Aku mencintainya. Itu satu hal yang pasti.
Namun, dalam hidup, ada cinta yang hanya bisa diungkapkan dengan kata-kata, tanpa pernah benar-benar dimiliki.
Namanya Adinda. Seorang wanita yang sejak dulu menjadi bagian dari hidupku. Kami tumbuh bersama, berbagi banyak cerita, dan saling menjadi tempat kembali saat dunia terasa melelahkan. Namun, ada satu batasan yang tak bisa kulewati—status kami sebagai sahabat.
Aku tahu perasaanku lebih dari sekadar persahabatan. Tapi aku juga tahu, baginya, aku tak lebih dari seseorang yang selalu ada saat ia membutuhkan.
Antara Harapan dan Kenyataan
"Dio, menurutmu cinta itu apa?" tanyanya suatu malam, saat kami duduk di bangku taman kota, ditemani angin yang berhembus pelan.
Aku menatap langit, berpikir sejenak sebelum menjawab, "Cinta adalah ketika kau ingin seseorang bahagia, bahkan jika itu berarti kau harus terluka."
Ia tertawa kecil, tak menyadari bahwa aku sedang berbicara tentang perasaanku sendiri. "Kamu selalu punya jawaban yang puitis," katanya.
Aku tersenyum. Andai saja ia tahu, bahwa semua kata yang kuucapkan itu lahir dari perasaan yang kupendam untuknya.
Tapi aku tahu, ada batas yang tak bisa kulanggar.
Cinta yang Tak Terucapkan
Suatu hari, ia datang dengan wajah berbinar. "Dio! Aku ingin mengenalkan seseorang padamu."
Dadaku terasa sesak, tapi aku tetap tersenyum. "Siapa?"
Seorang pria melangkah mendekat, menggenggam tangannya dengan erat. "Ini Arya, dia kekasihku," ujarnya dengan mata berbinar.
Saat itu, aku mengerti.
Cintaku memang hanya sebatas kata-kata yang tak pernah sampai padanya.
Malam itu, aku menulis sesuatu dalam buku catatanku:
"Tak semua cinta harus dimiliki. Kadang, cukup melihatnya bahagia sudah lebih dari cukup."
upss sorry curhat :v