Malam itu, angin bertiup kencang di sekitar rumah tua yang berdiri di tepi hutan. Rumah itu adalah warisan keluarganya, tempat yang telah lama kosong dan penuh dengan cerita-cerita menyeramkan dari warga desa. Namun, ia tidak peduli. Setelah kehilangan orang tuanya dalam kecelakaan tragis, ia hanya ingin tempat untuk memulai hidup baru, jauh dari hiruk-pikuk kota.
Hari pertama berlalu tanpa kejadian aneh. Ia membersihkan ruangan demi ruangan, meskipun bayangan suram dan suara-suara samar dari sudut rumah membuatnya merasa sedikit gelisah. Rumah itu besar, dengan banyak lorong dan pintu yang tampaknya tak pernah digunakan.
Namun, malam berikutnya, suara langkah kaki terdengar dari lantai bawah. Ia terbangun dengan jantung berdegup kencang.
“Siapa di sana?” teriaknya dari atas tangga, suaranya menggema di kegelapan.
Tidak ada jawaban. Hanya suara angin yang berdesir di luar. Ia mengambil senter yang berada di samping tempat tidurnya, menyalakannya, dan mulai turun perlahan. Setiap langkahnya terasa berat, seolah udara di sekitarnya menjadi semakin tebal.
Ketika sampai di ruang tamu, semuanya sunyi. Hanya ada bayangan dari tirai yang bergoyang tertiup angin. Namun, matanya tertuju pada sesuatu yang tak biasa—sebuah jejak kaki basah di lantai kayu, menuju arah dapur. Ia membekukan langkah, merasa dadanya sesak oleh ketakutan. Namun, ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah imajinasi belaka.
Keesokan paginya, ia mencoba melupakan kejadian itu. Ia membawa keranjang dan berjalan ke hutan belakang rumah untuk mencari udara segar. Saat itulah ia melihat seorang pemuda berdiri di dekat pohon besar. Pemuda itu tinggi, dengan rambut hitam yang berantakan dan sorot mata yang tajam.
“Kau tinggal di rumah itu?” tanyanya tiba-tiba, tanpa memperkenalkan diri.
“Iya. Kenapa?” jawabnya, merasa sedikit terganggu oleh tatapan tajam pemuda itu.
Pemuda itu hanya tersenyum tipis. "Hati-hati. Rumah itu menyimpan rahasia. Jangan pergi ke ruang bawah tanah.”
Ia terdiam, bingung dengan peringatan itu. Tapi rasa penasaran mulai menguasai pikirannya. Apa yang sebenarnya disembunyikan di ruang bawah tanah?
Rahasia di Bawah Tanah
Malam berikutnya, ia tak bisa tidur. Pikirannya terus berputar, mengingat kata-kata pemuda itu. Rasa takut bercampur rasa penasaran membuatnya nekat. Ia mengambil senter dan perlahan menuju ke ruang bawah tanah.
Pintu ruang bawah tanah itu sudah lama terkunci. Dengan susah payah, ia membuka kuncinya yang berkarat. Pintu itu berderit pelan, menampakkan tangga kayu yang menurun ke dalam kegelapan. Udara di sana dingin dan lembap, membuat bulu kuduknya meremang.
Di dalam, ia menemukan ruangan besar yang penuh dengan barang-barang lama—lukisan, perabotan antik, dan buku-buku tebal berdebu. Namun, ada satu benda yang menarik perhatiannya: sebuah cermin besar yang bersih dan berkilau, kontras dengan debu di sekitarnya.
Ia mendekat, melihat bayangannya di dalam cermin. Tapi sesuatu terasa aneh. Bayangan itu tampak... berbeda. Tidak sepenuhnya mengikuti gerakannya. Ketika ia mengangkat tangan, bayangan di cermin justru menoleh, menatapnya langsung.
“Kenapa kau datang ke sini?” suara serak keluar dari dalam cermin, membuatnya mundur dengan panik.
Ia tersandung sesuatu dan hampir terjatuh. Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, sebuah tangan dingin meraih lengannya. Ketika ia menoleh, ia melihat pemuda yang ditemuinya di hutan.
“Pergi dari sini!” seru pemuda itu dengan nada penuh kepanikan.
Pemuda itu menariknya keluar dari ruang bawah tanah, namun cermin itu tampak hidup. Bayangan di dalamnya bergerak, memunculkan adegan yang menggambarkan masa lalu rumah tersebut. Ia melihat seorang perempuan berdiri di samping seorang pria—pemuda itu—dan perempuan itu memiliki wajah yang mirip dengannya.
“Itu... aku?” bisiknya dengan suara bergetar.
Pemuda itu mengangguk. "Kau adalah reinkarnasi dari perempuan itu. Kau kembali ke rumah ini, tempat cinta kita berakhir tragis.”
Air mata jatuh dari matanya. Ia kini memahami mengapa ia merasa begitu terhubung dengan tempat ini. Pemuda itu adalah cinta dari kehidupannya yang lalu, namun sesuatu yang gelap memisahkan mereka.
“Apa yang terjadi?” tanyanya.
“Kita dikutuk. Aku telah berusaha menghentikanmu datang ke sini, tapi takdir selalu membawamu kembali,” kata pemuda itu.
Bayangan dalam cermin mulai mengeluarkan suara tawa yang menyeramkan. Cermin itu tampak hidup, menarik mereka kembali ke masa lalu, memperlihatkan kejadian mengerikan—pengkhianatan, dendam, dan kutukan yang mengikat jiwa mereka.
Pemuda itu mencoba melindunginya, tetapi kekuatan cermin terlalu kuat. Dengan segala kekuatan terakhirnya, pemuda itu mendorongnya keluar dari ruang bawah tanah. “Pergilah! Jangan pernah kembali!”
Ia berteriak, mencoba meraih pemuda itu, tetapi pintu ruang bawah tanah tertutup dengan sendirinya.
Cinta yang Abadi
Pagi harinya, ia mendapati ruang bawah tanah terkunci rapat, seolah tidak pernah dibuka. Pemuda itu tidak pernah terlihat lagi. Namun, setiap kali ia berjalan ke hutan, ia merasa bahwa seseorang mengawasinya dari bayang-bayang pohon.
Ia memutuskan untuk tetap tinggal di rumah itu, mengenang setiap momen singkat yang ia habiskan bersama pemuda tersebut. Ia tahu, cinta mereka tidak akan pernah hilang, meskipun dunia memisahkan mereka.