Raina menatap layar ponselnya. Jari-jarinya ragu-ragu ingin mengetik sesuatu di kolom chat, tapi akhirnya ia hanya membaca pesan terakhir dari Arka.
"Rain, aku suka seseorang."
Sesederhana itu, tapi cukup untuk membuat dadanya sesak.
"Siapa?" Ia mengetik dengan jantung berdegup.
"Nayla."
Ah. Tentu saja. Nayla adalah gadis yang manis, lembut, dan semua hal yang sempurna. Raina menatap dirinya di cermin—bukan tipe gadis yang biasa disukai oleh Arka. Dia terlalu cerewet, terlalu keras kepala, dan terlalu… bukan Nayla.
Lima tahun yang lalu
Raina dan Arka bertemu saat masih SMP. Arka adalah anak baru yang pendiam, sementara Raina terkenal aktif dan ceria. Entah bagaimana, mereka menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Arka selalu ada untuknya, dan Raina ada untuknya—meski tak pernah berani mengaku bahwa hatinya perlahan jatuh pada sahabatnya sendiri.
Ada saat-saat kecil yang membuat perasaannya semakin dalam. Seperti ketika hujan turun deras di sekolah dan Arka menunggu bersamanya, berbagi satu payung kecil hingga bahu mereka bersentuhan. Atau ketika Raina sakit dan Arka membawakan sup buatannya sendiri—meskipun rasanya hambar.
Tapi yang paling menyakitkan adalah setiap kali Arka bercerita tentang gadis yang ia suka. Dan kali ini, gadis itu adalah Nayla.
Kehancuran yang Diam
Raina tersenyum, mencoba bersikap biasa. "Kamu mau aku bantu gimana?"
"Aku nggak tahu. Nayla terlalu sempurna buat aku."
Raina ingin tertawa. Bukan karena lucu, tapi karena betapa ironisnya situasi ini. Jika saja Arka tahu, bahwa di depan matanya ada seseorang yang rela melakukan segalanya untuknya, seseorang yang sudah lama mencintainya.
Tapi Raina tahu, cinta dalam diam adalah kutukan. Ia tidak bisa marah, tidak bisa protes, tidak bisa mengungkapkan isi hatinya.
Hari Pengakuan
Arka akhirnya mengungkapkan perasaannya pada Nayla, dan gadis itu menerimanya. Semua orang ikut senang, termasuk Raina—atau setidaknya ia berpura-pura begitu.
Hari itu, Raina pergi ke atap sekolah, menatap langit yang kelabu. Hatinya hampa, seolah sesuatu yang sudah lama dipeluknya erat kini terlepas tanpa bisa kembali.
Arka menemuinya. "Kamu nggak apa-apa?"
Raina tersenyum. "Aku baik-baik aja. Cuma... lega akhirnya kamu bahagia."
Arka tersenyum. "Makasih udah selalu ada buat aku, Rain."
Raina hanya mengangguk. Kata-kata yang ingin ia ucapkan hanya mengendap di hati: "Tapi kamu nggak pernah ada untukku."
Saat itu, ia sadar. Tidak semua perasaan harus terbalas. Tidak semua cinta harus memiliki akhir yang bahagia.
Dan Raina memilih diam.
---
Ending Alternatif (Happy Ending) → Jika kamu ingin versi berbeda:
Beberapa bulan setelah pacaran dengan Nayla, Arka mulai merasa ada yang hilang dalam hidupnya. Meski Nayla baik, ia merasa hubungannya tidak memiliki kenyamanan yang selalu ia rasakan saat bersama Raina.
Suatu hari, ia mendatangi Raina.
"Kamu pernah jatuh cinta, Rain?"
Raina tersenyum. "Pernah."
"Siapa?"
Gadis itu menatap matanya, lalu berkata dengan suara lirih, "Seseorang yang nggak pernah sadar."
Saat itu, Arka akhirnya mengerti. Dan untuk pertama kalinya, ia melihat bahwa orang yang selalu ada untuknya adalah satu-satunya yang harusnya ia pilih sejak awal.