> By: KianRama (Alien)
> ib: Evakuasi-hidia
Dira adalah gadis yang berstatus seorang pelajar SMA yang duduk di bangku kelas 10. Dira baru saja pulang dari sekolahnya menuju rumah tempat tinggalnya.
Dengan langkah sedikit berat dirinya berjalan menuju bangunan sederhana yang biasa disebut sebagai rumah. Walau terkesan tak minat Dira tetap melanjutkan langkahnya hingga dirinya benar benar sampai di rumahnya.
Dira melangkah masuk ke dalam sembari mengucapkan salam, tak lupa Dira melepas sepatunya dan meletakannya di rak sepatu. Suasana rumah tampak sepi, tapi samar samar ada suara orang berdebat dari arah dapur. Dengan langkah lunglai Dira berjalan menuju kamarnya, ia tau siapa yang berdebat itu namun Dira enggan terlibat dalam pertengkaran kecil yang menyakitkan itu.
Setelah menutup pintu kamar Dira segera mengganti pakaiannya dengan pakaian yag lebih santai lalu Dira menggantung seragam sekolahnya karena besok seragam itu masih ingin dipakai olehnya.
Baru saja Dira duduk di kasurnya sambil menyalakan ponsel untuk menenangkan pikiran suara tangisan anak kecil terdengar disusul dengan suara teriakan wanita yang tak lain adalah Ibu kandung Dira.
Helaan nafas berat terdengar, Dira kembali bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju keluar kamar. Baru saja membuka pintu pemandangan anak kecil yang menangis sudah menyambut dirinya. Itu adalah Zila adik Dira yang baru berusia 5 tahuh. Dira mengelus kepala Adiknya bermaksud untuk menenangkan gadis kecil tersebut, namu disela sela menenangka Adiknya Dira harus mendengarkan omelan sang ibu yang kesal lantaran Dirinya langsung megurung diri di kamar setelah pulang sekolah.
Dira tetap diam, tatapannya kosong seolah sudah tak ada kehidupan di sana. Hal inilah yang membuat Dira tak betah di rumahnya suara tangisan Adik, suara omelan Ibu, dan suara pertengkaran orang tuanya tentang masalah ekonomi yang seolah tak pernah usai.
Menit telah berlalu, sang Adik telah diam dan Ibunya juga sudah kembali ke kamarnya sendiri. Dira menyuruh Adiknya untuk bermain sendiri lebih dulu sementara dirinya hendak membersihkan rumah.
Zila menurut dan memilih untuk bermain sendirian dan membiarkan Dira membereskan pekerjaan rumahnya. Karena sang Adik telah pergi Dira lantas mengambil sapu dan segera menyapu rumah hingga bersih lalu melanjutkan pekerjaannya untuk mencuci piring setelah selesai Dira kini menuci baju sekalian menjemurnya.
Pekerjaan rumahnya sudah dilakukan semua oleh Dira, gadis itu kembali merasa lelah dan ingin beristirahat sejenak. Namun, baru saja Dira duduk di kamarnya suara tangisan Zila kembali terdengar tapi tangisan kali ini lebih keras lagi. Dengan panik Dira melepas ponselnya dan segera berlari menuju ke arah luar rumah.
Sayangnya Dira terlambat, Ayahnya lebih dulu sampai dan membantu Zila yang terluka. Sepertinya Zila sebelumnya terjatuh hingga membuat dirinya sendiri terluka dan menangis karena kesakitan.
Ayah Dira yang melihat Dira baru saja keluar dari rumah segera memarahi Dira dengan alasan Dira tak bisa menjaga Zila hingga Zila terluka. Suara bentakan bercampur emosi sang Aya membuat perasaan Dira menjadi tak nyaman.
mengapa Dira yang disalahka? Mengapa Dira yang di marah? Mengapa? Dira hanya bisa menyimpan pertanyaan itu di dalam kepalanya. Nayatika Dira mulai berkaca pertanda dirinya juga sudah lelah namun Dira hanya bisa menahan butiran butiran kristal bening itu di matanya, setelah Zila dan sang Ayah masuk ke dalam rumah Dira segera berlari masuk ke kamarnya.
Pintu kamar dikunci rapat dan Dira segera berlari ke kasurnya lalu memeluk boneka kesayangannya butiran kristal bening itu akhirnya meleleh juga membasahi pipi kemerahan milik Dira, isakan tangis yang ditahan terdengar sangat memilukan. Tanpa sadar Dira mulai kehilangan kendali atas pikirannya sendiri, gadis itu mulai mencakar tubuhnya sendiri dengan kuku kukunya yang panjang hingga tubuhnya sendiri di penuhi luka lecet kemerahan. Kata kata lelah dan umpatan lemah untuk diri sediri terlontar begitu saja dari mulutnya pertanda bahwa gadis itu memang benar benar kelelahan secara mental.
