Masa-masa SMA adalah masa terindah sekaligus pencarian jati diri. Ke
mana kaki ini melangkah? Bagaimana mental ku di penghujung SMA? Apa cukup
dengan mengandalkan orang tua yang tak berpunya? Berjuang mencari celah yang
mampu untuk dilalui. Menerjang ombak-ombak tinggi dan masih setegar karang
di pantai.
Sebuah rasa kecewa yang seolah memintaku untuk menyerah, tapi guruku bak malaikat tak bersayap menerbangkanku ke langit. Melihat begitu luasnya dunia dengan berjuta penghuninya. Beliau menyadarkanku dari lamunan kegelapan itu dan mulai menuntunku dari apa yang tak ku tahu.
Diam-diam aku bertekad untuk maju, tanpa ada seorang pun yang tahu. Setiap hari hanya belajar, belajar, dan belajar. Aku melakuakannya demi masa depanku kelak. Aku ingin membahagiakan orang tuaku. Menjadi sosok yang dibanggakan. Namun, di tengah persiapanku orang tua tak merestui niatan baikku. Mereka ingin aku segera bekerja saja. Toh kalau kuliah duit dari mana? Aku memang orang tak mampu tapi, aku akan berjuang mendapatkan apa yang ku mau termasuk masa depanku yang ada di tanganku.
Berbagai kalimat-kalimat menjatuhkan mentalku untuk maju dan pada akhirnya aku tetap nekat maju tanpa mereka tahu. Detik-detik yang terlewati begitu berharga. Orang-orang yang percaya pada kemampuankulah yang menjadi semangatku. Aku tak boleh menyerah begitu saja. Coba pikirkan bagaimana perasaan mereka yang akan ku kecewakan jika aku menyerah? Dikecewakan itu sakit ibaratnya obat yang memiliki efek lain.
Pada bulan itu, tepatnya bulan Desember 2019, ada pendaftaran akun LTMPT. Aku ikuti semua langkahnya, bahkan sempat terkendala. Namun, akhirnya berhasil membuat akun itu pada awal Januari. Tinggal menunggu waktu pihak sekolah menyeleksi siswa-siswinya untuk menjemput tiket SNMPTN. Nilai-nilai yang telah direkap akhirnya selesai dan diumumkan. Namaku tertera di sana. Alangkah senangnya diri ini bisa mendapat kesempatan emas.
Tibalah bulan Februari yang dipenuhi oleh mimpi-mimpi. Pendaftaran SNMPTN dibuka pada tanggal 14-27 Februari 2020, tapi aku ragu untuk melanjutkannya. Tapi aku tak mau mengecewakan mereka. Dengan mantap ku temui ibuku yang berada di ruang tamu. Aku mendekatinya lalu, duduk di sampingnya. Ku sodorkan layar poselku yang tertera pendaftaran SNMPTN.
“Bu, menurut ibu aku harus milih yang mana?” tanyaku penuh hati-hati.
“Apa?” jawabnya seolah belum mengerti jalan pikiranku.
“Pendaftaran SNMPTN bu, ini yang tanpa tes juga tanpa biaya. Aku boleh coba
ga?”
“Coba aja!”
“Serius?” tanyaku memastikan.
Ibuku menganggukkan kepalanya dengan mantap. Aku bisa lega kalau begini. Bismillah semoga pendaftaran ini lancar. Aku memilih jurusan dan universitas di sebelah ibu. Dia amat serius memperhatikanku. Aku bertanya kembali padanya mengenai pilihananku. Takutnya tidak direstui.
“Aku di UIN Jogja aja ya bu?”
“Kenapa ga di UNY aja?”
“Kan diblacklis,” jawabku.
“Ya.”
“Kalau aku ambil Pendidikan Kimia gimana bu?”
“Lho kamu kan Kimia. Kenapa ga yang Kimia aja?”
“Berat bu. Boleh ya?”
“Ya terserah kamu, nanti juga kan yang njalanin kamu?”
“Yang pilihan satu di Pendidikan Kimia dan yang kedua Pendidikan Matematika,”
kataku.
“Di kampus yang sama,” tambahku.
“Kenapa yang kedua di UIN juga kenapa ga di UNY?”
“UNY kan diblacklis bu, jadi mau dijadikan pilihan satu atau dua sama aja ga
bakal bisa masuk,” jelasku.
“Oh…. Ya udah gapapa.”
