Es war ein kalter Winterabend in München. Der Schnee fiel leise vom Himmel und bedeckte die Straßen mit einer weißen Decke. In einem kleinen Café am Rande der Altstadt saß Clara an einem Tisch in der Ecke. Sie starrte gedankenverloren in ihre Tasse heißen Kakao, während ihre Finger nervös den Rand der Tasse umspielten. Sie wartete auf ihn – auf Lukas.
Lukas war ihr Kollege, aber in den letzten Wochen war etwas zwischen ihnen geschehen. Etwas, das sie nicht erklären konnte. Es war mehr als nur Freundschaft. Jedes Mal, wenn er lächelte, spürte sie, wie ihr Herz schneller schlug. Und sein Lachen – oh, sein Lachen war wie Musik in ihren Ohren.
Die Tür des Cafés öffnete sich, und eine kalte Brise wehte herein. Clara blickte auf und sah Lukas, der hereinkam. Seine Wangen waren rot vor Kälte, und seine dunklen Haare waren mit Schneeflocken bedeckt. Er sah sie an und lächelte.
Lukas: "Entschuldigung, dass ich zu spät bin. Der Verkehr war schlimmer als erwartet."
Clara: (lächelnd) "Kein Problem. Ich habe gerade erst angefangen, meinen Kakao zu trinken."
Er setzte sich ihr gegenüber und bestellte einen Kaffee. Für einen Moment herrschte Stille zwischen ihnen, aber es war eine angenehme Stille. Clara spürte, wie ihre Nervosität langsam verschwand, als sie in seine warmen, braunen Augen blickte.
Lukas: "Weißt du, Clara, ich mag es, wie du immer so ruhig und gelassen bist. Es ist, als ob die Welt um uns herum verschwindet, wenn ich bei dir bin."
Clara: (errötend) "Und ich mag es, wie du immer so spontan und lebensfroh bist. Dein Lachen... es ist wie ein Lied, das ich nie vergessen werde."
Lukas lächelte und nahm ihre Hand. Seine Berührung war sanft, aber sie ließ Claras Herz schneller schlagen. Sie spürte, wie eine Wärme sich in ihr ausbreitete, die selbst die Kälte des Winters vertreiben konnte.
Lukas: "Clara, ich weiß nicht, wie ich es sagen soll, aber... ich habe das Gefühl, dass du etwas Besonderes für mich bist. Etwas, das ich nicht verlieren möchte."
Clara: (leise) "Ich fühle das Gleiche, Lukas. Seit dem ersten Tag, an dem wir uns begegnet sind, habe ich gespürt, dass du anders bist. Dass du... mein Herz berührt hast."
Draußen begann der Schnee stärker zu fallen, aber im Café war es warm und gemütlich. Lukas und Clara saßen da, die Hände ineinander verschlungen, und sprachen über ihre Träume, ihre Ängste und ihre Hoffnungen. Es war, als ob die Zeit stillstand, als ob die Welt nur für sie existierte.
Lukas: "Clara, ich möchte, dass du weißt, dass ich immer für dich da sein werde. Egal, was passiert."
Clara: (lächelnd) "Und ich werde immer auf dein Lachen warten, Lukas. Es ist der schönste Klang, den ich kenne."
Als sie das Café verließen, war der Schnee bereits hoch aufgetürmt. Lukas nahm Claras Hand und zog sie näher zu sich. Sie standen unter einer Straßenlaterne, deren Licht sanft auf ihr Gesicht fiel. Lukas sah sie an, und für einen Moment war die Welt still.
Lukas: "Clara, darf ich dich küssen?"
Clara: (nickend) "Ja..."
Ihr Kuss war sanft und zärtlich, wie der erste Schnee, der auf die Erde fällt. In diesem Moment wussten sie beide, dass sie etwas gefunden hatten, das ewig halten würde – eine Liebe, so warm und hell wie das Licht der Laterne, das sie umgab.
Ende.
Cerpen ini menggambarkan momen romantis antara Clara dan Lukas di tengah musim dingin di München.
----
Pada suatu malam musim dingin yang dingin di München, salju turun dengan lembut dari langit dan menutupi jalan-jalan dengan selimut putih. Di sebuah kafe kecil di pinggiran kota tua, Clara duduk di meja di sudut. Matanya menatap kosong ke dalam cangkir cokelat panasnya, sementara jari-jarinya gelisah memegang tepi cangkir. Dia menunggu seseorang – Lukas.
Lukas adalah rekan kerjanya, tetapi dalam beberapa minggu terakhir, ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan. Itu lebih dari sekadar persahabatan. Setiap kali dia tersenyum, Clara merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. Dan tawanya – oh, tawanya seperti musik di telinganya.
Pintu kafe terbuka, dan angin dingin menerpa. Clara menoleh dan melihat Lukas masuk. Pipinya memerah karena kedinginan, dan rambut hitamnya dipenuhi serpihan salju. Dia menatapnya dan tersenyum.
Lukas: "Maaf aku terlambat. Lalu lintasnya lebih parah dari yang kuduga."
Clara: (tersenyum) "Tidak masalah. Aku baru saja mulai meminum cokelatku."
Dia duduk di depannya dan memesan kopi. Untuk sesaat, ada keheningan di antara mereka, tetapi itu adalah keheningan yang nyaman. Clara merasakan kegelisahannya perlahan menghilang saat dia menatap mata cokelatnya yang hangat.
Lukas: "Kau tahu, Clara, aku suka caramu selalu tenang dan santai. Seolah-olah dunia di sekitar kita menghilang saat aku bersamamu."
Clara: (merona) "Dan aku suka caramu selalu spontan dan penuh semangat. Tawamu... itu seperti lagu yang tidak akan pernah bisa kulupakan."
Lukas tersenyum dan menggenggam tangannya. Sentuhannya lembut, tetapi itu membuat jantung Clara berdegup lebih kencang. Dia merasakan kehangatan menyebar di dalam dirinya, yang bahkan mampu mengusir dinginnya musim dingin.
Lukas:"Clara, aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, tapi... aku merasa bahwa kau istimewa bagiku. Sesuatu yang tidak ingin kulepaskan."
Clara:(pelan) "Aku merasakan hal yang sama, Lukas. Sejak hari pertama kita bertemu, aku sudah merasakan bahwa kau berbeda. Bahwa kau... menyentuh hatiku."
Di luar, salju mulai turun lebih deras, tetapi di dalam kafe, suasana terasa hangat dan nyaman. Lukas dan Clara duduk berpegangan tangan, berbicara tentang mimpi, ketakutan, dan harapan mereka. Rasanya waktu seakan berhenti, seolah dunia hanya ada untuk mereka berdua.
Lukas:"Clara, aku ingin kau tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu. Apa pun yang terjadi."
Clara: (tersenyum) "Dan aku akan selalu menunggu tawamu, Lukas. Itu adalah suara terindah yang kukenal."
Saat mereka meninggalkan kafe, salju sudah menumpuk tinggi. Lukas menggenggam tangan Clara dan menariknya lebih dekat. Mereka berdiri di bawah cahaya lampu jalan yang menerangi wajah mereka dengan lembut. Lukas menatapnya, dan untuk sesaat, dunia terasa diam.
Lukas: "Clara, bolehkah aku menciummu?"
Clara: (mengangguk) "Ya..."
Ciuman mereka lembut dan penuh kasih, seperti salju pertama yang jatuh ke bumi. Pada saat itu, mereka berdua tahu bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang akan bertahan selamanya – cinta yang hangat dan terang seperti cahaya lampu yang menyinari mereka.
.....