Aku masih ingat saat-saat Ramadhan di masa kecilku. Ayah dan Ibu selalu membuatku merasa spesial selama bulan suci. Ayah selalu mengajariku cara berbuat baik dan beramal selama bulan suci, dan Ibu dengan sabar membimbing aku yang masih kecil untuk menjalankan puasa penuh dengan menjelaskan faedah dan keutamaan puasa.
Kami selalu bersama dan mereka akan selalu mendukung aku untuk berbuat kebaikan, bahkan kami akan bangun pagi-pagi sekali untuk sahur bersama, dan saat buka pun kami juga bersama. Walau menunya biasa saja, tapi karena kebersamaan itu membuatki semuanha terasa sepesial.
"Pagi, Nak," kata Ibu dengan suara yang lembut membangunkan aku. "Sudah waktunya sahur. Yuk kita makan bersama."
"Ibu, aku masih nangtuk," kataku dengan suara yang mengantuk.
"Ibu sudah membuatkan makanan yang lezat untuk kita, dan Ayah juga membawakan sebungkus mie jika kamu mau makan mei hangat-hangat." kata Ibu dengan senyum. "Ayo cepat bangun."
Kami makan sahur bersama, dan kami selalu bercanda sembari makan. Setelah selesai sahur, aku akan berangkat ke tempat mengaji untuk shalat Subuh berjamaah dan lanjut tadarus sampai jam enam baru pulang untuk sekolah.
Kegiatan rutin itu akan selalu aku lakukan selama bulan puasa, dan Ayah akan mengantarkan aku pergi ketempat mengaji karena tempatanya lumayan jauh dari rumah kami yang baru saja pindah.
Saat puasa, Ayah dan Ibu selalu membuatku merasa nyaman dan tidak merasa lapar walau aku berpuasa seharian penuh dengan segala kegiatan. Mereka akan membuatkan aku makanan yang lezat dan sehat untuk berbuka puasa dan sahur.
"Ayah, kita akan makan apa untuk berbuka puasa nanti?" tanyaku dengan suara yang penasaran sepulang sekolah. Karena pertanyaan itu menjadi sebuah kebiasaan dan rasa penasaran yang besar bagiku yang sudah mulai berpuasa penuh sejak usiaku masih delapan tahun, yang anak se usiaku masih enak jajan dengan bebas.
"Ibu membuatkan kolak pisang sama nangka dan juga kentang untuk kita nanti," kata Ayah dengan senyuman.
"Benarkah! Yeee...aku ingin makan nasi goreng ayah kalau gitu nanti." kataku dengan suara yang bersemangat.
"Baiklah, nanti akan Ayah buatkan." katanya dengan senyuman, dan hal itu membuatku sangat senang. Karena Ayahku memang pedagang kaki lima, dan dagangannya adalah nasi goreng dan mie goreng.
Saat sore hari, kami akan menghabiskan waktu bersama untuk menunggu waktu berbuka. Kami akan bercerita dan bercanda bersama dengan sebuah obrolan ringan. Dan aku akan membantu Ibu untuk membuat makanan ringan bersama sambil mendengarkan ceramahan Ayah soal kebaikan dan keutamaan bila puasa. Setelah selesai berbuka aku akan pergi ke tempat mengaji lagi dan akan pulang setelah sholat isya'. Semua aku lakukan dengan ringan karena ajaran kedua orang tuaku yang sangat mendalam dan bersemayam dalam relung hatiku.
"Ayah, sudah berangkat ya Bu," kataku dengan suara pelan.
"Sudah, Nak," kata Ibu dengan senyum manisnya. "Ayo istirahat Ibu akan menceritakan sebuah kisah yang pernah Nenek ceritakan pada Ibu."
Ibu mulai menceritakan kisah tentang Nabi Muhammad SAW, dan aku mendengarkan dengan saksama. Aku merasa seperti aku sedang berada di zaman itu, dan aku dapat merasakan kebesaran dan kebijaksanaan Nabi.
Saat menjelang sahur, aku akan terbangun dengan suara gerobak Ayah yang memasuki pekarangan rumah. Kami akan bangun dan mulai berkumpul di ruang belakang untuk sahur bersama. Semua kegiatan itu akan selalu kami lakukan disetiap bulan Ramadhan.
Ramadhan bersama Ayah dan Ibu selalu menjadi momen yang spesial bagi aku. Mereka selalu mengajari aku tentang pentingnya beribadah, menjalankan syariat Islam, serta menghabiskan waktu bersama.
"Ayah, Ibu, terima kasih atas semua yang kalian berikan kepadaku selama ini," kataku dengan suara yang tulus.
"Aku dan Ayah sangat mencintai kamu, Nak," kata Ibu dengan senyuman yang sangat indah.
"Kami ingin kamu menjadi anak yang shalehah dan beriman, juga selalu ingat akan kebersamaan dan berbuat baik pada sesama, juga sanak saudara." sambung Ayah dengan suara yang terdengar sangat bijak.
"Aku akan berusaha menjadi anak yang shalehah dan beriman, Ayah," kataku dengan suara yang bersemangat.
Sekarang, aku sudah dewasa dan memiliki keluarga sendiri. Tapi aku masih ingat saat-saat Ramadhan bersama dengan Ayah dan Ibu. Aku berharap dapat mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang mereka ajarkan padaku kepada anak-anakku kelak, dan membuat mereka merasa spesial selama bulan suci Ramadhan.
SDA, 10 Maret 2025