Ray melepas jasnya saat memasuki kamarnya, hari ini sungguh sangat melelahkan baginya. Setelah lembur tadi malam dan hari ini dia baru selesai bekerja jam 2 pagi. Wajahnya sudah seperti pakaian kusut meski tubuh kekarnya masih terlihat sangat bugar. Sebenarnya dia tak perlu bekerja sekeras itu karena dialah pemilik perusahaannya, tapi karena 2 hari lagi dia akan menikah jadi dia ingin menyelesaikan semua pekerjaan yang ada sebelum nanti menghabiskan waktu libur pernikahan yang sangat ia nanti.
Sembari menatap sebuah kotak cincin diatas nakas, cincin yang baru dibelinya kemarin sebagai kejutan untuk sang kekasih, Ray merebahkan diri dengan pakaian yang sudah dilonggarkan. Segera ia ingin merasakan kenyamanan ranjang, saat matanya mulai terpejam, ponselnya berdering. Disana terlihat nama kesayangannya, 'Alza honey'.
"Ray tolong aku hiks...hiks... Kau dimana?" dari seberang telepon, terdengar suara tangis yang sangat parau.
"Baby, kau kenapa?" tanya Ray dengan panik, dia bangun dari posisi tidurnya.
"Ray, hiksss...hiks... Ayah,, Ray... Tolong..." segera setelah mendengar kata kata itu, Ray bergegas pergi ke suatu tempat. Dan tentu saja, tempat dimana kesayangannya berada, Alza.
Sepanjang jalan Ray terus merasa khawatir, dia sangat tahu apa yang sedang Alza alami saat ini. Dia mencoba menghubungi sahabatnya untuk ikut menyusul ke kediaman Alza.
"Nev, tolong susul gue ke tempat Alza sekarang!"
Nevan, sahabat Ray sejak kecil dan juga sahabat Alza. "Gila lo Ray?! Ini jam 2 pagi! Lo ganggu tidur guaa! Emang Alza kenapa?"
"Bokap Alza,, dia pulang Nev!"
"APA?!"
Pranggg!!! Buk! Buk!
Suara pecahan barang dan pukulan menggema di seluruh rumah yang dapat dibilang sebagai villa.
Seorang pria manis duduk lemas dengan banyak luka dan darah yang mengalir dari tubuhnya. Alzaren, dia tengah dipukul dan dimaki habis habisan oleh seseorang yang tubuhnya lebih besar darinya, siapa lagi kalau bukan ayahnya yang baru pulang dari luar negeri setelah 3 tahun tanpa kabar.
"Zaren!! Sudah berapa kali ku katakan. Kau hanya milik ku!!" ucapnya dengan menggenggam erat kerah baju Alza.
"hiks...hiks...kenapa ayah seperti ini?! Alza anak ayah! Alza bukan milik ayah seperti itu!" isak tangis disertai ketakutan, tubuhnya gemetar.
Yang kalian pikirkan adalah kenyataan, ayah Alza yang bernama Vano terobsesi pada Alza sejak usianya 8 tahun. Sejak istrinya meninggal, dia terobsesi pada Alza yang sangat mirip dengan ibunya, cantik, lembut, dan..tubuhnya yang selayaknya seorang wanita.
Beberapa kali Alza mendapat pelecehan dari ayahnya, bahkan walaupun ayahnya sudah punya kekasih di luar negeri, dia masih memperlakukan Alza sama seperti dulu setiap kembali ke rumah. Bahkan tak segan segan melukai fisik Alza.
"Alza bukan milik ayah! Alza akan menikah! Alza akan menjadi milik Ray! Hiks...hiks.."
"Kau masih belum berpisah dengannya?! Sudah ku peringatkan pada mu, kalau kau tidak mengakhiri hubungan kalian, maka aku yang akan mengakhirinya!" Bentak Vano.
Dia mengambil sebilah pisau yang mendekatkannya ke leher jenjang Alza. Air mata terus mengalir membasahi wajahnya yang ketakutan.
"kau lihat ini? Ini yang akan mengakhiri hubungan kalian. Karena kau tidak pernah mendengarkan perintahku!" perlahan, Vano menyeset leher indah Alza, membuatnya berteriak kesakitan.
Brukk!!
Sebuah tendangan mendarat tepat di kepala Vano, membuatnya terpental sekitar satu meter dari Alza yang sekarang sudah lemas tak berdaya dengan tubuh yang kacau.
"Berani beraninya kau menyakitinya lagi?!!" Ray terus memukul Vano hingga kepalanya berdarah. Sial, umpat Vano yang merasakan pusing setelah berkali kali di pukul Ray.
"R-ra-ray..." rintihan Alza menghentikan Ray yang masih belum puas memukul Vano, dia mendekati Alza dan menopang tubuh Alza dengan khawatir.
"Sa-sayang..."
"sakit...berhentilah..." pintanya untuk berhenti memukul ayah bre**sek nya itu.
"Bawa..aku pergi...jangan disini..."
Sebenarnya Ray masih ingin menghajar Vano yang telah melukai kesayangannya, tapi karena melihat Alza sudah sekarat, dia lebih memilih untuk membawa Alza pergi dan tidak menghiraukan Vano yang sudah berdiri dengan menggenggam pisau tanpa Ray sadari. Saat sedang membantu Alza berdiri, tiba tiba Vano berlari ke arah Ray sambil menodongkan pisaunya.
"tidak ada yang pergi sampai kau mati Ray!!"
"Ray awas!!!"
Jlebbb...
Wajah Ray penuh darah, bukan..bukan darahnya, melainkan darah Alza. Ya, Alza melindungi Ray dari tusukan ayahnya, tepat, tepat di dada kanannya.