Aku lega kalau ibu tidak keberatan. Semua beban terasa hilang begitu saja.
Dan dengan yakin aku melanjutkan pendaftaran online SNMPTN itu dengan
tenang. Selesai sudah pendaftaran itu bukti pendaftaran sudah ku unduh tinggal
mencetaknya. Sebenarnya aku juga tidak begitu yakin dengan pilihanku ini. Lalu,
disetiap sepertiga malam terakhir aku menunaikan sholat tahajud. Memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberi kemudahan dan kemantapan hati.
Memasuki bulan Maret sekolahku mengadakan ujian sekolah untuk kelulusan. Waktu ujian sekolah hanya berlangsung tujuh hari saja. Selepas itu,para pihak sekolah mempersiapkan kelas 12 yang akan mengikuti UN. Rencananya tahun 2020 adalah UN terakhir dan jatuh pada Angkatan kami. Namun, rupanya pandemi mulai memasuki wilayah Indonesia. Lalu, semuanya menjadi serba online.
Tepat seminggu sebelum UN diselenggarakan ada informasi mengenai UN tahun ini yang ditiadakan. Antara sedih juga senang. Kini pun berbeda tak ada teman di dekatku yang mungkin berceloteh tentang hal ini. Mereka hanya
menyampaikannya lewat chat whatsapp. Sungguh realita yang tak seindah ekspentasi kala itu. Semua berharap UN terakhir menjadi momen yang ditunggu-
tunggu menjelang kelulusan. Namun, apalah daya keputusan kemendikbud sudah
tak bisa lagi diganggu-gugat.
Aku masih ingat sekali kapan pengumuman SNMPTN itu. Tepat pada tanggal 8 April 2020. Aku sempat takut membukanya, sekedar memastikan aku lolos atau tidak. Karena ada rumor yang mengatakan bahwa sekolahku diblacklis oleh UIN Jogja. Aku pun telah mempersiapkan diri jika memang harus menghadapi kemungkinan terburuknya. Sore itu setelah sholat Asar aku membuka laman LTMPT. Ku masukkan nomor pendaftaran dan tanggal lahirku. Lalu, klik cari.
Aku was-was menantikan apa yang akan terjadi dan ternyata “Hijau! Lolos!” di pilihan pertama. Aku senang sekali dengan begini bisa menjadi alasanku mengelak dari tawaran sekolah gratis di sekolah Kesehatan yang notabene belum aku ketahui sekolah seperti apa itu. Ku utarakan kelolosanku kepada ibu. Dia juga kaget. “Bagaimana bisa?” katanya.
Pendaftaran ulang calon mahasiswa baru dibuka beberapa hari setelah pengumuman. Seandainya orang lain tau betapa sulitnya aku mendapat izin dari orang tua dalam hal melanjutkan sekolah. Dan parahnya lagi aku tidak mendaftar
beasiswa KIP Kuliah secara online karena sudah pesimis tidak akan lolos. Aku tak
langsung daftar ulang karena belum mencari beasiswa. Akhirnya aku menanyakannya pada kakak tingkat melalui chat whatsapp. Dia merespon dengan
baik bahkan akan segera memberi tahuku jika pembukaan beasiswa itu dibuka.
Aku pun sudah yakin dan bertekad bulat. Aku segera mendaftar ulang secara online. Lalu, melakukan wawancara juga untuk penentuan UKT. Tak lama kemudian aku mendapat informasi dari Instagram bahwa pendaftaran beasiswa KIP Kuliah dibuka. Aku segera mendaftarkan diri. Sekitar seminggu kemudian pengumuman penerima KIP Kuliah diumumkan. Alhamdulillah aku lolos dan tak
perlu lagi membayar UKT. Aku mengikuti seluruh prosedurnya.
Aku sangat bersyukur sekali mendapat beasiswa KIP Kuliah sehingga tak membebani orang tuaku yang tak berpunya. Meski aku bukan orang berpunya, terkendala ekonomi, tapi aku tak akan menyerah begitu saja. Jatuh bangunnya
dalam sebuah pengorbanan demi apa yang dicita-citakan akan membantu kita belajar tentang apa itu “Kehidupan yang Sebenarnya”. Dan selalu ingatlah pada
Allah swt. yang akan menunjukan jalan pada kita.
===========================
Karya pernah diikutsertakan dalam lomba menulis inspirasi oleh Lentera Anak Bangsa Cerdas (LABC) pada 1-28 Oktober 2020