Bab 1 - PENYESALANKU
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ini pengalaman pertama ku menulis novel. Tidak ada tempat untuk mencurahkan hati selain berdoa pada Allah SWT dan menulis di sebuah kertas kosong untuk menumpahkan apa yang ada di benak fikiran ku.
Aku Anita tahun ini usia ku 31 tahun. Aku sudah menikah dan memiliki satu orang anak lelaki yang pintar, Sholeh, dan juga sebagai penyemangat hidupku. Dan ini lah kisah ku..........
Rumah tangga ku tidak semulus yang terlihat, lagi lagi ekonomi menjadi satu permasalahan yang selalu melekat pada keluarga kecilku. Kesabaran ku sebagai seorang istri benar benar di uji dari pertama kali kami menikah.
Tepat di bulan Januari tgl 10 aku dan suami ku resmi menikah secara agama dan negara. Kami melangsungkan akad di KUA di wilayah kami dan melangsungkan resepsi dua hari setelah akad di laksanakan.
Aku mengenal suami ku lewat jejaring sosial media pada jaman BBM saat itu. Ada pepatah yang bilang jika ingin mencari pendamping hidup harus melihat bebet bobot nya tentu saja agamanya. Namun saat itu aku mengabaikan semua hal yang sebenernya penting dalam mencari pendamping hidup. Aku di besarkan dari keluarga beragama Islam namun aku tidak mengenal Islam itu seperti apa. Aku tidak mengetahui seperti apa cerita para nabi nabi kesayangan Allah SWT saat memperjuangkan agama dan umatnya. Aku tidak mengenal Alquran dengan baik, dan aku tidak pernah hadir mengikuti kajian kajian yang dapat menjadi wadah Ilmu di akhirat nanti. Dan aku menghabiskan masa muda ku dengan cuma cuma tidak bermanfaat sama sekali. Dan mungkin ini lah penyesalan ku.
Aku pernah mendengar sebuah ceramah seorang ulama di kampung ku cari lah pasangan di lihat dari latar belakang agamanya, keluarganya, tapi yang paling utama adalah bagaimana seseorang itu mengutamakan Allah SWT. Dan itu tidak aku dapatkan pada suami ku sekarang.
Aku menikah dengannya mungkin sebagian karna rasa cinta tapi tidak 100% tetapi karna sebuah kesalahan dan kenakalan remaja pada saat itu. Dan jika itu tidak di lakukan suamiku pada ku mungkin sekarang aku tidak bersama dengan nya.
Saat jaman itu mungkin aku terbilang anak yang cukup nakal jauh dari kata wanita Sholehah. Aku menikah selain karna faktor kesalahan karna faktor umur. Di usia 25 tahun di daerah ku jika wanita belum menikah itu seperti perawan tua begitulah julukan yang dj lontarkan warga sekitar.
Pada saat tertentu aku seperti mendapat hidayah untuk kembali sholat, disaat itu aku kalut kebingungan. Ku ambil sajadah dan mukena di dalam lemari ku. Lalu aku pergi ke toilet dan mengambil air wudhu disana. Aku sholat taubat dan sholat istikharah memohon petunjuk yang terbaik dari Allah untuk perihal apakah suami ku itu adalah jodoh terbaik menurut Allah?
Tiba waktunya kami menikah melangsungkan akad pernikahan. Latar belakang suami ku yaitu anak broken home. Saat akad pernikahan ku bapak nya tidak menghadiri pernikahan ku. Bahkan saat resepsi pernikahan ku pun tidak menghadiri.
Cobaan sudah ada sejak pertama aku menikah. Disaat hari pertama pernikahan orang lain itu bahagia tapi tidak dengan ku. Makanan masih tersisa banyak karena tamu sedikit yang hadir. Lalu di bohongi masalah biaya oleh suami ku jadi untuk membayar sisa pembayaran aku harus menjual kembali mas kawin ku.
Aku hanya bisa menangis kecewa karna pernikahan ku, tersibat di fikiran ku aku menyesal atas pernikahan ini. Semua keluarga ku kecewa berat.
