sholat magrib berjamaah di mesjid, ia dipanggil ke kantor Kyai. Saat masuk keruangan itu langkahnya seketika langsung terhenti— saat melihat sesuatu, matanya langsung membulat. Abi dan Uminya ada di sana.
Dan di sisi lain ruangan, seorang pemuda berpeci dengan wajah yang terlalu familiar duduk dengan tenang.
Zidan Athallah.
Anak santri teladan, hafizh Qur’an, ranking satu, dan juga... musuh bebuyutan Zahra dalam lomba cerdas cermat pesantren.
Jadi... ini...?
> "Bercanda, kan?"
***
Bab 2: Perjodohan Tak Terduga
Zahra menatap kedua orang tuanya dengan perasaan campur aduk bagaikan gado-gado— sambil meremas sisi baju gamisnya dengan erat.
> "Abi... kenapa harus dia?"lirihnya
Abi Zahra menatap anaknya dengan lembut. "Nak, ini bukan keputusan yang diambil sembarangan."
Kyai menimpali dengan senyum bijaknya. "Kami memilih kalian karena melihat kecocokan dari banyak sisi. Kalian sering bersaing dalam hal keilmuan, dan itu tanda bahwa kalian bisa saling mendukung dalam hal-hal kebaikan."
Zahra ingin berteriak, "Persaingan kami itu rivalitas, bukan chemistry!"
Namun, sebelum ia sempat menolak, suara datar Zidan memecah keheningan.
> "Saya terima keputusan ini."
JEDERRR.
Zahra hampir pingsan. Dimana bagian si laki-laki menolak dan membuat ini batal?! Kenapa Zidan pasrah begini?!
Abi Zahra menepuk pundaknya dengan lembut. "Anakku, jodoh itu takdir. Kalau ini baik, insyaAllah akan dipermudah."
Zahra menatap Zidan dengan curiga. "Kamu tidak keberatan?"
Zidan mengangkat bahu. "Tidak ada alasan menolak. Aku butuh istri yang bisa mendukungku menjadi lebih baik, dan katanya kamu cukup cerdas untuk itu."
Cerdas? Itu saja? Bukan "karena kamu baik, shalihah, atau semacamnya"?
Zahra memejamkan mata dalam-dalam, menahan diri agar tidak menjitak santri teladan ini. Baiklah. Ini seperti ujian tahfidz tanpa ada muroja’ah dulu.
Tapi di dalam hatinya, ia mulai bertanya-tanya.
Benarkah ini sudah menjadi takdirnya?
***
Bab 3: Taaruf yang Canggung
Sejak diumumkan perjodohan mereka, kehidupan Zahra di pesantren tidak lagi sama.
Santri-santri mulai melihatnya dan Zidan sebagai power couple pesantren.
> "Kak Zahra, Kak Zidan, kapan akadnya?" tanya seorang santri kecil polos.
Zahra tersedak air minumnya. Astagfirullah, kapan dunia jadi seabsurd ini?
Sementara itu, Zidan tetap tenang dan hanya menjawab singkat, "Doakan saja."
Kenapa dia setenang itu?!
Saat sesi taaruf, Zahra berusaha mencari celah untuk membuat perjodohan ini batal.
> "Aku tidak bisa masak."
Zidan mengangguk. "Aku juga tidak terlalu suka makan banyak. Tidak masalah."
> "Aku sering terlambat bangun subuh."
Zidan mengangkat alis. "Padahal kamu selalu yang pertama sampai di masjid sebelum lomba cerdas cermat."
Zahra meremas sarung tangannya. Kok dia tahu?!
Akhirnya, Zahra menghela napas. "Aku tidak yakin bisa jadi istri yang baik."
Zidan terdiam sesaat. Kemudian, dengan suara yang lebih lembut, ia menjawab,
> "Aku juga tidak yakin bisa jadi suami yang baik. Tapi, bukankah kita bisa belajar bersama?"
Zahra tertegun. Ada sesuatu dalam jawabannya yang membuatnya... sedikit lebih tenang.
***
Bab 4: Pergulatan Hati Zahra
Semakin dekat dengan hari pernikahan, Zahra mulai sering merenung.
Apakah ini keputusan yang benar? Apakah ia siap?
Di satu sisi, ia takut. Pernikahan bukan sekadar lomba yang bisa ia menangkan dengan strategi. Ini tentang kehidupan.
Di sisi lain... ada sesuatu dalam diri Zidan yang perlahan membuatnya lebih tenang.
Tapi, apakah ia benar-benar siap?
Sampai akhirnya, dalam sesi taaruf terakhir, Kyai bertanya,
> "Zidan, apa yang membuatmu yakin dengan Zahra?"
Jawaban Zidan membuat ruangan itu senyap.
> "Karena dia selalu bisa membuatku berpikir lebih dalam, berusaha lebih baik, dan... karena dia selalu ingin menang dariku."
Zahra membelalak. Jadi selama ini dia memperhatikan?
> "Tapi di rumah tangga nanti," lanjut Zidan, "aku harap kita bisa menang bersama, bukan saling mengalahkan satu sama lain."
Zahra terdiam. Ada sesuatu dalam hatinya yang terasa hangat.
Mungkin... perjodohan ini tidak seburuk yang ia kira.
***
Bab 5: Epilog – Persaingan yang Berlanjut
Hari itu akhirnya tiba.
Dalam suasana yang syar’i dan penuh keberkahan, Zahra dan Zidan mengucapkan akad dengan lancar.
Dan setelah itu, persaingan mereka masih berlanjut—hanya saja, kini dalam bentuk yang lebih manis.
Siapa yang bisa bangun lebih awal untuk shalat tahajud lebih dulu.
Siapa yang bisa menghafal satu surat lebih banyak setiap pekan.
Dan yang paling penting...
Siapa yang bisa membuat pasangannya tersenyum lebih sering setiap hari.
Selesai.
🍒✨💐TAMAT💐✨🍒