Seluruh gerbong kereta tenggelam dalam kegelapan pekat.
Hanya ada suara roda besi bergesekan di rel yang menggema, bercampur dengan napas berat yang terdengar dari arah yang tak terlihat.
Naya membeku di tempatnya.
Jantungnya berdegup kencang, detaknya berdentam di telinganya seperti genderang kematian.
Dia mencoba menajamkan pendengarannya.
Siapa pun yang ada di sini bersama mereka… dia bisa mendengar napasnya.
Bukan pria asing itu.
Bukan dirinya sendiri.
Tapi sesuatu yang lain.
Sesuatu yang tak terlihat dalam kegelapan.
Lalu, di antara suara roda besi yang berderit…
Ada suara bisikan.
“Aku sudah menemukannmu.”
Dingin menjalar ke seluruh tubuh Naya.
Keringat dingin membanjiri punggungnya.
Dia menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian. Perlahan, tangannya meraba-raba ke dalam tasnya, mencari ponselnya.
Jari-jarinya gemetar saat menyentuh layar.
Satu sentuhan kecil, dan layar ponsel itu menyala…
Cahaya redup dari layar ponselnya menerangi bagian kecil dari gerbong.
Dan tepat di depannya—
Ada wajah seseorang.
Terlalu dekat.
Terlalu nyata.
Sebuah wajah pucat dengan mata kosong, bibirnya menyeringai tipis, menampilkan senyum yang terasa salah.
Naya menjerit.
Ponselnya terlepas dari tangannya, jatuh ke lantai.
Cahayanya berkedip-kedip, memperlihatkan bayangan sosok itu berdiri di sana, tidak bergerak, tapi tidak benar-benar diam.
Dia bisa melihat dadanya naik turun.
Dia bernapas.
Dia hidup.
Dan dia ada di sini.
Pria asing yang sejak tadi bersamanya tiba-tiba menarik tangan Naya dengan kasar, membuatnya tersentak dari keterkejutannya.
“Jangan lihat dia!” suaranya tegas. “Turunkan kepalamu!”
Naya masih terguncang, tapi naluri bertahan hidupnya lebih kuat.
Dia langsung menundukkan kepala, memejamkan matanya rapat-rapat.
Detik berikutnya, terdengar suara gemeretak.
Seperti suara tulang yang dipatahkan.
Atau sesuatu yang lebih buruk.
Kereta tiba-tiba bergetar hebat.
Seakan ada sesuatu yang bergerak di antara mereka, sesuatu yang lebih besar dari manusia biasa.
Naya tidak bisa melihatnya.
Tapi dia bisa merasakannya.
Sesuatu ada di sana.
Melingkari mereka.
Mendekat.
Kemudian…
Cahaya kembali menyala.
Hanya sekejap.
Tapi cukup untuk memperlihatkan sesuatu yang hampir membuat Naya kehilangan akal sehatnya.
Bayangan di dinding gerbong—bukan bayangan manusia.
Terlalu besar.
Terlihat bengkok.
Berbentuk seperti seseorang yang telah dipelintir melampaui batas manusiawi.
Seakan tubuhnya dihancurkan dan dipaksa untuk tetap hidup.
Cahaya berkedip sekali lagi, dan bayangan itu menghilang.
---
Kereta keluar dari terowongan.
Cahaya kembali normal.
Semua kembali seperti semula, seolah-olah tidak ada yang terjadi.
Tapi Naya tahu, itu bukan mimpi.
Tangannya masih gemetar.
Jantungnya masih berdebar keras.
Dan pria asing itu—dia juga tampak pucat.
“K-kita harus keluar…” suara Naya bergetar.
Pria itu menatapnya, lalu mengangguk.
Dia menarik Naya bangkit. “Turun di stasiun berikutnya. Jangan lihat ke belakang.”
Naya mengangguk cepat.
Dia tidak butuh alasan.
Dia tidak ingin tahu lebih jauh.
---
Lima menit kemudian, mereka turun di sebuah stasiun kecil yang sepi.
Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya, menusuk sampai ke tulang.
Kereta itu tetap melaju, meninggalkan mereka berdua di peron yang nyaris kosong.
Naya mengatur napasnya.
Dia merasa seakan baru saja kembali dari neraka.
Lalu, dengan suara lirih, dia bertanya:
“Apa itu tadi?”
Pria itu terdiam lama.
Matanya menatap jalur rel yang kosong, seolah sedang mempertimbangkan apakah dia harus menjawab atau tidak.
Kemudian, akhirnya dia berkata pelan:
“Itu… adalah orang yang seharusnya sudah mati.”
Naya menegang.
Orang yang seharusnya sudah mati?
Apa maksudnya?
Dia ingin bertanya lebih lanjut, tapi sebelum dia bisa membuka mulut, pria itu melanjutkan.
“Sudah kubilang, kan?” suaranya terdengar hampir seperti bisikan. “Kau tidak ingin tahu.”
Naya menggigit bibirnya.
Dia ingin menyangkal.
Tapi jauh di dalam hatinya…
Dia tahu pria ini benar.
Karena apa pun jawaban dari pertanyaannya, itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.
Dan mungkin…
Dia tidak akan pernah bisa tidur dengan tenang lagi.
Tamat.