Dira itu lemah, menjadi seorang pedengar masalah yang menyerap energi negatif dari orang lain serta tuntutan tak terlihat di rumah dan di sekolah membuat mentalnya benar benar kelelahan tapi siapa yang sadar akan hal itu? Tentu tidak ada. Dira itu seorang pendengar namun dirinya tak punya pedengarnya sendiri, Dira mengetahui masalah banyak orang tapi jarang ada orang yang tau masalah Dira, Dira membawa bahagia ke hidup orang lain tapi siapa yang ingin membawa bahagia ke hidup Dira.
Berjam jam Dira sudah menangis, namun orang tuanya bahkan tak ada yang sadar atau menghampiri Dira ke kamarnya. Dengan pikirannya yang masih agak kacau Dira mengambil sebuah hoodie dan mengenakannya. Tanpa membawa barang apapun selain ponsel Dira segera beranjak keluar dari rumahnya.
Hari memang sudah malam namun hal itu tak menghalagi Dira untuk mencari ketenangannya sendiri. Ya, yang Dira butuhkan saat ini hanyalah ketenangan, tanpa hal lain di sekitarnya.
Dengan langkah tegas Dira berjalan melewati gang gang kecil yang ada di sekitar rumahnya. Sebuah lagu berputar di ponselnya untuk menemani setiap langkah Dira, lagu yang selalu Dira dengarkan akhir akhir ini saat dirinya merasa lelah.
Evakuasi, itu judul lagunya, Dira menyukai lagu itu karena liriknya begitu relate dengan Dira sendiri. Setelah sekitar 15 menit berjalan akhirnya Dira sampai di sebuah tepi pantai lepas yang benar benar sepi dan gelap.
Dira pergi ke sebuah batu besar dan duduk di atasnya. Suara deburan ombak terdengar berisik menjadi teman di kesunyia malam, angin laut yang dingin dan berhembus pelan seolah menerbangkan semua beban dipundaknya, sepi malam pun menjadi ruang ternyaman untuk menenangkan diri.
Yah, inilah yang diinginkan Dira. Sepi yang tenang tanpa ganggua dari apapun dan siapapun disekitarnya, seperti potongan lirik dari lagu yang saat ini tengah ia dengarkan dari ponselnya.
Aku hanya ingin ketenangan
Bukan rumah, uang, atau ketenaran
Aku hanya butuh ketenangan
Ia sangat jauh, hanya angan-angan
Aku hanya ingin ketenangan
Tanpa kabar, panggilan, dan pertemuan
Aku hanya butuh ketenangan
Menghilangkan diri dari keramaian
Dira membiarkan lagu itu terus berulang ulang. Mata gadis itu terpejam untuk menikmati ketenangan yang ada sunyinya malam, suara ombak, dan angin laut seolah menjadi sosok yang memeluk tubuh kecil Dira.
Tetesan kristal bening kembali turun. Gadis itu kembali menangis, namun bedanya kali ini Dira bebas menangis sekuat kuatnya tanpa takut ada yang mendengar dan terganggu tangisannya.
Teriakan putus asa benar benar terdengar memilukan, pantai dan malam menjadi saksi betapa rapuhnya gadis sang pemilik Nayatika itu. Biarlah, biarkan gadis itu menangis hingga tenang dengan sendirinya, biarkan gadis itu melepaskan topengnya, biarka gadis itu menurunkan beban di pundaknya. Sebelum gadis tersebut kembali menghadapi hari yang berat di esok hari.
Seribu Tuhan, ini berat
Bangun berpura menjadi kuat
Sungguh semua ini bom waktu
Memikul ceritamu
Memikul salahku
Dira mengikuti lirik tersebut, dirinya sudah benar benar lelah berpura pura. Namun keadaan selalu memaksanya untuk pura pura kuat, akan tetapi Dira tau selelah apapun bebannya menyerah bukanlah jalan keluarnya. Dira yakin jika ia terus bertahan maka akan ada hal membahagiakan suatu saat nanti, jika lelah Dira hanya perlu istirahat untuk mengembalikan tenaganya.
"Jangalah mati di tangan sendiri, jika lelah beristirahatlah. Kematian itu bukan jalan untuk menuju ketenangan, melainkan jalan menuju siksaan yang lebih besar dan lebih melelahkan. Jangalah terlena dengan kematian yang katanya damai, berfikirlah lebih jauh kebahagian hasil usahamu selama ini sudah menunggumu di masa yang akan datang."
Kalimat sederhana yang masih di simpan oleh Dira di kepalanya hingga saat ini, membuat Dira masih terus bertahan di dunia meski masalah terus terusan melanda.
Setelah merasa lebih tenang Dira bangkit dari duduknya dan bersiap untuk kembali ke rumah, dirinya sudah lebih baik saat ini dan sudah bisa menerima masalah masalah yang selalu menempel padanya.
> Hidup itu seperti roda berputar kadang di atas, kadang di bawah, kadang juga kempes :)