Alkisah,ada seorang pembuat boneka terkenal ditahun 60-an, bernama Joriel Terrence.
Semua orang mencintainya karena mahakaryanya.
Setiap hari boneka buatannya habis terjual, baik yang terbuat dari kayu maupun porselen. Tapi suatu ketika istrinya bernama Margaret meninggal dunia karena penyakit TBC, hal ini membuat nya tertekan, marah, patah hati dan kecewa.Sikap nya mulai berubah menjadi dingin dan kasar, ia juga mulai menjauh orang-orang disekitarnya dan mengunci diri di rumah nya.
Karena cintanya pada sang istri, dia berencana untuk menghidupkan sang istri kembali. Di bengkelnya yang remang-remang, bulan demi bulan, tahun demi tahun, dia terus berusaha menciptakan sang istri kembali dalam bentuk boneka, tapi boneka buatannya selalu gagal.
Suatu malam, di bengkel yang remang-remang. Dia masih terjaga dan Sibuk merakit boneka seukuran manusia. Wajah nya tampak kelelahan, seolah-olah dia tidak merawat dirinya sendiri, saat itu Joriel hampir putus asa karena mengira akan gagal lagi kali ini, tetapi tiba-tiba keajaiban terjadi…
Tiba-tiba boneka yang dibuat Joriel bergerak seperti manusia, dia kaget dan sedikit tersentak dengan peristiwa yang dia lihat dengan mata kepala nya sendiri.
"Istriku?Apakah itu dirimu?",Seru Joriel sambil berkaca-kaca.
"Tidak mungkin!Apakah ini mimpi? Apakah ini terjadi karena aku terlalu kelelahan?",Joriel duduk dikursi nya sambil menatap boneka yang ia buat.
Boneka itu mulai bangun seperti manusia yang baru saja bangun tidur, Joriel syok akan kejadian itu, dia berusaha untuk tetap tenang dan menatap dengan tulus kearah Boneka. Tiba-tiba boneka itu berbicara.
"Selamat pagi..." suara boneka itu bergema di bengkel yang remang-remang, namun bagi Joriel, suara itu hanyalah tiruan kosong. Matanya menatap tajam pada boneka itu, mencari secercah jiwa Margaret, tetapi yang ia temukan hanyalah kekosongan.
"Kau bukan dia!" teriak Joriel, suaranya pecah oleh amarah dan kesedihan. "Kau hanya tiruan, cangkang kosong!"
Boneka itu menatapnya dengan mata kaca yang kosong, tidak mengerti kemarahan Joriel. Joriel meraih boneka itu, mencengkeramnya erat-erat, seolah ingin meremas jiwanya yang palsu.
"Kau telah mencuri harapanku, kau telah mempermainkan hatiku!" teriak Joriel, air mata mengalir di pipinya. "Kau bukan Margaret, dan kau tidak akan pernah menjadi dia!"
Dengan kekuatan yang luar biasa, Joriel membanting boneka itu ke lantai. Suara pecahan porselen bergema di bengkel, pecahan-pecahan boneka berserakan di lantai seperti kenangan yang hancur.
Joriel terengah-engah, dadanya naik turun, matanya berkaca-kaca. Dia menatap pecahan-pecahan boneka itu, hatinya hancur berkeping-keping seperti porselen itu.
Dia telah menghancurkan harapannya sendiri, satu-satunya hal yang membuatnya terus hidup. Dia telah membunuh tiruan Margaret, dan dengan itu, dia telah membunuh dirinya sendiri.
Joriel berlutut di lantai, dikelilingi oleh pecahan-pecahan boneka itu. Dia meraih salah satu pecahan, memegangnya erat-erat, air mata membasahi pipinya.
"Maafkan aku, Margaret," bisiknya, suaranya bergetar. "Aku tidak bisa membuatmu kembali. Aku telah gagal."
Malam itu, Joriel duduk di kursinya, dikelilingi oleh pecahan-pecahan boneka itu. Dia menatap bulan yang bersinar redup, hatinya kosong dan hancur.
Dia telah kehilangan segalanya: istrinya, harapannya, dan dirinya sendiri. Dia hanyalah bayangan dari dirinya yang dulu, seorang pria yang patah hati dan hancur.
Keesokan paginya, Joriel ditemukan di kursinya, matanya tertutup rapat, tangannya masih memegang pecahan porselen itu. Dia telah pergi, meninggalkan dunia yang terlalu menyakitkan untuk dijalani.
Bengkel Joriel tetap kosong, pecahan-pecahan boneka itu berserakan di lantai, menjadi saksi bisu dari kisah cinta dan kehilangan yang tragis.