Pagi itu, suasana rumah masih sepi. Matahari baru naik dan angin sejuk masuk dari jendela yang sedikit terbuka. Mommy masih sibuk di dapur menyiapkan sarapan, sementara Daddy masih tidur pulas di kamar. Tapi ada satu makhluk kecil yang udah bangun lebih dulu, Gabriel.
Balita berusia tiga tahun itu duduk di lantai ruang tamu, mata bulatnya berbinar-binar penuh rasa ingin tahu. Dia udah bosan main mobil-mobilan jadi otaknya mulai mikirin hal lain.
Gabriel melihat ke arah kamar tempat Daddy masih mendengkur. Senyum jahil langsung muncul di wajahnya. Dengan langkah kecil penuh hati-hati, dia berjalan ke dapur mencari sesuatu yang bisa dipakai untuk menjahili Daddynya. Dan di sanalah dia menemukan harta karun di atas meja, sebotol bedak bayi yang mommy lupa masukan ke kamar.
“Iel, kamu ngapain?” tanya Mommy sambil membalik telur dadar di wajan.
Gabriel langsung menyembunyikan bedak di belakang punggungnya. “Nggak ngapa-ngapain Mommy,” jawabnya dengan suara polos.
Mommy cuma mengangkat alis, tapi tidak curiga. “Jangan bikin berantakan ya?”
“Enggak kok!” sahut Gabriel sambil nyengir, lalu langsung kabur sebelum Mommy ngelihat lebih jauh.
Dengan hati-hati Gabriel masuk ke kamar. Daddy masih tidur nyenyak, posisi tengkurap, dengan tangan satu di bawah bantal. Gabriel menggigit bibirnya menahan tawa. Misi dimulai!
Dia membuka tutup botol bedak pelan-pelan, lalu meniup sedikit isinya ke punggung Daddy. Putih, halus, dan... Daddy masih tidak bereaksi. Gabriel nyengir lebih lebar. Kali ini dia menuangkan lebih banyak membentuk pola aneh di punggung Daddy, lalu ketawa kecil sendiri.
Tiba-tiba, Daddy bergerak. Gabriel langsung menahan napas. Tapi ternyata Daddy cuma menggaruk punggungnya dan kembali tidur. Gabriel mendekat lagi, kali ini nekat mencoret pipi Daddy pake jari yang udah penuh bedak.
Dan di saat itulah Daddy tiba-tiba bersin keras!
Gabriel langsung panik dan mundur. Daddy bangun sambil mengusap wajahnya, matanya masih setengah merem. “Apa ini?” gumamnya sambil menatap tangannya yang sekarang putih berdebu.
Gabriel buru-buru jongkok di samping tempat tidur, berusaha sembunyi. Tapi Daddy udah sadar ada yang tidak beres. Dia melihat ke kasur, ke badannya sendiri, lalu ke lantai yang ada jejak-jejak kecil dari bedak.
Gabriel menutup mulutnya biar nggak ketawa. Tapi Daddy udah sadar. “Iel”
Gabriel langsung berdiri dan lari sekencang mungkin!
“Awas kamu bayi! Sini!” Daddy bangkit, masih setengah kaget dan berusaha mengejar Gabriel yang udah ngacir ke ruang tamu.
Gabriel bersembunyi di belakang sofa sambil cekikikan. “Iel nggak salah! Itu ulat bedak yang nakal!”
Daddy yang sekarang sudah penuh bedak di wajah dan bajunya, cuma bisa ngelus dada. “Ulat bedak?” Dia berusaha keliatan marah tapi ujung-ujungnya malah ketawa juga.
Mommy yang baru keluar dari dapur langsung menatap mereka dengan heran. “Ya ampun, apa yang terjadi?”
Gabriel ngelirik Mommy dari balik sofa. “Daddy dikerjain ulat bedak Mommy!”
Daddy ngelirik anaknya yang masih ngumpet, lalu dengan cepat dia berjalan ke sofa dan menangkap Gabriel dalam satu gerakan. “Kamu ya ulat bedaknya!”
Gabriel menjerit kecil sambil ketawa. “Nggak! Bukan aku!”
“Tapi kamu anak Daddy, jadi Daddy juga mau kasih ‘keadilan’!”
Tanpa aba-aba, Daddy langsung menggendong Gabriel dan mengusapkan wajahnya yang masih penuh bedak ke pipi Gabriel. Gabriel menjerit-jerit sambil ketawa ngakak. “Daddy nakal! Daddy nakal!”
Mommy cuma geleng-geleng kepala sambil tertawa melihat kedua lelaki kesayangannya berantakin rumah di pagi hari. “Udah-udah, ayo sarapan dulu sebelum ulat bedak tambah banyak.”
Daddy akhirnya menurunkan Gabriel yang masih ketawa. “Tapi Daddy harus balas dendam lain kali!”
Gabriel menatap Daddy dengan senyum polos. “Iel nggak takut! Iel lebih jago!”
Dan pagi itu pun dimulai dengan tawa riang, bedak berantakan, dan rencana jahil berikutnya yang pasti udah mulai tersusun di kepala Gabriel.
.
.
♡♡♡