Pukul 23.45, Feni melirik jam di ponselnya dengan gelisah. Sebentar lagi 3 Maret 2025, hari ulang tahun Dewi. Dari layar ponselnya, grup WhatsApp Bestie Skripsi masih ramai dengan rencana kejutan.
"Udah siapin kuenya?" tulis Zara.
"Udah, di kulkas," balas Atika.
"Balonnya udah kita tempelin di dinding juga," tambah Maya.
Feni tersenyum puas. Meski sibuk dengan skripsi yang baru masuk bab 1, mereka tetap menyempatkan diri untuk menyiapkan kejutan ini. Dewi adalah sahabat mereka sejak awal kuliah, dan tak mungkin mereka melewatkan hari spesialnya begitu saja.
"Kita kasih kejutannya di kamar atau suruh dia ke sini?" bisik Feni, takut suara mereka terdengar ibu kos yang terkenal galak.
Atika berpikir sejenak. "Ke kamarnya aja. Kasihan kalau dia harus ke sini tengah malam."
Maya mengangguk setuju. "Bener. Tapi kita harus pelan-pelan biar nggak ganggu yang lain."
Mereka segera mempersiapkan diri. Balon warna-warni sudah tertempel di dinding kamar Atika dan Maya, tapi mereka tidak akan membawa semuanya ke kamar Dewi—cukup kue tart kecil dengan lilin angka 22 dan kado sederhana dari mereka berlima.
Zara, yang tinggal di kos lain, baru saja tiba. "Dewi udah tidur," lapornya dengan napas sedikit tersengal. "Tadi aku lihat lampunya masih nyala, tapi kayaknya dia ketiduran di depan laptop."
Feni menatap teman-temannya. "Kasihan banget, pasti kecapekan."
Tanpa menunggu lebih lama, mereka membawa kue dan kado, berjalan pelan menyusuri lorong kos. Saat tiba di depan kamar Dewi, mereka saling memberi isyarat.
"Siapa yang ketok?" bisik Maya.
Atika menunjuk Feni. "Kamu aja, Fen. Kamu kan yang paling dekat sama Dewi."
Feni mendesah pelan, lalu mengetuk pintu dengan hati-hati. Tidak ada jawaban. Ia mengetuk lagi, sedikit lebih keras. Tetap tidak ada respons.
"Jangan-jangan dia beneran tidur pulas," gumam Zara.
Akhirnya, Maya mencoba membuka pintu pelan-pelan. Untung saja tidak dikunci. Mereka mengintip ke dalam, dan benar, Dewi tertidur di meja belajarnya dengan kepala bersandar di tangan. Laptopnya masih menyala, menampilkan dokumen skripsi yang penuh coretan revisi.
Feni tersenyum simpul, lalu mendekat dan menepuk bahu Dewi pelan. "Dew, bangun..." bisiknya.
Dewi bergumam pelan, matanya masih terpejam. "Hmmm?"
"Dew, bangun," ulang Feni.
Perlahan-lahan, mata Dewi terbuka. Ia tampak bingung melihat teman-temannya ada di kamarnya tengah malam. Sebelum sempat bertanya, mereka langsung bernyanyi pelan,
"Happy birthday to you~ Happy birthday to you~ Happy birthday, dear Dewi~ Happy birthday to you!"
Dewi terkejut, lalu menutup mulutnya dengan tangan. Matanya berkaca-kaca.
"Kalian…" katanya lirih.
Feni tersenyum hangat, lalu menyodorkan kue dengan lilin menyala. "Ayo, tiup lilinnya dulu!"
Dewi menarik napas dalam, menatap teman-temannya dengan penuh rasa syukur, lalu meniup lilin. Mereka bertepuk tangan pelan agar tidak membangunkan penghuni kos lainnya.
"Selamat ulang tahun, Dewi!" ucap mereka serempak.
Dewi mengusap matanya, tersenyum lebar. "Ya Allah, makasih banget! Aku nggak nyangka kalian bakal kasih kejutan begini."
"Mana mungkin kita lupa hari spesial sahabat sendiri," kata Zara sambil memeluk Dewi.
Maya menyodorkan kado kecil. "Nih, buat kamu. Nggak seberapa, tapi semoga suka."
Dewi menerima kado itu dengan mata berbinar. "Aduh, kalian baik banget. Aku sayang banget sama kalian!"
Mereka tertawa kecil. Setelah memotong kue, mereka duduk di lantai, ngobrol santai sambil makan. Dewi tampak bahagia, meskipun matanya masih terlihat lelah.
"Maaf ya kalau kejutan kita sederhana banget," kata Atika.
Dewi menggeleng. "Justru ini yang paling berkesan. Di tengah kita semua stres ngerjain skripsi, kalian masih inget ulang tahunku. Aku terharu banget."
Feni menatap layar laptop Dewi dan tertawa kecil. "Btw, kamu semangat banget sih, Dew, ngerjain skripsi sampai ketiduran?"
Dewi mendesah. "Habis gimana? Bab 1-ku belum kelar-kelar. Dosen pembimbing galak banget. Aku takut kena revisi lagi."
Maya mengangguk setuju. "Iya sih, kita semua lagi jungkir balik sama skripsi."
"Tapi tetap aja, kesehatan nomor satu," kata Zara. "Skripsinya bisa dikerjain pelan-pelan. Kita sama-sama ngelewatin ini, kok."
Dewi mengangguk, merasa lebih ringan. "Iya, makasih ya, semuanya. Aku jadi semangat lagi."
Mereka melanjutkan obrolan sampai pukul satu dini hari. Akhirnya, setelah memastikan Dewi baik-baik saja, mereka kembali ke kamar masing-masing.
Feni tersenyum puas saat berbaring di tempat tidurnya. Walaupun sederhana, ia tahu bahwa kejutan tadi akan menjadi kenangan indah bagi Dewi. Dan yang terpenting, mereka semua tetap saling mendukung di masa-masa sulit ini.
Di tengah kesibukan skripsi, persahabatan mereka tetap menjadi yang utama.