Aku masih ingat saat itu, ketika perasaanku seperti hujan yang turun dari langit. Berat, deras, dan tak terhenti. Aku merasa seperti aku sedang terapung di tengah-tengah badai, tanpa arah dan tujuan.
Saat itu, aku masih berusia 17 tahun. Aku masih berada di bangku SMA, dan aku masih mencoba menemukan jati diriku. Aku merasa seperti aku sedang berada di persimpangan jalan, tanpa tahu harus berjalan ke arah mana.
Aku masih ingat saat itu, ketika aku berbicara dengan teman-teman aku tentang perasaanku. Mereka mendengarkan dengan sabar, dan memberikan aku saran yang bijak.
"Kamu harus berbicara dengan orang tua kamu tentang perasaanmu," kata salah satu teman aku.
"Tapi, aku takut mereka tidak mengerti," jawab aku.
"Kamu harus mencoba," kata teman aku lainnya. "Mereka adalah orang tua kamu, dan mereka pasti ingin membantu kamu."
Aku masih ingat saat itu, ketika aku berbicara dengan orang tua aku tentang perasaanku. Mereka mendengarkan dengan sabar, dan memberikan aku saran yang bijak.
"Kamu harus belajar untuk mengelola perasaanmu," kata ayah aku.
"Tapi, bagaimana caranya?" tanya aku.
"Kamu harus mencoba berbicara dengan orang lain tentang perasaanmu," jawab ibu aku. "Dan kamu harus belajar untuk menerima saran dari orang lain."
Aku masih ingat saat itu, ketika aku mulai berbicara dengan orang lain tentang perasaanku. Aku mulai merasa lebih baik, dan aku mulai menemukan jalan yang benar.
Sekarang, aku sudah tidak merasa seperti hujan yang turun dari langit. Aku sudah tidak merasa seperti aku sedang terapung di tengah-tengah badai. Aku sudah menemukan jati diriku, dan aku sudah menemukan jalan yang benar.
Dan, aku berharap, bahwa dengan berbicara dengan orang lain tentang perasaanku, aku akan dapat menjadi orang yang lebih kuat, lebih bijak. Aku berharap, bahwa dengan berbicara dengan orang lain tentang perasaanku, aku akan dapat menjadi orang yang lebih baik, lebih cerah.
Setelah aku mulai berbicara dengan orang lain tentang perasaanku, aku mulai merasa lebih baik. Aku mulai menemukan jalan yang benar, dan aku mulai merasa lebih percaya diri.
Tapi, aku masih ingat saat itu, ketika aku mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Aku merasa seperti aku sedang berbicara dengan tembok, dan aku merasa seperti aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku dengan baik.
Aku masih ingat saat itu, ketika aku berbicara dengan seorang teman aku tentang kesulitan aku dalam berkomunikasi. Teman aku itu mendengarkan dengan sabar, dan memberikan aku saran yang bijak.
"Kamu harus belajar untuk mendengarkan orang lain," kata teman aku. "Kamu harus belajar untuk memahami perspektif orang lain."
Aku masih ingat saat itu, ketika aku mulai belajar untuk mendengarkan orang lain. Aku mulai memahami perspektif orang lain, dan aku mulai bisa mengungkapkan perasaanku dengan lebih baik.
Sekarang, aku sudah tidak merasa seperti hujan yang turun dari langit. Aku sudah tidak merasa seperti aku sedang terapung di tengah-tengah badai. Aku sudah menemukan jati diriku, dan aku sudah menemukan jalan yang benar.
Dan, aku berharap, bahwa dengan berbicara dengan orang lain tentang perasaanku, aku akan dapat menjadi orang yang lebih kuat, lebih bijak. Aku berharap, bahwa dengan berbicara dengan orang lain tentang perasaanku, aku akan dapat menjadi orang yang lebih baik, lebih cerah.
Aku juga berharap, bahwa kisahku ini akan dapat menjadi inspirasi bagi orang lain, bagi mereka yang masih merasa seperti hujan yang turun dari langit. Aku berharap, bahwa kisahku ini akan dapat menjadi bukti bahwa komunikasi dapat membantu kita dalam menemukan jalan yang benar.
Dan, aku berharap, bahwa kita semua dapat menjadi orang yang lebih kuat, lebih bijak, dan lebih baik, dengan berbicara dengan orang lain tentang perasaan kita, dan dengan belajar untuk mendengarkan dan memahami perspektif orang lain.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~