Angin sore itu berbisik lembut di antara ilalang yang tumbuh liar di Bukit Cinta, sebuah tempat yang selalu dikunjungi seorang gadis setiap senja. Bukit itu menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya—terutama saat ia merasakan cinta untuk pertama kalinya.
Suatu sore, ketika langkah kakinya mencapai puncak, ia melihat seorang pemuda duduk di atas batu besar, memandang jauh ke arah cakrawala.
"Maaf, biasanya tidak ada orang di sini," katanya pelan, ragu untuk mengganggu.
Pemuda itu menoleh, tersenyum kecil. "Aku baru pindah ke desa ini. Maaf, aku tidak tahu tempat ini spesial untukmu."
Ia mengangguk, lalu duduk tak jauh darinya. Awalnya mereka hanya diam, menikmati keindahan senja. Tapi, seiring waktu berlalu, percakapan kecil mulai terjalin. Mereka berbicara tentang banyak hal—langit, angin, dan impian masing-masing. Tawa mereka perlahan menyatu dengan semilir angin.
Hari-hari berlalu, dan setiap senja mereka selalu bertemu di bukit itu. Gadis itu merasakan sesuatu yang berbeda tumbuh di hatinya, sebuah perasaan hangat yang ia takuti untuk diungkapkan.
Namun, di suatu senja, pemuda itu berkata dengan nada serius, "Aku mungkin tidak akan lama di sini. Ayahku akan memindahkan kami ke kota."
Kata-kata itu menghentikan waktu. "Kapan?" tanyanya pelan.
"Bulan depan," jawab pemuda itu sambil menunduk.
Gadis itu hanya tersenyum, meski hatinya terasa remuk. "Kalau kau pergi, aku akan tetap ke sini. Tempat ini akan selalu mengingatkanku padamu."
Hari-hari tersisa mereka habiskan dengan lebih banyak diam, seolah menikmati setiap detik kebersamaan sebelum semuanya berubah.
Di hari terakhir sebelum kepergian pemuda itu, mereka mendaki bukit untuk terakhir kalinya bersama. Matahari terbenam dengan keindahan luar biasa, seolah tahu ini adalah senja yang istimewa.
"Aku tidak tahu kapan kita akan bertemu lagi," kata pemuda itu, menatapnya dalam-dalam. "Tapi aku tidak akan melupakanmu. Kau adalah bagian terindah dari hidupku."
Mereka saling menggenggam tangan, membiarkan keheningan berbicara lebih banyak daripada kata-kata.
Tahun-tahun berlalu, gadis itu tetap mendaki Bukit Cinta setiap sore, mengenang senja yang pernah ia bagi dengan seseorang yang singgah di hatinya. Meski tak ada janji yang terucap, hatinya percaya bahwa suatu hari mereka akan bertemu lagi, di tempat yang penuh kenangan ini.
Dan mungkin, pada suatu senja di masa depan, pemuda itu akan kembali, membawa cinta yang tak pernah padam.