"ALZA!!!" bersamaan dengan teriakan itu, Alza tumbang dan ditahan oleh Ray. Sedangkan Vano, dia hanya menunjukan wajah yang panik. Di pikiran hanya ada kata, "apa yang ku lakukan?".
"Alza... Alza... Bangun...." Ray berusaha menyadarkan Alza yang masih menutup matanya saat dibawa ke rumah sakit. Ya,saat Alza ditusuk Nevan sudah sampai dan tidak butuh waktu lama, mereka langsung membawa Alza ke rumah sakit. "Nev, percepat jalannya!"
Sampai di rumah sakit, Alza langsung dibawa ke ruang operasi karena lukanya saja sudah sangat dalam.
Ray tak bisa tenang, dia terus menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa waktu itu dia tidak membiarkan Alza tinggal di rumahnya?
"Ray, tenanglah... Alza kuat, dia pasti bisa bertahan," ucap Nevan, berusaha menenangkan Ray.
"Seharusnya aku membiarkannya tinggal bersama ku waktu itu Nev, aku gagal melindunginya..."
"Harusnya saat dia meminta untuk tinggal aku tidak menolaknya hanya karena aku tak ingin kejutannya gagal... Harusnya aku melindunginya Nev..." air mata yang sudah ia tahan sejak tadi akhirnya turun tanpa aba aba saat mengatakan hal itu.
Memang, kemarin lusa Alza meminta tinggal di rumah Ray karena perasaan tidak nyaman beberapa hari ini. Tapi Ray justru hanya menanggapinya dengan alasan itu hanya rasa gugup karena beberapa hari lagi mereka akan menikah. Seharusnya Ray menyadari kalau insting Alza tak pernah meleset, dia punya naluri yang selalu benar, seperti saat Ray mengalami kecelakaan tunggal di jalan bersalju, saat itu juga Alza menyuruhnya untuk tidak pergi saat salju turun.
Beberapa jam telah berlalu namun operasi masih belum selesai. Dan di jam ke 6, seorang dokter yang menangani Alza keluar, diantara senang dan sedih dokter mengatakan kalau operasinya berhasil, namun disamping itu Alza dinyatakan tak akan bertahan sampai satu bulan. Bagai petir yang menyambar, Ray terduduk lemas saat mendengar hal itu. Bagaimana? Bagaimana semua ini terjadi? Dia tidak ingin kehilangan orang yang sudah bersamanya selama bertahun tahun, orang yang selalu ada untuknya sejak dulu.
Dua hari kemudian....
Hari ini seharusnya adalah hari pernikahan yang sangat ia nantikan bersama Alza. Namun sekarang, Alza justru harus terbaring di brankar rumah sakit dengan banyak alat bantu terpasang di tubuhnya. Ray juga tidak terlihat sejak pagi ini, membuat Alza merasa bersalah atas semuanya, tapi dia juga merasa lega karena akhirnya Ray bisa melupakannya pikirnya. Karena sejak kemarin, Nevan selalu datang dan menenangkan Ray, meskipun Ray terlihat kuat di depan Alza.
"Mungkin sudah saatnya aku merelakan Ray, perjalanannya masih panjang dan aku tak mungkin bisa bersamanya lagi" Alza memejamkan matanya, merasakan sakit di hatinya saat sadar kalau dia memang tak dapat bersanding bersama Ray lebih lama.
"Alza..." panggilan itu membuyarkan perasaan Alza saat ini, suara lembut dari sang kekasih membuatnya hatinya hangat. Dia menatap Ray yang kini tengah memegang kotak kecil berwarna merah dan setelan jas yang rapi, dan dibelakangnya terdapat Nevan yang memegang rangkaian bunga bertuliskan 'Will you marry me'.
"Aku mencintai mu selamanya Alza..." ucap Ray bersamaan dengan cincin yang ia tautkan di jari manis Alza, air mata Alza tak dapat ditutupi. Dia sadar, hidupnya tak akan lama lagi tapi kenapa? Kenapa Ray malah memilih untuk tetap menikah dengannya?
"Kau layak dicintai Alza, terimakasih telah setia bersama ku. Sekarang, biarkan aku membalas semua kesetiaan mu dengan sebuah ikatan,"
"tapi... Hiks...hiks.. Ray..." tangisan, hanya itu yang dapat Alza tampakan, senang, sedih, semua bercampur. "Bolehkan aku memeluk mu?" pinta Alza, Ray memeluknya dengan erat, dia meluapkan semua rasa cintanya pada Alza meski di hembusan nafas terakhirnya.
"Aku mencintai mu Ray, selalu, dan selamanya, terimakasih... Suami ku.." kata terakhir yang sangat berarti bagi hidup Ray, Alza. Dia menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan Ray dengan ikatan suci yang telah lama ia dambakan.
Pemakaman Alza, dipenuhi dengan bunga bunga termasuk rangkaian bungan pernikahannya berasama Ray. Meski tak rela, namun semua tak dapat kembali lagi. Menyesal, tentu... Ray merasa sangat menyesal, tapi dia juga merasa bahagia telah mewujudkan keinginan terakhir kekasihnya. Keinginan yang telah lama ia nantikan, meski hanya berlangsung beberapa menit sebelum kekasihnya abadi di langit bersama sang ilahi.
Terimakasih Alza, terimakasih telah hadir di hidup ku. Aku sudah memasang cincin di jari manis mu, dan kau sudah memasang cincin di jari manis ku. Aku akan menjaganya, sampai kita bertemu lagi di langit dan abadi di sana. Dari suami tercinta mu, Ray.
Terkadang, cinta harus merelakan. Merelakan yang harus pergi, meski berat di hati. Cinta mereka abadi, abadi selamanya meski hanya bisa menikmati ikatan selama beberapa menit di dunia. Namun abadi di langit sana.
Ray Alza