" Ka, bilangin ke suami mu. Nanti ngomong yang benar coba." Ucap Rizki sodara sepupu ku.
Aku tau bagaimana keluarga ku bersikap bahkan mereka tidak pernah sedikit pun ikut campur dalam urusan ku apapun itu. Ketika mereka berkomentar itulah pertanda bahwa mereka kecewa.
" Ka sabar ya. Kaka pasti kuat." Ucap Aya sepupuku juga. Aya berbeda 2 tahun lebih muka dengan ku. Dia sudah menikah namun menunda untuk memiliki anak karena masih kuliah. Aya memeluk ku dengan erat menenangkan ku yang sedang menangis tersedu sedu. Semua keluarga ku ada dan ikut bersedih atas pernikahan ku. Suami ku hanya bisa terdiam tanpa berbicara apapun bahkan kata maaf pun tidak terdengar dari mulutnya.
Dan itu lah kisah pernikahan ku. Penuh dengan rasa kecewa dari mulai pertama menikah. Apakah itu pertanda dari Allah atau itu adalah hukuman atas apa yang aku lakukan yaitu dosa terbesar ku.
Belum selesai dengan luka perihal pernikahan yang menurut mata ku ini pernikahan yang buruk dan gagal. Aku mencoba ikhlas aku tidak mengikuti egoku untuk bercerai dengan suami ku. Setelah aku mencoba ikhlas meski dalam hati yang paling dalam kecewa. Sekarang di hantam lagi dengan ekonomi suami ku yang jatuh. Memang pada awal nya suami ku hanya seorang pedagang dan itu pun suami ku ikut dengan orang tua nya. Dan saat beberapa hari menikah aku dan suami kebingungan bagaimana cara untuk melanjutkan hidup. Kami punya roda jualan dan dari situ kami memanfaatkan roda tersebut untuk di pakai jualan bubur ayam mangkal.
Setiap subuh pukul 03:00 wib aku dan suami bangun. Kami menyiapkan perlengkapan berjualan dengan ilmu yang kami punya dan dana yang sangat minim kala itu.
Setiap pagi suami ku mendorong roda dari rumah menuju balai desa untuk jualan. Suami ku tidak pernah seumur hidup nya jualan dorong roda seperti itu. Begitu pun aku seumur umur gak pernah sampai sesusah ini. Tapi ini adalah perjalan rumah tangga ku.
Saat itu aku dan suami hanya mendapatkan uang tidak pernah lebih dari Rp.100.000/ hari. Karena area jualan kami berdekatan dengan penjual bubur yang sudah senior. Jadi ada perdebatan antar pedagang kala itu.
Hanya bertahan satu bulan untuk berjualan bubur. Kami kumpulkan sisa- sisa modal dan lain hal nya. Terkumpul lah uang Rp. 500.000 hasil dari berjualan bubur.
Sebagai istri aku hanya bisa sabar ketika suami ku di bawah. Hanya berdoa pada Allah untuk selalu di berikan jalan yang terbaik, kehidupan yang terbaik ke depannya. Aku hanya bisa meneteskan air mata di atas sajadah dan mukena yang aku pakai.
Ingin sekali aku bercerita pada bapak mamah ku betapa aku sedih namun yang ada akan menjadi beban fikiran mereka dan aku tidak mau membuat mereka ikut larut dalam kesedihan ku.
Akhirnya suami ku meminta izin untuk pindah dan tinggal di rumah orang tuanya. Suami ku membawa aku tinggal di rumah mertua. Hanya berbekal baju ganti dan uang Rp. 500.000. Kala itu suami ku sudah tidak berjualan bubur lagi melainkan kembali berjualan sembako bersama orang tuanya.
Banyak hal yang terjadi banyak hal yang cukup menguras emosi namun aku sebagai istri hanya bisa sabar. Bukan menjadi istri yang bodoh karena memilih hidup susah melainkan pernikahan ku aku niatkan untuk ibadah karena Allah.