Mobil melaju pelan di jalanan malam yang sepi. Dari kursi belakang, Gabriel duduk dengan nyaman di car seat-nya, kakinya yang mungil berayun-ayun tanpa tujuan. Matanya yang bulat menatap ke luar jendela, memperhatikan langit yang gelap tapi dihiasi bulan besar berwarna keemasan.
Dia menempelkan tangannya ke kaca lalu mendekatkan wajahnya, seakan-akan ingin melihat bulan lebih dekat.
"Mommy" panggilnya sambil menarik ujung baju mommynya yang duduk di depan.
Mommy menoleh dengan senyum lembut. "Iya sayang?"
"Bulannya kok ngikutin Iel?" Gabriel bertanya dengan wajah serius sambil menunjuk keluar jendela dengan jarinya yang gemuk dan pendek. "Dari tadi nggak pergi-pergi"
Daddy yang lagi fokus nyetir sempat melirik kaca spion dan menahan senyum. "Oh ya? Kok bisa ya?"
Gabriel mengernyit, berpikir keras. "Mungkin karena bulan suka sama Iel!" ujarnya dengan nada yakin.
Mommy terkekeh. "Wah, hebat banget dong anak Mommy. Sampai bulan aja suka!"
Gabriel mengangguk mantap. "Iya! Soalnya Iel anak baik! Pinter juga!"
Daddy tertawa kecil. "Oh, pantesan. Pasti bulan suka liat Iel senyum makanya dia pengen nemenin terus."
Gabriel kembali menatap bulan dengan ekspresi serius. "Bulan, makasih ya udah nemenin Iel!" serunya sambil melambai ke luar jendela.
Mommy tersenyum sambil mengusap kepala Gabriel. "Tapi tahu nggak sayang? Bulan sebenernya nggak beneran ngikutin kita. Itu cuma keliatan gitu aja karena bulan jauh banget."
Gabriel mengerutkan dahi tampak berpikir keras. "Jadi bulan nggak beneran suka aku?"
Mommy tertawa. "Ya bukan gitu juga sayang"
"Tapi kenapa keliatan ngikutin?" Gabriel masih belum puas dengan jawabannya.
Daddy mencoba menjelaskan. "Karena bulan ada di langit yang jauh banget. Jadi dari mana pun kita lihat, dia kayak di tempat yang sama. Padahal kita yang jalan, bukan bulan yang ngikutin."
Gabriel memiringkan kepala belum sepenuhnya mengerti. Dia diam sebentar, lalu tiba-tiba berkata, "Daddy bohong!"
Daddy mengangkat alis, pura-pura kaget. "Hah? Kok Daddy bohong?"
"Bulan tetep ngikutin Iel!" Gabriel menunjuk ke luar dengan yakin. "Dari rumah nenek tadi bulan ada di situ. Sekarang juga ada! Berarti dia ikut Iel!"
Mommy dan Daddy tertawa.
"Ya udah, ya udah," Mommy menyerah sambil tersenyum. "Kalau Iel bilang begitu, ya berarti bulan ngikutin Iel."
Gabriel tersenyum puas. Dia kembali menatap bulan dengan penuh rasa bangga.
"Kalau gitu, bulan temennya Iel," katanya lagi, matanya berbinar.
"Temennya Iel?" ulang Daddy.
"Iya! Bulan nemenin Iel pulang! Nggak mau Iel sendirian di jalan gelap!"
Mommy menoleh ke Daddy dengan tatapan penuh kasih. "Lihat tuh, anak kita imajinasinya luar biasa."
Daddy tersenyum, lalu melirik Gabriel lewat kaca spion. "Kalau bulan nemenin Iel, berarti Iel nggak takut gelap dong?"
Gabriel menggeleng cepat. "Nggak takut! Soalnya bulan jagain Iel!"
Mommy mengusap pipi Gabriel lembut. "Pinter banget anak Mommy."
Gabriel tersenyum lebar, lalu menguap kecil. Matanya mulai terasa berat tapi tangannya masih erat menggenggam boneka beruang favoritnya.
Mobil terus melaju menuju rumah. Gabriel masih mengawasi bulan dari balik kaca jendela, memastikan temannya itu tetap bersinar di langit.
Tapi perlahan-lahan, matanya mulai tertutup.
Saat Daddy memarkirkan mobil di depan rumah, Mommy menoleh ke belakang dan tersenyum.
Gabriel sudah tertidur, kepalanya bersandar ke sisi car seat dengan napas pelan dan teratur.
Daddy mematikan mesin mobil lalu menoleh ke Mommy. "Kayaknya bulan beneran jagain Iel sampai ketiduran."
Mommy terkikik. "Iya, dia pasti tenang karena tahu bulan masih ngikutin dia."
Dengan hati-hati, Daddy membuka sabuk pengaman Gabriel dan menggendongnya keluar dari mobil. Gabriel bergumam pelan dalam tidurnya tapi tetap terlelap dalam pelukan Daddy.
Saat mereka masuk ke dalam rumah, bulan masih bersinar terang di langit seolah benar-benar menemani Gabriel hingga mimpi indah.
.
.
♡♡♡