Puppy itu mondar-mandir di depan aula. Tidak ada yang mempedulikannya. Bulu coklatnya kusut dan kotor. Matanya menatap nanar setiap orang yang berlalu lalang. Mungkin berharap ada yang mau memberi makan atau sekedar mendekat mengusap bulu kumalnya. Berhari-hari puppy itu di sana tanpa ada yang peduli.
Kasihan. Aku memungut dan membawanya pulang. Hari-hariku yang sepi menjadi lebih ceria. Aku juga tidak tidur sendirian lagi. Tidak lagi meringkuk ketakutan saat hujan deras dengan suara guntur keras di tengah malam. Kini aku tidak sendirian. Puppy itu kuberi nama Choco karena bulunya yang berwarna coklat. Choco anak yang baik. Dia selalu duduk dengan tenang di belakang pintu menyambut aku pulang. Kadang ia menggonggong kecil dan melompat ke arahku. Hari-hariku bersama Choco benar-benar dipenuhi warna.
Namun Choco tumbuh dengan cepat. Seiring waktu ia menjadi lebih agresif. Ia menyalak dengan keras kearah temanku saat temanku datang berkunjung. Sehingga tidak ada yang berani datang ke rumahku. Ia mulai merusak barang-barangku, menggigit sofa, memecahkan vas bunga, sampai membuat seisi rumah berantakan. Ia menggonggong setiap hari. Membuatku sampai ditegur oleh tetangga sebelah karena suara gonggongannya yang keras dan mengganggu.
Setiap kali ia membuat keributan aku selalu berpikir untuk membuangnya tapi rasanya tidak tega. Aku ingin memberikannya kepada orang lain. Namun melihat tatapan matanya yang nanar aku kembali luluh.
Sampai suatu pagi di hari Minggu. Aku sangat lelah setelah bekerja lembur semalaman. Aku berencana akan tidur seharian sepuasnya di hari libur ini. Aku masih terlelap di alam mimpi sampai tiba-tiba suara barang pecah membuatku terbangun dari tidur. Bukan sekali. Suara itu terdengar kembali. Seperti piring pecah. Dengan kesal aku bangun dari tempat tidur dan berjalan ke tempat sumber suara itu berasal. Benar saja. Pecahan piring berserakan di lantai. Dan di depan sana Choco duduk sambil menjulurkan lidah dan menggoyangkan ekor seolah sedang mengejekku.
"Guk... Guk..."
Ia menggonggong padaku. Sekali. Dua kali. Ia melompat ke arahku sambil menggonggong. Berputar-putar di depanku dan menggonggong terus-terusan. Tiba-tiba saja darahku langsung mengalir naik ke atas kepala. Untuk beberapa waktu yang singkat kemarahanku mereda. Aku merasa lega. Aku berjalan kembali ke kamar untuk melanjutkan tidur. Samar-samar terdengar suara lemah Choco. Namun aku terlalu lelah untuk menoleh.
"Kaing... Kaing..."
Sekarang aku dapat tidur dengan nyenyak tanpa ada yang mengganggu. Benar-benar tenang dan sunyi. Aku terbangun saat hari telah sore. Badanku terasa lebih segar. Namun rasanya terlalu tenang dengan keberadaan Choco di rumah. Aku beranjak dari tempat tidur mencari keberadaan Choco. Betapa terkejutnya saat melihat apa yang terjadi di dapur. Bukan hanya pecahan piring yang berserakan di lantai. Di sana Choco meringkuk dengan kaku. Bulu coklatnya telah berubah warna terkontaminasi warna hitam pekat.
Sesaat aku mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Aku kaget saat mendapati kedua telapak tanganku dipenuhi noda merah kehitaman yang telah mengering.
#shortstory #cerpen #creepypasta