Malam itu, hujan turun deras di desa kecil di pinggiran kota. Udara dingin menusuk tulang, menambah kesan kelam pada rumah tua yang berdiri di ujung jalan. Rumah itu dibiarkan kosong selama bertahun-tahun, dan orang-orang di desa percaya ada sesuatu yang menghuninya.
Namun, bagi Raka, rumah tua itu adalah satu-satunya tempat yang bisa ia tempati. Setelah kematian kedua orang tuanya, ia terpaksa pindah ke sana—warisan satu-satunya yang mereka tinggalkan. Tidak ada pilihan lain.
Hari pertama di rumah itu, Raka merasakan sesuatu yang ganjil. Udara di dalam terasa lebih dingin dari luar, meskipun semua jendela tertutup rapat. Tangga kayunya berderit di setiap langkah, dan di beberapa sudut, cat tembok sudah mengelupas seperti luka lama yang menganga.
Tapi yang paling aneh, adalah cermin besar di ruang tamu. Cermin itu terlihat tua, dengan bingkai kayu berukir bunga-bunga layu. Entah kenapa, setiap kali melewatinya, Raka merasa seperti ada yang mengawasinya dari balik permukaan kaca.
Malam itu, saat hujan makin deras, Raka terbangun oleh suara. Lirih, namun jelas—seperti suara seseorang yang menangis di lantai bawah.
Dengan hati berdebar, ia mengambil senter dan perlahan menuruni tangga. Suara itu membawanya ke ruang tamu, tepat di depan cermin tua. Di sanalah ia melihatnya—seorang gadis berdiri di dalam pantulan cermin.
Gadis itu mengenakan gaun putih panjang. Rambut hitamnya tergerai menutupi sebagian wajah, tetapi ada kesedihan yang jelas terlihat di mata gelapnya.
"K-kamu siapa?" tanya Raka, suaranya gemetar.
"Aku... Alina," jawab gadis itu, nyaris berbisik. "Aku terperangkap di sini…"
Raka melangkah mundur, tubuhnya menegang. Tapi ada sesuatu dalam tatapan Alina yang membuatnya tidak bisa pergi. Kesepian. Sama seperti yang ia rasakan sejak kehilangan orang tuanya.
Hari-hari berikutnya, Raka mulai mencari tahu tentang Alina. Setiap malam, gadis itu muncul di cermin, berbicara dengannya. Ia tahu Alina pernah tinggal di rumah ini bertahun-tahun lalu, sebelum menghilang secara misterius. Tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi, tetapi desas-desus mengatakan ia menjadi korban tragedi yang mengerikan.
Namun, semakin sering mereka berbicara, Raka merasakan sesuatu yang lain—perasaan yang perlahan tumbuh di hatinya. Di balik keanehan dan misteri, Alina adalah gadis yang lembut dan penuh perhatian. Mereka berbicara tentang segalanya: kenangan, mimpi, dan kesepian yang membelenggu mereka berdua.
Suatu malam, Alina menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Lebih dalam. Lebih hangat.
"Raka… aku ingin bebas," bisiknya. "Aku ingin hidup lagi."
Hati Raka bergetar. Ia ingin membantunya, tapi bagaimana caranya membebaskan jiwa yang terperangkap di dunia lain?
Keesokan harinya, Raka pergi ke perpustakaan desa, mencari catatan lama tentang rumah tua itu. Ia menemukan sebuah artikel tua yang mengungkap kebenaran mengerikan—Alina dibunuh oleh keluarganya sendiri. Mereka mengurungnya di dalam cermin sebagai hukuman atas cinta terlarang yang ia jalani.
Dengan tekad bulat, Raka kembali ke rumah. Malam itu, ia berdiri di depan cermin dan memanggil nama Alina. "Aku tahu kebenarannya. Aku akan membebaskanmu," ucapnya.
Alina muncul, air mata mengalir di pipinya. "Tapi itu berbahaya, Raka. Jika kau gagal… kau bisa terperangkap bersamaku selamanya."
"Aku tidak peduli," jawab Raka. "Aku tidak akan membiarkanmu sendiri lagi."
Dengan petunjuk dari buku tua yang ia temukan, Raka memulai ritual pembebasan. Lilin-lilin menyala di sekeliling cermin, dan ia mengucapkan mantra pemisah jiwa. Angin dingin berhembus di dalam rumah, dan bayangan gelap mulai berputar di sekitar mereka.
Tiba-tiba, cermin bergetar hebat. Alina menjerit kesakitan, tetapi Raka tetap melanjutkan mantranya. Dengan kekuatan terakhir, ia menghantam cermin itu hingga retak besar membelah permukaannya.
Saat debu mengendap, Alina berdiri di hadapannya. Tidak lagi di dalam cermin. Tidak lagi hanya bayangan. Ia benar-benar ada.
"Raka…" bisiknya, sebelum melangkah maju dan memeluknya erat.
Raka membalas pelukan itu, merasakan kehangatan yang nyata. Ia telah berhasil. Mereka telah berhasil.
Sejak malam itu, rumah tua itu tidak lagi terasa menyeramkan. Karena di sana, Raka tidak lagi sendirian. Alina, gadis dari cermin, kini hidup di sisinya—bukan lagi sekadar bayangan di dunia yang sepi.
Namun, di balik kebahagiaan mereka, ada sesuatu yang tetap menjadi rahasia. Di sudut ruang tamu, serpihan kecil cermin itu masih memantulkan bayangan… bayangan sosok lain yang belum benar-benar pergi.